FPRB NTT Gelar Workshop Sosialisasi Internalisasi Pentahelix, Dunia Usaha, Universitas dan Media

FPRB NTT Gelar Workshop Sosialisasi Internalisasi Pentahelix Kepada Dunia Usaha, Universitas dan Media

Penulis: F Mariana Nuka | Editor: Ferry Ndoen
POS-KUPANG.COM/MICHAELLAĀ UZURASI
Moderator Diskusi, Tori Kuswardono, RABU/19/05/2021 

FPRB NTT Gelar Workshop Sosialisasi Internalisasi Pentahelix Kepada Dunia Usaha, Universitas dan Media

Laporan Reporter POS-KUPANG.COM, Michaella Uzurasi

POS-KUPANG.COM | KUPANG - Forum Pengurangan Risiko Bencana (FPRB) Provinsi Nusa Tenggara Timur (NTT) menggelar workshop Sosialisasi Internalisasi Pentahelix kepada Dunia Usaha, Universitas dan Media secara virtual pada Rabu (19/05/2021). 

Ketua FPRB NTT, Buce E. Y. Ga saat membuka kegiatan tersebut mengatakan, hal ini penting karena urusan kebencanaan harus menjadi perhatian semua orang. 

"Belajar dari seroja kemarin itu banyak pihak yang terlibat dalam melakukan respon termasuk didalamnya sektor swasta atau usaha, pemberitaan media juga bisa dilihat perannya di sana, dari akademisi berharap ada kajian - kajian dari seroja yang baru saja terjadi kemarin dan karena itu hari ini kita berdiskusi tentang apa itu pentahelix dan bagaimana perannya dalam upaya - upaya pengurangan atau respon terhadap bencana," kata Buce.

Lanjut dia, hari ini hanya langkah awal dan semoga ada diskusi di kesempatan yang lain dengan topik atau agenda yang lebih konkrit karena inisiasi bisa datang dari siapa saja sehingga tidak harus bergantung pada pengurus FPRB.

"Tapi kepentingan kami saat ini adalah pasca ini, jika dimungkinkan kami mohon dukungan untuk kita coba petakan apa yang bisa setiap organisasi lakukan sebelum, pada saat dan sesudah bencana sehingga kita bisa makin mudah mendesain kegiatan - kegiatan secara bersama, dengan teman - teman di lembaga pendidikan dalam hal ini bapak ibu akademisi saya berharap dua hal bagaimana proses sharing knowledge itu bisa terjadi diantara kita," tandasnya.

Anggoro B. Prasetyo dari Jejaring Mitra Kemanusiaan (JMK) dalam pemaparannya mengenai Strategi Kolaborasi Jaringan Pentahelix dalam Kerja - kerja Pengurangan Risiko Bencana mengungkapkan, sepanjang tahun 2020 sudah terjadi 2.123 bencana di Indonesia dengan jumlah korban cukup banyak ditambah dengan kondisi pandemi saat ini yang semakin menambah rentetan kejadian - kejadian tersebut.

Baca juga: Info Gempa NTT, Gempa Bumi 3.7 SR Guncang Tambolaka, Sumba Barat Daya

Baca juga: Ini Pemicu Anggota DPRD Belu Marthen Naibuti Diberikan Sanksi Oleh Badan Kehormatan, Bentuk Sanksi

Dia menjelaskan, salah satu poin arahan Presiden dalam Rakornas terkait pendekatan kolaboratif dengan pentahelix. 

"Yang kita tahu bahwa pentahelix ini terdiri dari unsur - unsur yang ada di sekeliling kita yaitu dari pemerintah, masyarakat, akademisi, dunia usaha dan media," kata Anggoro.

Sebelum ada Undang - Undang Penanggulangan Bencana tentang bagaimana penanggulangan bencana itu mesti dilakukan, sifatnya masih reaktif, tanggap darurat dan hanya menjadi tanggungjawab pemerintah.

"Tapi dengan UU PB maka bencana menjadi urusan semua orang, kita semua, tidak hanya pemerintah saja, kemudian sudah secara tersentralisasi sehingga pendanaan sudah ada di daerah dan juga multi sektor melibatkan semua pemangku kepentingan seperti pemerintah, swasta maupun masyarakat," ujar dia.

Sebelum muncul pentahelix, pasca UU nomor 24 tahun 2007 tentang penanggulangan bencana, sudah ada unsur segitiga biru yang terdiri dari pemerintah, dunia usaha dan masyarakat.

Baca juga: Info Sport : Pemain Timnas Sebut Mayoritas Pemain Lechia Gdansk Jagoin Indonesia vs Afghanistan

"Nah disitu belum nampak media tetapi sebenarnya didalam segitiga biru ini, dalam upaya membuat satu platform pengurangan risiko bencana, dalam masyarakat itu ada melibatkan CSO, akademisi dan kemudian juga ada media, dianggap bagian dari masyarakat tetapi ini kemudian tidak bisa berjalan maksimal sehingga yang ada saat ini pentahelix kedepannya semoga maksimal kembali," jelas Anggoro.

Pentahelix, kata Amggoro, tidak hanya dalam penanggulangan bencana tapi juga dalam isu - isu yang lain baik isu terkait dengan pendidikan, UMKM yang sudah menggunakan strategi atau menggunakan pendekatan kolaboratif pentahelix dan merupakan satu konsep pembangunan untuk mensinergikan atau kerjasama antar lima sektor ini.

"Dalam penanggulangan bencana, apa peran dan fungsinya sesuai dengan kapasitas yang dimiliki oleh masing - masing, baik pemerintah maupun masyarakat atau komunitas, wirausaha, akademisi dan media," kata dia.

Peran masing - masing pihak, lanjut Anggoro, kalau dilihat dalam penanggulangan bencana jelas pemerintah ini sebagai satu entitas atau lembaga daerah yang menciptakan lingkungan pendukung melalui pembuatan kebijakan terkait penanggulangan bencana dan bagaimana mengomunikasikan kepada masyarakat.

"Sementara dunia usaha saya rasa selama ini kurang banyak terlibat dalam kegiatan pengurangan risiko bencana meskipun mereka sebenarnya banyak terlibat terutama dalam fade tanggap darurat, sehingga dalam memberikan bantuan ini dunia usaha cukup besar perannya juga tapi seringkali muncul dunia usaha ini kayak pendanaan saja padahal seharusnya tidak demikian. Harusnya dari pra, saat, kemudian pasca," jelas Anggoro.

"Dari akademisi atau perguruan tinggi, sesuai dengan kapasitasnya sebagai satu lembaga penelitian, bisa mengkaji data - data terkait dengan hal - hal yang berhubungan dengan kebencanaan untuk dijadikan sebagai dasar dalam melakukan satu program. Sementara di media kita tahu saat ini bahwa apapun hal - hal yang terjadi, peran serta media yang cukup besar untuk memblow up menyampaikan kepada khayalak luas dengan publikasi dan sosialisasi yang dilakukan oleh media," lanjutnya.

Hal - hal ini sebenarnya sudah dilakukan oleh masing - masing pihak tetapi bagaimana sinergitas antara kelima unsur ini perlu ditingkatkan atau dimaksimalkan. 

Ketika terjadi bencana di NTT, semua elemen lima unsur ini sudah bergerak sesuai dengan kapasitas masing - masing dan juga memiliki peran - peran yang saling mendukung satu sama lain.

Berbicara tentang strategi itu adalah masalah sinergitas sektor. 
Salah satu strateginya, ujar Anggoro, kalau bicara FPRB adalah satu platform yang dalam keadaan urgent merupakan pengejewantahan dari Undang - Undang dimana ada unsur masyarakat, lembaga usaha, akademisi dan juga media.

 "Empat ini bisa sama - sama didalamnya terkait dengan kebencanaan seperti itu. Namun saya melihat belum semua forum PRB yang ada di beberapa wilayah itu beranggotakan kelima unsur pentahelix ini," katanya.

Strategi lain adalah pengurangan risiko bencana, kolaborasi yang dilakukan adalah bersama - sama untuk "mengeroyok" sebuah kegiatan yang dilakukan.(cr4)

Moderator Diskusi, Tori Kuswardono, RABU/19/05/2021
Moderator Diskusi, Tori Kuswardono, RABU/19/05/2021 (POS-KUPANG.COM/MICHAELLA UZURASI)
Sumber: Pos Kupang
Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved