Beginilah Nasib Orient Riwu Kore, MK Anulir Kemenangan Orient di Pilbup Sabu Raijua, Reaksi Orient?
MK Anulir Kemenangan Orient Patriot Riwu Kore di Pilbup Sabu Raijua, Pemilu Digelar Ulang
POS-KUPANG.COM - Nasib Orient Riwu Kore Sudah Diputuskan, MK Anulir Kemenangan Orient di Pilbup Sabu Raijua, Reaksi Orient?
Kemenangan Orient Patriot Riwu Kore dalam Pemilihan Bupati Sabu Raijua, NTT, dianulir oleh Mahkamah Konstitusi (MK)
"Mengabulkan permohonan pemohon untuk sebagian. Menyatakan batal keputusan KPU Kabupaten Sabu Raijua. Menyatakan diskualifikasi Sabu Raijua, Orient Patriot Riwu Kore-Thobieas Uly," ujar Ketua MK Anwar Usman yang dibacakan di gedung MK dilihat Tribunnews via lewat kanal YouTube MK, Kamis (15/4/2021).
Dengan demikian, Thobias Uly sebagai wakil Orient juga ikut gugur.
Baca juga: MK Diskualifikasi Orient Riwu Kore-Thobias Uly Sebagai Bupati dan Wakil Bupati Terpilih Sabu Raijua
Baca juga: Orient Riwu Kore Prihatin Atas Bencana di Sabu Raijua
Baca juga: Orient Akui Berstatus Warga Negara AS, Singgung Sikap Bawaslu dan KPU Saat Pilkada Sabu Raijua
Namun, MK menyatakan gugurnya Orient tidak otomatis peringkat kedua langsung menang. Perlu digelar pilkada ulang dengan diikuti 2 calon dalam jangka waktu 60 hari sejak putusan MK diucapkan.
Diketahui, kemenangan Orient digugat oleh kontestan Pilbup Saju Raijua, Taken Irianto Radja Pono dan Herman Hegi Rdja Haba.
MK pun menyatakan secara faktual Orient adalah pemilik paspor AS dan paspor Indonesia.
Hakim Konstitusi Saldi Isra menyebut Orient tidak jujur saat mengajukan permohonan paspor Indonesia dan mengajukan permohonan administrasi pendaftaran ke KPU Sabu Raijua.
Dikatakan Saldi, Orient memiliki paspor AS hingga 2027, sementara Indonesia memiliki status kewarganegaraan tunggal.
"Sehingga tidak memenuhi syarat sebagaimana diatur dalam pasal 7 ayat 1 UU 10/2017 sebagai calon Bupati Sabu Raijua. Maka harus dinyatakan batal demi hukum," sambung Saldi.
Sebelumnya, Menteri Hukum dan HAM Yasonna Laoly menyebut, paspor Amerika Serikat (AS) milik bupati terpilih Sabu Raijua, Nusa Tenggara Timur (NTT) Orient Patriot Riwu Kore berlaku hingga tahun 2027.
Bahkan, kata Yasonna, Orient Patriot memiliki paspor Indonesia yang akan berakhir pada 2024, mendatang. Sehingga, dia memiliki dwikewarganegaraan.
Hal itu disampaikan Yassona dalam rapat kerja dengan DPR Komisi III melalui siaran YouTube DPR RI, Rabu (17/3/2021).
"Benar bahwa dia memiliki paspor Amerika, bahkan juga memiliki paspor Indonesia. Diketahui, paspor Amerikanya itu akan berakhir 2027, paspor Indonesianya akan berakhir April 2024," kata Yasonna.
Yasonna menjelaskan, hal itu diketahui setelah Direktorat Jenderal Administrasi Hukum Umum menghubungi Orient soal kasus dwikewarganegaraannya.
"Di samping menikah dengan warga negara Amerika, juga bekerja dalam satu proyek strategis cukup penting di Amerika sehingga memungkinkan dia dengan mudah dapat memperoleh kewarganegaraan di Amerika," tambah Yasonna.
Yasonna menjelaskan, berdasarkan Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2006, laki-laki WNI yang menikah dengan WNA akan kehilangan kewarganegaraannya dan tetap dapat mengajukan keinginannya menjadi WNI kepada pejabat atau perwakilan Republik Indonesia.
Diketahui, dari hasil penghitungan suara KPU Kabupaten Sabu Raijua, pasangan Calon Nomor Urut 2 Orient P. Riwu Kore dan Thobias Uly meraih suara terbanyak dengan perolehan suara sebesar 21.363 suara.
Kemudian, urutan kedua suara terbanyak diraih oleh Paslon Nomor Urut 1 Nikodemus N Rihi Heke-Yohanis Uly Kale yang meraih 13.313 suara.
Terakhir, Paslon Nomor Urut 3 Takem Irianto Radja Pono-Herman Hegi Radja meraih 9.557 suara
Baca juga: Saksi Ahli Soroti Status Orient dan Keabsahannya Maju di Pilkada Sabu Raijua
Baca juga: Saksi Ahli Soroti Status Orient dan Keabsahannya Maju di Pilkada Sabu Raijua
BACA JUGA BERITA SEBELUMNYA:
Hal pertama tentu saja ini sebuah kabar buruk dan jika terbukti benar maka sungguh memalukan bangsa ini. Dan yang akan sangat dirugikan adalah masyarakat Sabu Raijua itu sendiri karena proses politik yang menelan biaya sekitar 15 Milyar dari APBD mereka ditambah biaya lainnya, menjadi sia-sia karena hasilnya menjadi kontroversi seperti ini.
Demikian disampaikan pengamat politik, Mikhael Rajamuda Bataona dari Universitas Widya Mandira Kupang kepada POS-KUPANG.COM, Rabu (3/02) malam.
Dikatakan Mikhael, belum lagi pertarungan pilkada kali lalu yang cukup keras dan meletihkan akhirnya justru menjadi viral secara nasional.
"Secara hukum dan administrasi tentu saja ini sebuah pelanggaran administrasi negara yang sangat serius," katanya
"Jelas bahwa dalam konstitusi kita, semua orang berhak memilih dan dipilih tapi hak itu hanya dimiliki oleh Warga Negara Indonesia. Bukan warga negara Asing," ungkap Mikhael
Ia menegaskan, jika ada warga negara asing yang sampai lolos menggunakan hak memilih dan dipilih dalam sebuah hajatan politik, maka yang patut diduga merekayasa hal tersebut adalah para penyelenggara. Sebab regulasi jelas menggariskan itu bahwa itu hanya berlaku bagi seorang warga negara Indonesia.
Jadi, kata Mikhael, mereka yang pernah menjadi warga negara Indonesia lalu karena dengan tahu dan mau bekerja di negara lain dan menetap dalam waktu lama kemudian dengan sadar menerima status kewarganegaraan dari negara lain, maka dengan sendirinya statusnya sebagai WNI gugur.
Sehingga meskipun yang bersangkutan memiliki EKTP, dia tidak bisa otomatis ikut memilih dan dipilih. Apalagi sampai diloloskan oleh para penyelenggara.
"Nah dalam kasus Pak Orien, ketika dia sudah terkonfirmasi secara sah bukan seorang WNI, apalagi surat resmi itu dikeluarkan oleh Kedutaan Besar AS maka clear dan sah bahwa dia secara otomatis gugur dan tidak bisa menjadi Bupati," ujarnya
Pengajar komunikasi politik FISIP Unwira Kupang ini mengungkapkan, karena apabila kasus ini dibiarkan dan tidak diproses sesuai pasal yang ada dalam pasal 7 UU Nomor 10 tahun 2016 maka ke depannya, Indonesia akan dibanjiri para calon Bupati dan Wali Kota hingga Gubernur bahkan Presiden dari Luar Negeri. Yaitu orang-orang Indonesia yang hidup lama di luar negeri dan sudah meninggalkan status kewarganegaraannya.
"Mereka bisa pulang dan mencalonkan diri sebab mereka lahir dan besar di Indonesia. Tetapi karena bekerja lama dan tinggal tetap di luar negeri sehingga status WNI mereka sudah dicabut. Dalam kasus calon Bupati Sabu, Jika dilihat secara hukum dan politik, konsekuensi yang akan diterima adalah pengesahannya sebagai Bupati akan batal demi hukum,"tegasnya
Bayangkan saja jika kasus ini dibiarkan dan pelantikan tetap dilakukan? Itu akan menjadi preseden buruk ke depannya. Karena para WNA bisa saja hanya dengan modal penerbitan EKTP di Dukcapil, kemudian menjadi calon dan terpilih di Indonesia.
Baca juga: MK Diskualifikasi Orient Riwu Kore-Thobias Uly Sebagai Bupati dan Wakil Bupati Terpilih Sabu Raijua
Baca juga: Orient Riwu Kore Prihatin Atas Bencana di Sabu Raijua
Inilah alasan mengapa kasus ini sangat serius secara politik karena berkaitan dengan keadulatan dan martabat sebuah bangsa.
"Jadi ini bukan saja masalah perebutan kekuasaan an sic, tapi tentang pertaruhan bagi harkat dan martabat bangsa ini,"tandasnya
Apalagi berdasarkan kronologisnya sudah terbaca bahwa kecurigaan itu sudah ada sejak awal. Tapi meski terlambat, sejak adanya klarifikasi resmi yang dikeluarkan Kedubes AS, "saya kira sejak saat itu juga hak yang bersangkutan sebgai WNI berdasrkan EKTP sudah gugur dan otomatis secara yuridis tidak bisa lagi disertakan dalam urusan berita acara hasil Pilkada. Karena bagaimana mungkin Menteri atau Gubernur melantik warga negara asing sebagai Bupati? Itu akan lebih viral lagi dan mempermalukan presiden Jokowi dan lembaga2 negara,"tambahnya
Apalagi belakangan ini di mana-mana sedang digelorakan semangat nasionalisme. Jika ini dibiarkan karena ada permainan kekuasaan, maka kehormatan bangsa ini menjadi taruhannya.
Selain itu, jika dicek maka kasus ini bukan tiba-tiba terjadi. Sejak awal ternyata sudah ada informasi.
Masalahnya adalah KPU hanya berpegang pada EKTP. Padahal di mana-mana EKTP itu bukan satu-satunya garansi.
Dalam kasus terorisme misalnya banyak pelaku yang punya lima sampai enam KTP. Jadi dalil bahwa hal trsebut sudah diteliti, ia berpikir tidak akan dipercaya oleh publik. Bahkan publik sudah menyeruhkan agar KPK juga dilibatkan dalam kasus ini karena para penyelenggara dianggap tidak objektif.
Jika mau fair maka Ini tugas KPU, Bawaslu dan Kementerian Dalam Ngeri untuk memutuskan apakah kasus ini akan dibawah ke rana pidana. Sebab kredibilitas lembaga-lembaga ini dipertaruhkan dalam kasus yang sangat heboh dan demikian viral ini.
"Tentu saja pihak Dukcapil Kota Kupang yang mengeluarkan EKTP juga akan dimintai klarifikasi. Apakah itu murni atau di sana ada permainan kekuasaan,"bebernya
Publik akan mengejar terus kebenaran kronologisnya. Termasuk juga pihak imigrasi dan lembaga lainnya yang berhubungan dengan persoalan ini akan terus disorot publik.
Baca juga: MK Diskualifikasi Orient Riwu Kore-Thobias Uly Sebagai Bupati dan Wakil Bupati Terpilih Sabu Raijua
Baca juga: Tanggapan Pakar Hukum Soal Fakta Sidang Orient Riwu Kore di MK
"Saya kira dampak kasus ini secara hukum dan politik sudah jelas yaitu sebagaimana diatur dalam pasal 7 Undang-undang Nomor 10 Tahun 2016 (UU Pilkada), bahwa syarat pertama calon kepala daerah adalah warga negara Indonesia (WNI)," lanjut Mikhael
Jadi apabila Bupati terpilih ternyata warga negara asing, maka hak yang bersangkutan sudah gugur sejak awal pencalonan. Jika aturan tidak ditegakan maka kredibilitas lembaga-lembaga tersebut akan hilang di mata masyarakat.
"Rakyat akan berpikir bahwa di negeri ini untuk berpindah status dari WNA menjadi WNI bukanlah sesuatu yang sulit. Dan rakyat juga akan semakin percaya bahwa dalam lembaga-lembaga negara kita ada jaringan mafia yang bisa diatur,"pungkasnya.
Laporan Reporter Tribunnews.com, Reza Deni
:quality(30):format(webp):focal(0.5x0.5:0.5x0.5)/kupang/foto/bank/originals/orient-riwu-kore.jpg)