Cerita Rakyat NTT

Cerita Rakyat NTT Salkupei dari Alor, Puteri Puitang HIlang, Tangei Barei Keringkan Air Laut

Cerita Rakyat NTT Salkupei dari Alor, Tombak Tangei Barei Keringkan Air Laut Gara-Gara Puterinya Puitang Diculik.

pinteres.com
laut kering 

POSKUPANGWIKI.COM - Cerita Rakyat Salkupei dari Alor, Tombak Tangei Barei Keringkan Air Laut.

Salkupei atau moko adalah salah satu cerita rakyat NTT yang berasal dari Kabupaten Alor.

Bagaimana ksiahnya?

Pada zaman dahulu  di Kecamatan Alor Selatan tepatnya di Kampung Siberla tinggalah seorang ayah yang bernama Tangei Barei dan anaknya bernama Puitang.

Puitang merupakan gadis yang paling cantik di kampung itu maka ayahnya merasa ragu bila ia sendirian tinggal di rumah.

Oleh karena itu untuk menjaga agar terhindar dari gangguan orang lain maka Tangei Barei menyuruh anaknya untuk tinggal diatas pohon kapok yang berduri sehingga tidak dihat dan diketahui orang lain.

Pada saat Puitang membutuhkan sesuatu seperti makan dan minum dan lain-lain, dia hanya memberi isyarat sehingga orang tidak mengetahuinya.

Puitang ini bukan hanya cantik tetapi juga harum dan wangi.

Pada suatu waktu keharuan Puitang tercium oleh Raja Pandai di Pulau Pantar atau Pulau seberang.

Suatu ketika Raja Pandai bersama rakyatnya datang ke tempat Puitang, tetapi ternyata Puitang tinggal diatas pohon kapok yang sangat tinggi.

Setibanya Raja Pandai di bawah pohon ia langsung memanggil Puitang untuk turun dari atas pohon dan mereka berdialog sebagai berikut :

Raja Pandai Berkaa : "Puitang sayangku tolong turunlah dari atas pohon karena aku ingin mengawinimu.

Puitang : "Saya tidak mau turun."

Raja Pandai : " Bila engkau tidak mau turun coba buka pakaianmu dan lihatlah bila tidak apa-apa maka biarlah engkau tetap diatas pohon."

Puitang bergegas membuka pakaiannya dan memperhatikan tubuhnya ternyata di hamil dan dengan hati yang gelisah ia langsung mencari jalan untuk turun dari pohon kapok.

Namun upayanya sia-sia karena pohon tersebut tinggi dan berduri.

Raja Pandai mencari akal dengan menancapkan kayu agar Puteri Puitang bisa turun.

Sesampainya Puitang di bawah pohon, Raja Pandai membunuh seekor kambing dan darahnya digosokan pada pohon kapok untuk mengelabui seakan-akan Puitang telah dibunuh orang.

Setelah mengatur siasat, Raja Pandai langsung memboyong Puteri Puitang ke Pulau Pantar.

Setelah pulang dari kebun, Bapak Tangei Barei mencek anaknya ke atas pohon ternyata Puteri sudah tidak ada lagi dan dia melihat ada darah yang berceceran di sekitar pohon kapok itu.

Ia menduga bahwa anaknya pasti sudah dibunuh orang.

Bapak Tangei Berai memiliki seekor anjing yang bernama Lik Lak.

Lik Lak artinya mencari sesuatu yang hilang dan pasti akan ditemukan.

Anjing Lik Lak langsung mencari jejak dan sesampaiknya di pinggir pantai anjing itu berpaya untuk terjun dalam laut.

Melihat gelagat anjing seperti itu, Bapak Tangei Barei mengambil tombak dan mengangkat sumpah, "Jika anak saya yang hilang sudah dibawa orang dan sekarang ada di seberang laut maka laut ini akan menjadi kering agar saya bisa menyeberang untuk menemuinya."

Setelah mengangkat sumpah, lautpun menjadi kering dan anjing langsung masuk ke tempat yang kering bersama Bapak Tagei Barei.

Setelah sampai di seberang, laut kembali seperti semula.

Sesampainya mereka di pantai Pandai, anjing pun bergegas mencari jejak dan sampai di rumah Raja Pandai.

Pada saat itu juga sedang berlangsung upacara perkawinan Raja Pandai dengan Puteri Puitang.

Anjing Lik Lak langsung masuk rumah.

Tangei Barei duduk di sebuah mata air dekat rumah Raja Pandai.

Anjing Lik Lak betingkah seolah-olah menemukan sesuatu dengan gerak gerik ekornya dan menemui Puteri Puitang.

Puteri Puitang tercengang dan bertanya dalam hatinya:  "Anjing Lik Lak itu datang dengan siapa? dan dengan apa dia datang kesini?"

Tidak lama kemudian datang seorang pembantu memberitahukan kepada Puteri Puitang bahwa ada seorang Bapak duduk di dekat mata air.

Ternyata apa yang diduga betul, karena yang duduk itu adalah Bapaknya sendiri.

Ia berlari menghampiri Raja Pandai dan bersama-sama merayakan pesta perkawinan mereka.

Setelah selesai pesta mereka tinggal bersama-sama selama satu bulan.

Saat Bapak Tangei Barei pulang ke kampungnya di Siberlah dia diberi satu buah moko bernama Salkupei, sebagai belis.

Setelah itu Raja Pandai dan Puteri Puitang mengantar Bapak Tangei Barei di Pantai Siberla dan Raja Pandai dan Puteri Puitang kembali ke Pandai. (*)

Dilansir pos-kupang.com dari buku Himpunan Cerita Rakyat NTT Seri I yang dibuat oleh Unit Pelaksana Teknis Dinas (UPTD) Arkelogi Kajian Sejarah dan Nilai Tradisional Provinsi NTT, Tahun 2004.

Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved