Ayah Pramugari Sriwijaya Air Mia Tre Setiyani Wadu: Saya Bisa dapat Jasadnya

SALAH satu Pramugari Pesawat Sriwijaya Air SJY-182 rute Jakarta-Pontianak adalah Mia Tre Setiyani Wadu

Editor: Kanis Jehola
Istimewa
Pramugari Sriwijaya Air Mia Zet Wadu saat foto bersama sang ayah asal Sabu, Nusa Tenggara Timur. 

POS-KUPANG.COM - SALAH satu Pramugari Pesawat Sriwijaya Air SJY-182 rute Jakarta-Pontianak adalah Mia Tre Setiyani Wadu. Wanita berdarah Sabu Raijua, NTT yang berdomisili di Denpasar, Bali. Mia terdaftar sebagai Ikatan Keluarga Besar Flobamora Kolorai Hawu, Sabu Raijua Bali.

"Benar, Mia Zet Wadu, keponakan saya merupakan pramugari dan ikut dalam penerbangan Sriwijaya Air yang hilang kontak dalam penerbangan Jakarta-Pontianak, mohon dukungan doanya," ujar Johny Lay, paman Mia Wadu ketika dikonfirmasi di Denpasar, Minggu (10/1/2021).

Pesawat Sriwijaya Air SJY-182 dengan rute Jakarta-Pontianak, take off pada 14.36 WIB dari Bandara Soekarno-Hatta. Pesawat Sriwijaya Air jatuh dan meledak di kawasan Kepulauan Seribu, Sabtu (9/1).

Baca juga: Air Bersih untuk Pelanggan di Sikka Masih Mengandalkan Pompanisasi dan Gravitasi

Johny menuturkan, dua minggu lalu Mia sempat berpesan kepada orangtuanya untuk mempersiapkan dan membersihkan rumahnya karena ia berencana berlibur dan berkunjung ke rumah bersama teman-temannya. Terlebih lagi, saat Hari Raya Natal kemarin, Mia tidak bisa pulang ke rumah.

Foti almarhum Mia Trisetyani, pramugari Sriwijaya Air asal Sabu NTT sebelum kejadian
Foti almarhum Mia Trisetyani, pramugari Sriwijaya Air asal Sabu NTT sebelum kejadian (Dokumentasi Keluarga)

"Dua minggu sebelumnya karena tidak bisa Natalan, Mia telepon orang tua. Minta tolong bersihkan rumah dan persiapkan rumah karena libur mau ke rumah. Orangtua sudah melaksanakan merehab membersihkan kamar mandi toilet dan kamar tidur," ungkap Johny.

Baca juga: Update Covid-19 NTT : 61 Pasien Covid-19 di NTT Sembuh Pada Minggu Pembaptisan Tuhan

Johny menyebut orangtua korban juga sempat kontak dengan Mia sesaat sebelum jadwal keberangkatan Mia. Namun, kali ini orangtua Mia tak kunjung mendapat kabar bahwa anaknya telah tiba di tujuan, sebagaimana yang biasanya dilakukan. Menurut keterangan Johny, Mia sudah menjadi pramugari sejak 4-5 tahun yang lalu atau sekitar tahun 2016.

Keluarga Mia Wadu menggelar ibadah penguatan di kediaman Jalan Tukad Gangga, Gang Tirta Gangga, Denpasar Selatan, Denpasar, Bali, Minggu (10/1). Pantauan Tribun Bali di lokasi, tampak sejumlah kerabat dan rekan Mia Wadu berdatangan di rumah sejak sekitar pukul 16.30 Wita. Sore ini digelar ibadah doa penguatan bagi Mia. Tangis kerabat dan rekan Mia pecah saat ibadah berlangsung.

Kedua orangtua Mia tampak terpukul atas berita duka musibah jatuhnya pesawat Sriwijaya Air SJ 182 di perairan Kepulauan Seribu.

Ayah Mia, Zet Wadu (63) ikhlas apapun kabar mengenai putrinya yang ia kenal sebagai pribadi baik, penurut dan rajin beribadah itu.

"Harapannya supaya proses evakuasi lebih cepat, supaya semua dapat info yang pasti. Saya ikhlas dan menerima apapun kondisi Mia, baik dalam keadaan hidup atau tidak bernyawa. Ini kehendak Tuhan, kami siap jika dibutuhkan untuk proses identifikasi," ujar Zet Wadu.

Mia Wadu lahir di Denpasar Bali. Ayahnya, Zet Wadu yang merupakan pekerjaan swasta berasal dari Kabupaten Sabu Raijua.

Zet Wadu mengaku terpukul dengan kejadian yang dialami putrinya. Ia mengatakan, sebelum pesawat lepas landas dalam penerbangan itu, Mia masih berbicara dengannya melalui telepon.

"Kontak terakhir, kemarin jam 3 (pukul 15.00 Wita). Dia mau terbang, dia kontak, pokoknya dia kasih lapor sama kita, papa saya mau terbang," kisah Zeth dengan suara berat, ketika dihubungi via telepon, Minggu malam.

Seperti kebiasaan, kata Zet, Mia akan selalu melaporkan seluruh aktivitas kepadanya. Ketika pesawat landing, Mia akan memberi laporan. Demikian pula saat sampai di hotel atau melakukan berbagai aktivitas lain.

"Kesana, nanti setelah pesawat landing lapor lagi dia, papa saya sudah landing. Nanti setelah sampai di hotel, papa saya sudah di hotel, sudah habis mandi pa," kenang pria asal Sabu itu.

Mia, kata Zet, sangat dekat dengan dirinya. Bungsu dari dua bersaudara itu, selalu berkomunikasi dengannya setiap hari. Dari sekedar menanyakan kabar, mengingatkan makan hingga memberi pesan kepadanya untuk selalu menjaga kesehatan.

"Selalu yang dia tanya saya setiap hari, bapak sudah makan, bapak sehat, ingat jangan makan pedas bapa. Karena saya asam lambung, dua hanya ngomong begitu. Jaga kesehatan ya, jangan kerja berat, jangan paksa diri ya pak," kenang Zet.

"Setiap hari komunikasi dengan dia, makanya di sana hati saya hancur sekali," ujar Zet menahan isak.

Saking dekatnya, Mia bahkan rela tidak sekolah jika bapaknya itu sedang sakit. Mia lah yang akan ada untuk mengurus bapaknya.

"Dia dekat sekali sama saya, kalau saya sakit dia sampai tidur di bawah kaki, tidak mau sekolah lagi kalah saya sakit, bikin bubur bikin teh harus dia, tidak boleh mamanya," kenang Zet.

Kebersamaan terakhir mereka, kata Zet, saat Mia mengambil cuti kerja selama 2 pekan di rumah pada September 2020 lalu. Rencananya, akhir Januari 2021 nanti, Mia akan kembali berlibur di rumah karena pengajuan cutinya telah disetujui kantor. Tetapi apa daya, asa itu tidak mungkin terpenuhi.

Zet mengaku pasrah. Ia dan keluarga ikhlas atas apa yang menimpa anak perempuan satu satunya itu. "Saya sudah lemas badan, saya sudah pasrah. Yang penting saya bisa dapat jasadnya, saya bisa kubur sini, saya bisa tengok tengok kuburnya, itu kerinduan saya, itu aja," ungkap Zet.

Ia tidak dapat berangkat ke Jakarta untuk mengurus segala sesuatu terkait kecelakaan itu. Karenanya, semua itu akan diurus putranya, saudara sulungnya Mia.

"Besok saya suruh ke Jakarta sudah. Kalau sudah ketemu, masuk peti pun tidak boleh buka lagi. Tapi yang penting kami bisa dapat, biar kubur di sini," katanya. (hh/tribunbali)

Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

Berita Populer

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved