Pembubaran FPI
Pengamat Kritik Keras Pembubaran FPI Oleh Pemerintah, Ian Wilson: Berpotensi Kontraproduktif
Pengamat Kritik Keras Pembubaran FPI Oleh Pemerintah, Ian Wilson: Berpotensi Kontraproduktif
Dibentuk setelah jatuhnya Soeharto pada tahun 1998, FPI terkenal atas aksinya menyerang bar dan rumah bordil serta mengintimidasi agama minoritas. Namun, organisasi ini juga dikenal kerap menawarkan bantuan selama bencana alam.
Pengaruh politiknya telah meningkat dalam beberapa tahun terakhir, terutama setelah perannya dalam demo pada tahun 2016 terhadap mantan gubernur Jakarta, Basuki Tjahaja Purnama yang dipenjara atas tuduhan penodaan agama.
Pemerintah melihat demonstrasi sebagai salah satu ancaman terbesar terhadap pemerintahan Presiden Joko Widodo.
Baca juga: Kapolri Keluarkan Maklumat tentang Ciri Konten FPI yang Dilarang dan Dapat Dikenakan UU ITE
Keputusan yang berpotensi mendiskriminasi
Di sisi lain, pengamat Hukum Tata Negara, Margarito Kamis mengatakan, bahwa pernyataan menteri bukanlah hukum.
"Pernyataan dari seorang menteri bukan hukum, pernyataan dari Presiden sekalipun bukan hukum. Kecuali di negara otoriter, apa yang keluar dari mulut pejabat itu hukum."
"Di negara demokrasi tidak, di sistem hukum kita tidak, pernyataan itu bukan hukum," tutur Margarito kepada Republika (30/12).
Menurut Maragarito, tidak ada dasar bagi pemerintah untuk membubarkan FPI karena organisasi ini tidak memperpanjang SKT di Kementerian Dalam Negeri sejak Juni 2019.
"Kan dia tidak mendaftar, mau bubarkan bagaimana, syarat pembubaran kan mencabutnya dari register, kalau dia nggak ada dalam register apa yang mau dicabut?" ujar Margarito.
Sementara itu, Amnesty International Indonesia menilai pelarangan kegiatan, penggunaan simbol dan atribut serta penghentian kegiatan organisasi kemasyarakatan (ormas) Front Pembela Islam (FPI) akan semakin menggerus kebebasan sipil untuk berpendapat ataupun berekspresi.
"Keputusan ini berpotensi mendiskriminasi dan melanggar hak berserikat dan berekspresi, sehingga semakin menggerus kebebasan sipil di Indonesia," ujar Direktur Eksekutif Amnesty Internasional Indonesia, Usman Hamid dalam keterangan tertulisnya, Rabu (30/12).
Menurut Usman, pelarangan ini terjadi karena Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perppu) No. 2/2017 diterima DPR RI sebagai Undang-Undang baru, meskipun banyak menuai kritikan karena secara signifikan memangkas prosedur hukum acara pelarangan maupun pembubaran ormas, dengan menghapus mekanisme teguran dan pemeriksaan pengadilan.
"UU ini bermasalah dan harus diubah. Menurut hukum internasional sebuah organisasi hanya boleh dilarang atau dibubarkan setelah ada keputusan dari pengadilan yang independen dan netral," jelasnya.
Larangan yang mungkin kontraproduktif
Dr Ian Wilson, dosen senior dalam studi politik dan keamanan dan peneliti di Pusat Penelitian Asia, Murdoch University di Australia, mengatakan larangan itu mungkin kontraproduktif.
"Melarang FPI tidak akan banyak mengurangi faktor-faktor yang telah mendorong popularitasnya sebagai fenomena sosial, dan kemungkinan akan \'meradikalisasi\' beberapa anggota dan simpatisan," katanya.