Susi Pudjiastuti Ungkap 3 Kebijakan Lamanya yang Dihilangkan Edhy Prabowo, Sebut Tokoh Penting Ini

Susi Pudjiastuti Ungkap 3 Kebijakan Lamanya yang Dihilangkan Edhy Prabowo, Sebut Tokoh Penting Ini

Editor: maria anitoda
KOMPAS.COM/WISNU NUGROHO
Susi Pudjiastuti Ungkap 3 Kebijakan Lamanya yang Dihilangkan Edhy Prabowo, Sebut Tokoh Penting Ini 

POS-KUPANG.COM - Susi Pudjiastuti Ungkap 3 Kebijakan Lamanya yang Dihilangkan Edhy Prabowo, Sebut Tokoh Penting Ini

Susi Pudjiastuti enggan menanggapi kasus suap yang menjerat Menteri Kelautan dan Perikanan, Edhy Prabowo.

Namun demikian, Susi menegaskan dirinya tidak kaget dengan adanya kejadian itu.

Baca juga: Tahun 2021 Tak Ada Ujian Nasional Tapi Asesmen Nasional, Apa Bedanya? Cek Yuk Jangan Sampai Salah

Baca juga: Sembuh Total dari Cedera, Bek Persebaya M Syaifuddin Belum Berani Berlatih Secara Tim di Lapangan

Baca juga: Budi Gunadi Sadikin Bukan yang Pertama, Presiden Soekarno Tunjuk Menteri Kesehatan Bukan Dokter  

Menurutnya, sejak dirinya menjabat sebagai Menteri sudah ada upaya menyogok dirinya Rp 5 triliun namun dirinya tak mau.

"Sudah dari dulu ada tawaran tapi general, illegal fishing, kapal asing dan lain sebagainya," ungkap Susi di Mata Najwa.

Terkait kasus suap ekspor benih lobster, Susi Pudjiastuti menyatakan permainan selalu ada.

Pada kesempatan itu, Susi juga mengatakan bahwa dirinya selama lima tahun sudah berjuang agar tak dilakukan ekspor benih lobster.

"Ini jalannya, dan saya berjuang untuk itu selama 5 tahun, tapi saya gagal," kata Susi.

Terkait berbagai kebijakan yang sudah dibuatnya saat menjabat Menteri KKP yang tak lagi digunakan saat ini, Susi mengungkapkan dirinya terkadang merasa sia-sia.

"Terkadang iya. Tapi saya berfikir lagi, saya sudah melakukan yang terbaik. Terkadang saya menangis, seperti itu, tapi saya tidak bisa melakukan apapun," katanya. 

''Orang-orang yang memiliki kekuasaan bersikeras merusaknya dan saya tidak bisa melakukan apa-apa,'' paparnya.

Susi mengatakan, saat ini dirinya menyadari bagaimana peraturan dapat diubah seenaknya oleh orang-orang yang memiliki kekuasaan.

''Dan itu menyedihkan,'' kata Susi.

"Tapi bagi saya, saya selalu percaya pada kekuatan alam dan itu kuat. Jadi kalau kita bilang, suatu hari alam akan membalasmu," katanya.

Aturan Era Susi Pudjiastuti yang Ditenggelamkan Edhy Prabowo

Berikut sederet aturan era Susi yang "ditenggelamkan" Edhy Prabowo:

Baca juga: Tahun 2021 Tak Ada Ujian Nasional Tapi Asesmen Nasional, Apa Bedanya? Cek Yuk Jangan Sampai Salah

Baca juga: Sembuh Total dari Cedera, Bek Persebaya M Syaifuddin Belum Berani Berlatih Secara Tim di Lapangan

1. Membuka ekspor benih lobster

Pada era Susi, terbit Peraturan Menteri (Permen) Nomor 56 Tahun 2016 tentang Larangan Penangkapan dan atau Pengeluaran Lobster, Kepiting, dan Rajungan dari Indonesia.

Larangan inilah yang masuk daftar Edhy untuk direvisi.

Menurut mantan anggota Komisi IV DPR ini, larangan lobster banyak merugikan nelayan.

Edhy mengaku punya cukup alasan merevisi Peraturan Menteri (Permen) Nomor 56 Tahun 2016 tentang Larangan Penangkapan dan atau Pengeluaran Lobster, Kepiting, dan Rajungan dari Indonesia.

"Kita libatkan masyarakat untuk bisa budidaya (lobster). Muaranya menyejahterakan," kata Menteri Edhy dalam keterangan tertulisnya.

Dikatakannya saat itu, angka penyelundupan benih lobster sangatlah tinggi.

Ketimbang jadi selundupan yang tak menguntungkan negara, lebih baik ekspor dibuka sehingga mudah dikendalikan.

Edhy menegaskan, dia tidak menutupi apa pun dalam kebijakan ekspor benih lobster. Sebelum melegalkan ekspor benih lobster, KKP telah melakukan kajian mendalam lewat konsultasi publik.

"Terdapat 13.000 nelayan yang menggantungkan hidup dari mencari benih lobster. Ini sebenarnya yang menjadi perdebatan, karena akibat ekspor dilarang mereka tidak bisa makan. Mereka tidak punya pendapatan. Ini sebenarnya pertimbangan utama kami," kata Edhy.

2. Bolehkan alat tangkap cantrang

Edhy mengaku telah melakukan kajian terkait keluarnya izin penggunaan cantrang.

Sebelumnya, larangan cantrang dan 16 alat tangkap yang dianggap merusak lingkungan lainnya mulai diberlakukan tahun 2018.

Larangan alat tangkap cantrang tertuang dalam Peraturan Menteri (Permen) KP Nomor 2 Tahun 2015 dan Permen KP Nomor 71 Tahun 2016.

Edhy mengaku, ada sejumlah pihak yang mengklaim penggunaan cantrang tidak merusak lingkungan.

Sebab, penangkapan menggunakan cantrang hanya digunakan di laut berdasar pasir maupun berlumpur, bukan di laut berterumbu karang.

Menurut pendapat tersebut, penggunaan cantrang di laut berterumbu karang justru akan merobek cantrang tersebut, bukan merusak terumbu karangnya.

"Ini bukan ngomong pengusaha besar. Banyak rakyat yang juga punya cantrang," kata politisi Partai Gerindra ini.

Dia menegaskan, kebijakan cantrang bukanlah kebijakan instan dan tanpa kajian.

Baca juga: Tahun 2021 Tak Ada Ujian Nasional Tapi Asesmen Nasional, Apa Bedanya? Cek Yuk Jangan Sampai Salah

Baca juga: Sembuh Total dari Cedera, Bek Persebaya M Syaifuddin Belum Berani Berlatih Secara Tim di Lapangan

Menurut dia, regulasi pelegalan cantrang yang dilarang pada periode Menteri KKP sebelumnya ditujukan untuk kesejahteraan masyarakat nelayan dan pembudidaya.

Edhy melihat banyak benturan antar-nelayan dengan nelayan tradisional.

Oleh karena itu, untuk mengakomodasi persoalan tersebut, KKP melakukan penataan sesuai zonasi.

Pencabutan larangan cantrang disusun berdasarkan hasil kajian tindak lanjut Menteri KP Nomor B.717/MEN-KP/11/2019 tentang Kajian terhadap Peraturan Bidang Kelautan dan Perikanan.

Lewat keputusan ini juga, Edhy juga mengganti beleid era Susi Pudjiastuti yang mencantumkan larangan penggunaan cantrang.

3. Penenggelaman kapal pencuri ikan

Rencana menghapus hukuman penenggelaman kapal sebenarnya juga jadi pertimbangan Edhy.

Edhy mengatakan, kapal yang harus ditenggelamkan hanya kapal pencuri ikan yang melarikan diri saat disergap.

Adapun kapal yang ditangkap dan perkaranya mendapat putusan hukum tetap lebih baik diserahkan kepada nelayan untuk dimanfaatkan.

Menurut Edhy, semangat penenggelaman kapal adalah menjaga kedaulatan. Kebijakan itu baik, tetapi tidak cukup untuk memperbaiki pengelolaan laut.

Yang diperlukan saat ini adalah membangun komunikasi dengan nelayan, memperbaiki birokrasi perizinan, dan meningkatkan budidaya perikanan.

"Kalau hanya sekadar menenggelamkan, kecil buat saya. Bukannya saya takut, enggak ada (takut-takutan). Kita enggak pernah takut dengan nelayan asing, tapi jangan juga semena-mena sama nelayan kita sendiri," kata Edhy di Menara Kadin, Jakarta, Senin (18/11/2019).

Bukannya menenggelamkan, Edhy justru akan menghibahkan kapal-kapal ikan kepada nelayan sesuai kemampuannya.

Inisiatif tersebut berdasarkan koordinasinya dengan Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman Luhut Binsar Pandjaitan dan Kejaksaan Agung.

"Ini kita serahkan ke nelayan. Semua kemampuan nelayan kita data semua. Ada beberapa hasil pengadilan yang dimusnahkan. Tapi, kita lihat lagi yang akan dimusnahkan itu masih memungkinkan untuk disita negara dan direparasi untuk nelayan atau bagaimana," ujarnya.

Edhy sendiri sempat menyebut tujuh kapal pencuri ikan yang sebaiknya dihibahkan saat kunjungan ke Pontinak.

Adapun kapal-kapal hasil tangkapan yang sudah memiliki ketetapan hukum dapat diberikan kepada nelayan serta dimanfaatkan untuk kepentingan pendidikan.

"Kapal ini akan diserahkan ke Kejaksaan. Karena banyak sekali kampus-kampus ini punya jurusan perikanan, kenapa enggak saya serahkan ke sana. Atau misalnya nanti kita serahkan ke koperasi nelayan. Kan bisa," ungkap Edhy dalam keterangan resminya, Kamis (9/1/2020). Hal itu disampaikannya usai meninjau langsung tiga kapal ikan asing berbendera Vietnam di Stasiun PSDKP Pontianak.

----------------

Sebagian artikel ini telah tayang di Kompas.com dengan judul https://money.kompas.com/read/2020/07/06/121614326/sederet-aturan-era-susi-yang-ditenggelamkan-edhy-prabowo?page=all

Sumber: Kompas.com
Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved