OTT Menteri KKP

Dua Tersangka Serahkan Diri, Ada Dugaan Keterlibatan Pemberi Suap Lain Terkait Kasus Edhy Prabowo 

Terkait kasus yang menyeret Menteri Kelautan dan Perikanan nonaktif Edhy Prabowo, ada dugaan keterlibatan pihak lain yang juga memberikan suap.

Editor: Benny Dasman
tribunnews.com
Menteri KKP Edhy Prabowo kenakan rompi oranye usai pemeriksaan di KPK 

POS KUPANG, COM -  Terkait kasus yang menyeret Menteri Kelautan dan Perikanan nonaktif Edhy Prabowo, ada dugaan keterlibatan pihak lain yang juga memberikan suap.

Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) memastikan akan mendalami keterlibatan pihak lain dalam kasus ini.

Seperti yang ramai diberitakan, Edhy Prabowo tersandung kasus dugaan suap terkait izin ekspor benih lobster.

Edhy Prabowo terjaring operasi tangkap tangan di Bandara Soekarno-Hatta, Rabu (25/11/2020) dini hari.

Kala itu Menteri KKP ini baru pulang dari Honolulu, Hawai, Amerika Serikat.

Edhy Prabowo pergi ke Honolulu untuk melakukan kunjungan kerja.

Menteri KKP di Kabinet Indonesia maju ini menyaksikan penandatanganan kerja sama antara Kementerian Kelautan dan Perikanan dengan Oceanic Institute of Hawaii Pacific University.

Dari penangkapan tersebut, petugas KPK mengamankan 17 orang.

Di antaranya adalah Menteri KKP beserta istri dan beberapa pejabat di KKP.

Saat ini KPK masih terus menyelidiki dan mendalami kasus tersebut.

Deputi Penindakan KPK Karyoto menyebut, terbuka peluang adanya pemberi suap lain kepada Edhy untuk mengurus izin ekspor bibit lobster.

"Akan kita infokan pada hasil penyelidikan berikutnya, apakah ada tersangka baru atau tidak. Karena dari proses dimungkinkan bukan hanya orang-orang ini saja terlibat," kata Karyoto dalam konferensi pers, Kamis (26/11/2020).

Sejauh ini, KPK baru menetapkan satu orang tersangka pemberi suap yakni Direktur PT Dua Putra Perkasa Suharjito. Namun, KPK menduga ada lebih dari satu pemberi suap dalam kasus ini.

Dalam pengembangan kasus, KPK akan terus menggali informasi melalui dokumen, data, dan transaksi elektronik.

"Karena ini satu pemberi saja polanya seperti ini dan dari rekening yang ada kan jumlahnya melebihi dari satu pemberi. Tentunya akan ada pemberi-pemberi lain," kata Karyoto.

Selain Suharjito, KPK juga menetapkan enam tersangka, yakni Edhy Prabowo, staf khusus Menteri Kelautan dan Perikanan Safri dan Andreau Pribadi Misata.

Kemudian, pengurus PT Aero Citra Kargo Siswadi, staf istri Menteri Kelautan dan Perikanan Ainul Faqih, dan Amiril Mukminin.

Dalam kasus ini, Edhy diduga menerima uang hasil suap terkait izin ekspor bibit lobster senilai Rp 3,4 miliar dan 100.000 dollar AS melalui PT Aero Citra Kargo (PT ACK).

PT Aero Citra Kargo diduga menerima uang dari beberapa perusahaan eksportir bibit lobster karena ekspor hanya dapat dilakukan melalui perusahaan tersebut dengan biaya angkut Rp 1.800 per ekor.

Salah satu perusahaan yang membayar ke PT ACK adalah PT Dua Putra Perkasa. PT Dua Putra Perkasa diduga mentransfer uang Rp 731.573.564 ke rekening PT ACK agar dapat melakukan kegiatan ekspor.

Setelah itu, PT Dua Putra Perkasa memperoleh penetapan kegiatan ekspor benih lobster atas arahan Edhy melalui Tim Uji Tuntas dan telah melakukan 10 kali pengiriman menggunakan PT ACK.

Wakil Ketua KPK Nawawi Pomolango mengatakan, berdasarkan data, PT ACK dimiliki oleh Amri dan Ahmad Bahtiar. Namun diduga Amri dan Bahtiar merupakan nominee dari pihak Edhy Prabowo dan Yudi Surya Atmaja.

"Uang yang masuk ke rekening PT ACK yang diduga berasal dari beberapa perusahaan eksportir benih lobster tersebut, selanjutnya ditarik dan masuk ke rekening AMR (Amri) dan ABT (Ahmad Bahtiar) masing-masing dengan total Rp 9,8 miliar," kata Nawawi, Rabu (25/11/2020).

Kemudian, Bahtiar diduga mengirim uang Rp 3,4 miliar ke rekening milik istri Edhy.

Uang tersebut diperuntukkan bagi Edhy dan istri serta dua staf khusus Menteri Kelautan dan Perikanan.

"Antara lain dipergunakan untuk belanja barang mewah oleh EP (Edhy) dan IRW (Iis Rosyita Dewi, istri Edhy) di Honolulu AS ditanggal 21 sampai dengan 23 November 2020 sejumlah sekitar Rp 750 juta di antaranya berupa jam tangan Rolex, tas Tumi dan LV, baju Old Navy," kata Nawawi.

Dalam rangka penyidikan, KPK akan memulai penggeledahan pada Jumat (27/11/2020).

"Mudah-mudahan besok akan bisa kita laksanakan penggeledahan secara menyeluruh terhadap proses-proses yang sebagaimana kita ketahui dari hasil penyidikan awal," kata Karyoto.

Karyoto tidak membeberkan lokasi mana saja yang akan digeledah KPK.

Namun, ia memastikan lokasi yang digeledah sudah disegel oleh KPK, pada Rabu (25/11/2020).

Sementara, pada Kamis (26/11/2020), dua tersangka yakni Andreau dan Amiril menyerahkan diri ke KPK. Mereka tidak ikut terjaring dalam operasi tangkap tangan, pada Rabu (25/11/2020).

Setelah diperiksa penyidik, Andreau dan Amiril langsung ditahan di Rutan Cabang KPK di Gedung Merah Putih KPK untuk 20 hari pertama, menyusul penahanan lima tersangka lainnya.

"Kedatangan dua orang tersangka yang di belakang ini adalah karena kesadaran setelah kemarin kita umumkan, kita imbau untuk menyerahkan diri," kata Karyoto.

 
 Penangkapan Edhy turut mendapat respons dari sejumlah pegiat antikorupsi. Peneliti Pusat Kajian Antikorupsi UGM Zaenur Rohman mengatakan, penangkapan Edhy Prabowo menunjukkan KPK masih mampu dalam menjalankan tugasnya, kendati prosesnya tidak singkat.

"OTT ini menunjukkan bahwa KPK masih punya 'napas' meskipun kewenangan-kewenangan ampuhnya sudah dipreteli melalui Undang-Undang Nomor 19 tahun 2019," kata Zaenur.

Zaenur mengatakan, kinerja KPK saat ini memang menjadi sulit imbas revisi UU KPK yang mengatur bahwa penyadapan kini harus seizin Dewan Pengawas KPK.

Dalam kasus Edhy, menurut Zaenur, hal itu tercermin dari proses penyelidikan yang dimulai pada Agustus 2020 dan baru berujung dengan OTT pada November 2020.

"Jadi ini bukan barang OTT tiba-tiba, tetapi ini sebuah proses penyelidikan yang cukup panjang dilakukan oleh KPK," ujar Zaenur.

Peneliti Indonesia Corruption Watch (ICW) Kurnia Ramadhana mengatakan, penangkapan Edhy patut diapresasi namun tak berarti kinerja KPK kini sudah kembali ke era

sebelum revisi UU KPK.

"Proses hukum ini tidak begitu saja dapat diartikan bahwa kondisi KPK masih seperti sedia kala," kata Kurnia.

Kurnia pun mengingatkan KPK untuk tidak larut dalam euforia penangkapan Edhy.

Sebab, KPK masih memiliki utang untuk segera meringkus mantan caleg PDI-P Harun Masiku yang telah buron sejak Januari 2020.

"Dalam konteks ini ICW pun mempertanyakan: Kenapa aktor selevel Menteri dapat ditangkap KPK, sedangkan Harun Masiku tidak?" kata Kurnia. (TribunNewsmaker.com/*)

Sebagian artikel ini telah tayang di Kompas.com dengan judul Dugaan Keterlibatan Pemberi Suap Lain Dalam Kasus Edhy Prabowo

dan di Tribunnews.com Ada Dugaan Keterlibatan Pemberi Suap Lain Terkait Kasus Edhy Prabowo, Dua Tersangka Serahkan Diri

Sumber: Tribunnews
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved