Asmau Pasien Pertama Covid19 di NTT  

14 Hari di Kamar Isolasi Covid-19 Saya Memilih Tetap Hidup  

14 Hari di Kamar Isolasi Covid-19 RSUD Yohannes Kupang, Elyas Yohanis Asmau Pasien Pertama Covid-19 di NTT Memilih Tetap Hidup  

dok Elyas Yohanis Asamau
Elyas Yohanis Asamau bersama istri Wany Here Wila dan anak mereka, Elzaddah Asamau dan Albriant Pratama Asamau 

POS-KUPANG.COM - MARET 2020, saya masih tak kuatir bahkan tak peduli pada Covid-19. Meski di beberapa daerah di Indonesia dan di hampir sejumlah Negara di dunia telah terjadi pandemi Covid-19, saya tetap tak acuh.

Pikir saya, Covid-19 tak bakal masuk wilayah Provinsi Nusa Tenggara Timur atau NTT apalagi sampai menulari penduduk karena daerah ini beriklim tropis dan orang NTT punya fisik yang kuat. 

Anggapan dan keyakinan saya yang dangkal dan tak bisa dipertanggungjawabkan itu juga diyakini sebagian besar warga NTT saat itu.

Tak heran, meski di media social (medsos), media massa dan media elektronik sudah mulai membicarakan tentang pandemi Covid-19, warga NTT masih tenang-tenang saja beraktifitas seperti biasanya.

Di ruas-ruas jalan, kendaraan umum dan kendaraan pribadi masih tumpah ruah. Begitupun di tempat wisata, mall-mall masih penuh sesak dengan masyarakat tanpa masker.

Bahkan akhir Maret hingga Awal April setelah sejumlah provinsi di Indonesia berkategori zona merah untuk Covid-19 dan protokol kesehatan mulai diberlakukan pun, sebagian besar warga NTT masih adem ayem saja.

Ketenangan dan kenyamanan saya dan warga NTT mendadak sirna pada Jumat (10/4/2020) siang. Saat itu muncul video viral berdurasi 18 menit 45 detik yang diunggah seorang pria asal Kabupaten Alor Provinsi NTT.

Pria itu mengaku terpapar Covid-19 dan dirawat di rumah sakit Prof Dr WZ Yohannes Kupang. Sehari kemudian Sekretaris Gugus Tugas Covid-19, Marius Jelamu memberikan pernyataan pers, membenarkan kejadian itu.

Provinsi NTT pecah telur, warga NTT yang bernama Elyas Yohanis Asamau Alias El menjadi pasien 01 Covid-19 di Provinsi NTT.

Bagai guntur di siang hari. Video dan pernyataan resmi pemeirntah itu itu membuat saya termasuk masyarakat dan mulai waspada dan menaruh perhatian serius terhadap pandemi Covid-19.

Pemerintah mulai mengeluarkan aturan penerapan protokol kesehatan dan warga pun mulai mengikutinya. Mengenakan masker, mencuci tangan, menjaga jarak, menghindari kerumuman serta menggunakan handsanitizer guna mengantisipasi penularan Covid-19.

Pembatasan tatap muka, hingga penutupan tempat wisata dan mall mulai diberlakukan. Ruas jalan di Kota Kupang dan sekitarnya mulai sepi. Sebagian besar warga memilih tetap di rumah, tak bekerja. Bahkan sebagian warung dan rumah makan pun tak lagi menjalankan aktifitasnya. 

El pria berusia 32 tahun, berambut pendek warna hitam dan keriting itu menyita perhatian publik. Si pria berkulit gelap dan berkumis tipis itu menghancurkan anggapan bahwa Covid-19 tak bisa menyerang Provinsi NTT dan warganya.  

Elyas Yohanis Asmau Pasien Pertama Covid-19 di NTT saat menjalani perawatan di RSUD Dr. WZ Yohannes Kupang Maret 2020
Elyas Yohanis Asmau Pasien Pertama Covid-19 di NTT saat menjalani perawatan di RSUD Dr. WZ Yohannes Kupang Maret 2020 (dok Elyas Yohanis Asamau)

El mengaku membuat video untuk menjawab banyak pertanyaan yang ditujukan kepadanya melalui SMS, Whatsup (WA), DM Instagram dan inbox Facebook (FB).  Keluarga, teman dan kerabat bertanya tentang kondisi kesehatannya setelah dua dinyatakan terpapar Covid-19.

“Siapapun termasuk saya pasti tak akan mau terpapar Covid-19. Tapi karena sudah kena makanya saya menjelaskan ke publik tentang kondisi saya. Sekaligus mengajak orang lain untuk menjaga diri, tidak anggap enteng Covid-19 ,” jelas El kepada Pos Kupang Pertengahan November 2020 lalu.

Banyak hal yang dialami El sebelum dan setelah dinyatakan terpapar Covid-19 hingga mesti menjalani karantina selama 14 hari di kamar isolasi Ruamh Sakit Umum Daerah Prof. Dr WZ Yohannes Kupang. 

El mengisahkan, beberapa waktu lalu dia baru saja menyelesaikan beasiswa studi S2 di Washington DC. Dan bulan Maret 2020 dia lolos lagi dalam program beasiswa S3 sehingga mesti berangkat ke Jogjakarta.

EL berangkat ke Jogja tanggal 2 Maret 2020 untuk persiapan bahasa selama 2 minggu bersama 100-an penerima beasiswa dari Indonesia Timur. “Saya agak was-was karena sudah dengar ada Covid-19. Tapi saya pikir jika masih diijinkan kegiatan diluar daerah artinya kondisi masih aman, makanya saya tetap berangkat ke Jogja,” kata El.

Dua minggu di Jogja El melanjutkan kegiatan di Jakarta mulai tanggal 8 hingga 13 Maret bersama 200-an penerima beasiswa dari seluruh Indonesia. Selama kegiatan di hotel dari pagi hingga malam hari, peserta diwajibkan mengenakan masker, menggunakan dan sanitizer serta menjaga jarak. 

“Tak ada kesempatan jalan-jalan karena jalanan di Jakarta mulai sepi,” kata El.

Selanjutnya peserta kembali ke daerah asal untuk mengikuti kegiatan secara online. El sempat kembali ke Jogja beberapa hari dan menginap di kos-kosan keluarga lalu ke Bali sebelum pulang ke Kupang.

Selama beberapa malam di Jogja, El mengalami demam tinggi dan sempat periksa ke RS Siloam Jogja. “Saya biasa demam dan ada riwayat lambung sehingga saya tidak berpikir tentang Covid-19. Di rumah sakit Jogja saya periksa DBD dan hasilnya negative, dikasih vitamin,” kata El.

Beberapa hari di Bali pun El menggigil saat malam tiba namun keesokan harinya sembuh. Saat itu berita-berita Covid-19 makin gencar dan mulai ada pembatasan penerbangan antar daerah dan provinsi. Pemerintah menghimbau warga jangan pulang kampung. 

“Saya kembali ke Kupang 16 Maret. Sepupu saya dan istrinya yang ada di Bali juga pulang ke Maumere dan disana mereka dikarantina selama 14 hari tapi hasil tes Covid-19 negative,” jelas El.

Dalam perjalanan dari Bali ke Kupang El mulai kuatir karena mendapat kabar seorang teman peserta kegiatan di Jakarta meninggal dunia dan dicurigai terpapar covid-19. “Saya langsung pikir sampai Kupang harus isolasi mandiri di rumah,” kata El.

Di Kupang El menjalani isolasi mandiri selama 14 hari di kamar yang terpisah dari istri dan dua anaknya. El kuatir karena dirumah ada oma, istri dan bayi mereka berusia 3 bulan. "Lebih baik saya isolasi mandiri di rumah dan benar-benar saya tidak keluar rumah,” kata El.

Beberapa malam EL kembali demam tinggi, berkeringat dan batuk keras hingga jam 03.00 pagi. Padahal tak biasanya El batuk. Untuk meredakan batuknya, El minum air hangat dan vitamin hingga batuknya reda.

“Oma juga buatkan sup ayam dan sangat membantu. Saya minuman vitamin C agar imun tubuh meningkat. Tapi malah bikin lambung makin parah akhirnya saya stop minum vitamin C,” kata El.

Karena demam tak kunjung reda tanggal 26 Maret El ke klinik memeriksakan diri. EL menjelaskan riwayat perjalanannya dan suster yang mendengarnya langsung pucat. Lalu El diarahkan ke UGD RSU Yohannes Kupang tapi disana El disuruh pulang dan kembali besok pagi.

Keesokan harinya EL kembali ke UGD RSU Yohannes, lalu mengisi biodata dan diambil sampel darah kemudian pulang menunggu hasil. “Banyak sekali anggota dewan yang periksa, perawat pakai alat pelindung diri (APD). Saya sempat singgah ke Toko Gramedia dan beberapa apotik beli obat,” aku EL.

Elyas Yohanis Asmau Pasien Pertama Covid-19 di NTT saat menjalani perawatan di RSUD Dr. WZ Yohannes Kupang Maret 2020
Elyas Yohanis Asmau Pasien Pertama Covid-19 di NTT saat menjalani perawatan di RSUD Dr. WZ Yohannes Kupang Maret 2020 (dok Elyas Yohanis Asamau)

Menunggu hasil dari rumah sakit, EL terus mengisolasi diri di kamar hingga 14 hari. Karena tak ada kabar dari rumah sakit El berkesimpulan dirinya tak tak terpapar Covid-19 sehingga mulai keluar rumah dan berpergian sejak tanggal 5 April 2020.

“Kesimpulan saya, saya tak terpapar Covid-19 karena sudah 14 hari lewat dan rumah sakti pun tak ada kabar,” kata El.

Saat El berpergian tanggal 9 April dengan adik dan dua temannya, dia mendapat telepon dari rumah sakit. Saat itu mereka sedang makan di salah satu rumah makan di Kelurahan Oeba. Pihak rumah sakit minta minta El datang menjalani tes kedua.

“Saya tanya hasil tes pertama belum ada kenapa sudah tes kedua. Saya tidak mau tapi dari rumah sakit minta saya datang sehingga saya kesana,” kata El.

TIba disana, saudaranya menunggu di parkiran dan EL masuk ke rumah sakit dan dilayani oleh petugas yang sudah mengenakan APD. Lalu El diminta menyuruh keluarganya pulang. “Saya ijin ambil dokumen di mobil, mereka bilang satpam saja yang ambil,” kata El yang mulai curiga sesuatu terjadi kepadanya.

Selang beberapa lama kemudian dokter Nikson datang mengenakan APD lengkap dan memberitahukan kondisi yang dialami El.  “Agar saya tidak shok, dokter Nikson kasih cerita motivasi lalu dia bilang saya orang pertama yang terpapar Covid-19 di Provinsi NTT. Saya tak percaya hingga dia tunjukkan surat elektronik dari Ipad dan ada nama saya ada disana,” kata El.

Elyas Yohanis Asamau bersama istri Wany Here Wila dan anak mereka, Elzaddah Asamau dan Albriant Pratama Asamau
Elyas Yohanis Asamau bersama istri Wany Here Wila dan anak mereka, Elzaddah Asamau dan Albriant Pratama Asamau (dok Elyas Yohanis Asamau)

Dokter Nikson minta El jangan cemas, sebaliknya tetap tenang dan fokus pada penyembuhannya. Dokter Nikson memastikan masa kritis El sudah lewat. Tapi El masih harus menjalani prosedur diisolasi di rumah sakit.

“Terus terang, saat itu saya mulai kuatir bagaimana kondisi keluarga dan teman yang pernah kontak dengan saya,” kata El yang langsung memberi kabar kepada istrinya melalui telepon.

Meski cemas, El berusaha menyakinkan istrinya bahwa dia pasti akan baik-baik saja sehingga keluarga tidak ikut cemas.  El langsung diantar ke ruang isolasi yang ada di samping kamar jenasah. Namun saat itu petugas masih membereskan ruangan. 

Tabung oksigen baru dimasukan dan dipasang. El adalah pasien pertama Covid-19 yang menempati kamar baru itu. "Disana saya masih tunggu mereka masih bor tembok, pasang oksigen baru saya masuk ke kamar isolasi,” kata El.

El mulai menjalani tanggal 9 hingga 24 April 2020. Hari pertama di rawat, El kuatir dengan statusnya sebagai pasien Covid-19. Bayangan dan pikiran negatif soal kematian terbayang dipikirannya. Belum lagi banyak pertanyaan yang disampaikan teman, keluarga kepadanya melalui handphone.

Repot menjawab satu persatu, akhinyra El membuat video tentang kondisinya saat itu. ”SMS, WA, telepon tidak berhenti tanya keadaan saya bahkan minta klarifikasi karena beberapa grup wa bilang saya kena corona,” jelasnya.

Awalnya El ingin membuat video secara live namun signal di kamar itu tidak bagus sehingga El merekam duluan videonya baru kemudian mengupload video itu ke youtobe dan mengirimkannya ke medsos.

“Saya kirim Jumat dini hari lalu tidur dan bangun jam 05.30 Wita karena ada dokter mau periksa dan waktunya sarapan. Begitu buka HP, video sudah kemana-mana dan viral. Saya jadi pusing sendiri, bahkan stress. Banyak komen pro dan juga kontra. Pihak rumah sakit tidak komplain,” kata El.

Menurut El, videonya tak bermaksud mencari sensasi, apalagi membuat warga NTT panik.

“Saya mau kasitahu agar masyarakat jangan lengah, Covid-19 sudah ada di NTT, jadi harus serius jaga diri dan patuhi protokol kesehatan. Saya juga mau kasihtahu kondisi saya ini agar orang yang pernah kontak dengan saya segera ke rumah sakit dan rapid tes,” jelas El.

Di tengah pergumulannya dirawat di ruang isolasi sebagai pasien Covid-19 El mengaku merasa sedih tapi juga bahagia. 

“Hari pertama kedua, saya rasa bahagia, seakan mimpi masa kecil saya jadi kenyataan. Tak perlu kerja, tidur bangun, main game, baca, dilayani makan minum, fasilitas lengkap. Ternyata begini rasanya bahagia, dilayani seperti raja,” kata El.

Namun bebepapa hari kemudian rasa bahagianya berganti menjadi kebosanan bahkan El mulai stress di dalam kamar isolasi tanpa jendela itu. Pasalnya, sebagian besar isi pemberitaan di medsos dan televisi tentang covid-19. Belum lagi, banyak komentar memojokan menanggapi video yang dibuatnya itu.

El juga terus meriang dan demam selama beberapa hari. Efek obat pun membuatnya mual namun EL terus meminum obat itu karena ingin sembuh. El terus mengalami pergumulan bathin. Sering tak bisa tidur lelap. Setiap kali terbangun El bertanya apakah dia masih hidup ataukah sudah mati.

"Deman tinggi, badan tidak enak. Saya sempat berpikir kalau begini terus keadaannya mungkin saya bisa mati karena Covid-19. Saya pikir, saya hanya punya dua pilihan, mati atau hidup. Dan saya memilih tetap hidup. Saya yakin, hal terbaik pasti diberikan Tuhan. Tiap kali timbul rasa kuatir, saya menyemangati diri saya,” kata El.

El bersyukur karena mendpaat dungan dari semua orang, mulai dari anak istri, pendeta, kepala ruangan dan kerabat lainnya.  “Saya kuat karena Tuhan menyertai saya termasuk doa istri anak dan kerabat,” kata El.

Bahkan seorang dokter bernama Mariam Mauko memberi buku tentang mengatasi depresi kepada El. Buku itu dibaca semalaman dan besoknya El memutuskan untuk ‘hidup baru’ dan  tak mau berpikir yang sulit-sulit lagi. "Saya fokus kepada penyembuhan. Kalau stress saya ingat pernyataan dokter Nikson bahwa saya sudah lewati masa kritis,” kata El.

Hari-hari selanjutnya dijalani dengan lebih ikhlas dan EL mulai membuka laptop menyelesaikan beberapa tulisan untuk bukunya tentang beasiswa. “Buku saya sekarang sedang dipasarkan. Saya menulis sejak di bali dan saya selesaikan bukunya di ruang isolasi rumah sakit,” kata El.

Selama diisolasi El mengaku banyak belajar bagaimana mengelola emosi, belajar menerima keadaan, belajar mengevaluasi diri serta belajar ikhlas.

Elyas Yohanis Asmau Pasien Pertama Covid-19 di NTT saat menjalani perawatan di RSUD Dr. WZ Yohannes Kupang Maret 2020 (dok Elyas Yohanis Asamau)
Elyas Yohanis Asmau Pasien Pertama Covid-19 di NTT saat menjalani perawatan di RSUD Dr. WZ Yohannes Kupang Maret 2020 (dok Elyas Yohanis Asamau) (dok Elyas Yohanis Asamau)

Tanggal 25 April 2020, dokter dan perawat masuk ke ruang isolasi dan mengabarkan El bisa pulang karena sudah sembuh. Meski sangat rindu memeluk istri dan anak-anaknya, pulang rumah El tetap menahan diri karena harus menjalani isolasi mandiri lagi selama 14 hari di rumah.

“Baru hari ke-13, anak laki-laki saya sudah tidak sabar. Dia masuk ke kamar, pakai sepatu, jaket, celana panjang, pakai masker dan mengatakan I want to hug you, daddy, begitu katanya sambil langsung memeluk saya. Kami berpelukan lama sekali. Saya terharu, apalagi yang niat itu dari dia. Tuhan terimakasih,” kenang El.

Elyas Yohanis Asamau bersama istri Wany Here Wila dan anak mereka, Elzaddah Asamau dan Albriant Pratama Asamau
Elyas Yohanis Asamau bersama istri Wany Here Wila dan anak mereka, Elzaddah Asamau dan Albriant Pratama Asamau (dok Elyas Yohanis Asamau)

El yakin setiap peristiwa yang terjadi pasti ada maksud baik termasuk saat dia terpapar Covid-19.

El berharap pasien Covid-19 dan keluarga mesti yakin bahwa Covid-19 akan bisa ditangani asalkan ikuti aturan main dan mematuhi protokol kesehatan.

“Kalau kena COvid-19, jangan putus asa, harus ada keinginan untuk sembuh. Jalani prosesnya dan tetap berdoa. Ikuti  arahan dokter. Jaga pikiran dan fisik tetap sehat. Jika bosan di kamar, baca buku, menyanyi, bikin video kreatif atau hal lain yang positif. Keluarga mesti beri dukungan moril,” pesan El.

El juga mengajak setiap orang mau menerima resiko atas apapun tindakan yang dilakukan sebagaimana yang dialaminya setelah membuat video itu. Dia dibully dan difitnah ingin cari sensasi. "Bagi saya, jika itu bisa membantu orang banyak maka lakukan dan hadapi konsekuensinya,” kata El.

Bulan November 2020 ini NTT kasus Covid-19 makin naik baik orang yang terpapar maupun yang meninggal dunia. Namun El  yakin, Covid-19 akan berlalu jika semua pihak mau menjalankan peran, tugas tanggungjawab dan saling mendukung. 

“Satgas mesti terus sosialisasi, beri himbauan, update data tentang covid-19 agar masyarakat tahu, paham dan bisa terus beraktifitas. Ingat  tetap mengikuti protokol kesehatan,” pesan El. 

Jangan Bikin Stigma

Wani Herewila, istri El mengaku siang itu dia sedang bermain dengan kedua anaknya di teras rumah namun hatinya tidak tenang. Wani kemudian masuk kamar, melihat HP dan ternyata ada panggilan masuk dari EL. Wina langsung menghubungi El dan menanyakan apa hasil dari rumah sakit. Dan El meminta Wina tetap tenang dan jangan panik karena El masih menunggu dokter. EL minta apapun hasilnya nanti, Wani harus tetap tenang.

Usai menutup telepon, ibu beranak dua ini masuk ke kamar berlutut dan mulai memanjatkan doa. "Beta minta Tuhan kuatkan kami apapun hasilnya nanti, kami ikhlas. Lalu Kaka El  telepn lagi dan bilang hasilnya positif tapi beta sonde (tidak) panik,” kata Wani yang langsung melakukan isolasi mandiri di rumah bersama mama dan dua anaknya.

Selama menjalani isolasi di rumah, sahabat El yakni para aumni IPDN dan lurah Manufatin serta istri setia memberi bantuan makanan dan vitamin. “Mereka kumpul uang dan tiap hari drop makanan, vitamin bahkan minyak tanah. Ada yang antar tiap hari kami benar-benar terbantu, terimakasih,” kenang Wani.

Wani dan mamanya sempat stress hingga mamanya drop dan mendapat pendampingan pastoral dari Pdt Martomas. Mereka mendapat banyak tekanan dari sejumlah masyarakat.  “Di medsos kami dibully, dicaci maki, dihujat bilang kaka EL penipu, cari sensasi. Orang lewat depan rumah langsung pakai masker, kami sangat tertekan, sakit hati dan stress. Beta paling tidak suka mereka stigma kami sebagai pembawa virus Covid-19 ke NTT,” sesal Wani.

Wani makin stress karena hilang kontak dengan El selama 2 hari, dimana saat itu El di ruang isolasi rumah sakit itu depresi sehingga tak mau berhubungan dengan siapapun. Menghadapi hal itu Wani terus berdoa dan berusaha tak memikirkan hal negative.

“Baru nanti kaka El telepon minta maaf katanya dia depresi. Kami dua berdoa saling kuatkan untuk bisa menghadapi hal ini,” kata Wani.

Wani mengatakan, doa dan dukungan dari pendeta dan beberapa orang lewat telepon dan WA membantu mereka melewati masa sulit itu.  “Mama Pendeta Meri Kolimon, Pdt Misa, Pdt Martomas, walikota, wakil gubenur, teman, keluarga sellau beri dukungan lewat telepon sehingga kami kembali semangat dan melewati hal ini. Kak EL bisa sembuh, puji Tuhan,” kata Wina.

Menurut Wani kunci penyembuhan Covid-19 selain karena adanya keoptimisan pasien, perawatan yang cepat dan tepat, juga doa dan dukungan moril adalah hal yang sangat penting. "Covid bukan penyakit yang hanya menyangkut kesehatan tapi juga psikologis mental paling berpengaruh," kata Wani. 

Wani berpesan jangan panik saat terpapar Covid-19. Masyarakat juga jangan pernah menstigma pasien Covid-19 dan keluarganya. Jika tak bisa memberi bantuan secara langsung, Kata Wani, jangan melakukan tindakan dan kata-kata yang membuat pasien dan keluarganya tertekan. Karena penyakit yang dihadapi pasien itu sudah cukup membuat pasien dan keluarga pasien tertekan . 

"Beta rasa betul Tuhan punya cara taruh persoalan dan angkat kembali persoalan ini dalam hidup kami agar ada kesaksian bagi banyak orang. Tuhan mengaturnya terlalu indah,” ucap syukur Wani. (poskupang.com, novemy leo)

Sumber: Pos Kupang
Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved