Rayakan HKN ke-56 Dinkes NTT Luncurkan Buku Kearifan Lokal Malaria

kearifan lokal mengeliminasi malaria secara virtual dan offline di aula lantai dua Kantor Dinkes, Jalan Palapa,

Penulis: Gerardus Manyela | Editor: Rosalina Woso
POS-KUPANG.COM/GERADUS MANYELA
Suasana bedah dan peluncuran buku Etnomedisin Pengobatan Tradisional Penyakit Malaria Madyarakat Tetun di Timor Barat dan Katong Oung Cerita Inspiratif menjadi agen perubahan secara offline di aula lantai 2 Kantor Dinkes NTT,Jalan Palapa Kupang, Selasa (17/11/2020). 

Rayakan HKN ke-56 Dinkes NTT Luncurkan Buku Kearifan Lokal Malaria

POS KUPANG.COM|KUPANG--Dalam rangka memeriahkan Hari Kesehatan Nasional (HKN) ke-56, Dinas Kesehatan (Dinkes) Provinsi Nusa Tenggara Timur (NTT) disuport Unicef meluncurkan dan membedah dua buku tentang kearifan lokal mengeliminasi malaria secara virtual dan offline di aula lantai dua Kantor Dinkes, Jalan Palapa, Kupang ,Selasa (17/11/2020).

Acara akbar yang tetap memperhatikan protokol kesehatan (prokes) Covid-19, itu melibatkan akademisi dari Universitas Widya Mandira Kupang, Universitas Airlangga Surabaya, praktisi kesehatan dari Dinas Kesehatan Provinsi NTT dan Kementerian Kesehatan RI, mitra dari Unicef dan Tim Advokasi Malaria serta organisasi profesi di bidang kesehatan.

Secara online peluncuran dan bedah buku ini dimoderatori, Dr. Ferdinand Laihat sedangkan offline dipandu dr.Vama Chrisnadarmani.

Bedah buku itu juga secara online melibatkan Ilmuwan dari Airlangga, Prof.Dr.Mangestuti Agil,MS, Departemen Farmakognosi dan Fitokimia Fakultas Farmasi Airlangga yang memberikan apresiasi dan mendorong penelutian lanjutan agar potensi alam NTT yang menjadi obat tradisional ditingkatkan menjadi obat kimia untuk penyembuhan malaria di NTT khususnya dan Indonesia.

Para pakar dan praktisi dari Kementerian Kesehatan RI yang aktif memberikan masukan secara online, juga datang dari dr.Guntur Argana,M.Kes, Kepala Sub Direktorat Malaria Kemenkes RI dan Akhmad Saikhu,SKM,MScF, Kepala Balai Litbang Tanaman Obat Tradisional Kemenkes RI.

Keduannya memberi suport penuh terhadap peluncuran dua buku tersebut dan memberikan masukan secara ilmiah untuk penyempurnaannya. Dua pejabat ini juga memberi apresiasi kepada Unicef yang setia menjadi mitra kesehatan dalam upaya eliminasi total malaria di NTT.

Pelaksana Harian Kepala Dinas Kesehatan NTT, Hendrik Manesi mengatakan perayaan Hari Kesehatan Nasional di NTT tidak seperti tahun-tahun sebelumnya karena  pandemi Covid-19.

Namun semangat tetap dengan menuju Indonesia Sehat terus membara sehingga diisi  dengan  peluncuran dan bedah buku dalam semangat eliminasi  malaria di NTT.

Peluncuran dan bedah buku dilakukan secara offline dengan peserta yang terbatas dan menerapkan protokol kesehatan, dan virtual yang diikuti peserta dari luar daerah.

Manesi mengajak masyarakat belajar dan bertanggungjawab terhadap kesehatan dirinya yang diwujudkan dengan berperilaku sehat agar terhindar dari penyakit seperti menerapkan protokol kesehatan.

Pimpinan Unicef NTT, Yudhistira Yewanggoe dalam sambutan secara online mengatakan, malaria adalah keadaan darurat diam-diam yang membunuh satu anak setiap 30 detik, sekitar 3000 anak setiap hari. Lebih dari satu juta orang meninggal akibat malaria setiap tahun, kebanyakan anak-anak di bawah usia lima tahun;

Malaria, katanya, menghambat sekolah dan perkembangan sosial anak-anak. Banyak anak yang selamat dari serangan malaria yang parah mengalami gangguan fisik dan mental.

Wanita hamil dan anak yang belum lahir juga sangat rentan terhadap malaria, sebagai akibat dari berat badan lahir rendah dan anemia pada ibu.

Bayi yang lahir dari ibu dengan malaria lebih mungkin memiliki berat badan lahir rendah - faktor risiko kematian terbesar selama bulan-bulan pertama kehidupan.

Kasus malaria di NTT , katanya, cendrung menurun, akan tetapi sesuai data Dinas Kesehatan NTT angka kesakitan malaria (API) masih tinggi yakni 2,16%. Ini masih di atas target API 1% per 1.000 penduduk. Selain itu, belum ada kabupaten dan kota yang telah mencapai eliminasi malaria, kecuali Kota Kupang dan Manggarai yang hampir mencapai eliminasi malaria. Dua kabupaten ini sedang menunggu hasil penilaian (assessment) malaria.

Kondisi tersebut, lanjutnya, menempatkan NTT sebagai provinsi dengan penyumbang terbesar kedua kasus positif malaria setelah Papua.

Sasaran Unicef secara global  untuk malaria sederhana, yaitu menurunkan kasus kematian anak akibat malaria menjadi nol.

Kasus malaria, katanya, juga menimbulkan biaya tersembunyi. Sebuah keluarga yang terserang malaria menghabiskan rata-rata lebih dari seperempat pendapatannya untuk pengobatan serta membayar biaya pencegahan dan menderita kehilangan pendapatan.

Keluarga penderita malaria rata-rata hanya bisa memanen 40% tanaman yang dipanen oleh keluarga sehat.

Di daerah endemis, sebanyak 60% sekolah anak-anak mungkin terganggu akibat ketidakhadiran karena serangan malaria yang berulang.

Menghilangkan malaria di lndonesia akan memperbaiki mutu SDM lndonesia. Bekerja dengan keluarga dan komunitas untuk meningkatkan pengetahuan mereka tentang pencegahan, pengenalan dan pengobatan malaria yang tepat adalah kunci keberhasilan program pengendalian malaria.

Yewangoe optimis malaria dapat dicegah, diobati dan disembuhkan.

Pengetahuan dan pengalaman adalah aset berharga dalam upaya bersama membrantas malaria hingga nol.

Dirinya memberi apresiasi terhadap dua buku yang diluncurkan dan dibedah yang berangkat dari keinginan yang sama, yaitu ikut menyumbang dalam upaya pencegahan dan pegobatan malaria di NTT, menuju nol kasus.

Ada satu kesamaan antara kedua buku ini, yaitu menggali dari pengetahuan, pengalaman dan kearifan yang ada di NTT untuk dibagi kepada semua.

Dr. Maximus Taek menggali pengetahuan dan kearifan lokal sejak dahulu kala untuk menemukan pengobatan traditional penyakit malaria khususnya di wilayah Timor, Tetun.

Suasana bedah dan peluncuran buku Etnomedisin Pengobatan Tradisional
Suasana bedah dan peluncuran buku Etnomedisin Pengobatan Tradisional (POS-KUPANG.COM/GERADUS MANYELA)

Dr. Koamesah dan rekan-rekan menggali pengalaman bertahun-tahun pelatihan dan workshop malaria untuk menemukan cerita inspiratif sesuai konteks dari lapangan.

"Kiranya kegiatan bedah buku kali ini menjadi bahagian dari upaya untuk mengenalkan lebih luas kedua buku ini sehingga dapat menjadi referensi bagi para pejuang malaria bukan saja di NTT, tetapi untuk Indonesia.Tetap sehat, tetap semangat kita mengasuh anak-anak untuk masa depan yang lebih baik,"pesan Yewangoe.

Kembali ke dua buku yang dibedah dan diluncurkan. Buku pertama  berjudul ‘Katong Pung Cerita Inspiratif Menjadi Agen Perubahan’ ditulis oleh epidemiolog Unicef, Ermi Ndun bersama dokter Sangguana Koamesah, Dece Merry Natalia Pay, Wempy Anggal dan Bondan Bondowoso. Buku ini berisi cerita inspiratif bagaimana masyarakat NTT terlibat dalam program eliminasi malaria.

Buku kedua berjudul Etnomedisin yang ditulis oleh Dr.Maximus Taek, pakar Ilmu Kimia Universitas Widya Mandira Kupang,  mengulas   pengobatan tradisional penyakit malaria yang dilakukan masyarakat Tetun di Timor Barat selama bertahun-tahun.

Dr.Maxi menguraikan pengobatan tradisional dengan menggali budaya  penyakit malaria yagn diwarisi secara turun-temurun oleh nenek -moyang masyarakat Suku Tetun di Timor, dan upaya memberdayakan masyarakat yang terlibat mengendalikan penularan penyakit malaria dengan metode participatory learning and action (PLA) atau pembelajaran dan tindakan partisipatif  seperti  diulas dalam buku Katong Pung Cerita Inspiratif Menjadi Agen Perubahan.

Informasi yang disajikan dalam dua buku tersebut dapat dikembangkan menjadi lebih luas dan bermanfaat bagi masyarakat, terutama dalam rangka mendukung percepatan eliminasi malaria di NTT, dan penyakit lainnya seperti demam berdarah dengue (DBD).

Saat membedah kedua buku secara offline, Rektor Universitas Katolik Widya Mandira Kupang, Pater Dr.Philipus Tule , SVD memberi apresiasi terhadap  kajian akademis tentang kearifan lokal dan pengetahuan tentang tumbuhan obat yang dimanfaatkan dalam konteks lokal maupun global.

Menurut Philipus, sesuai penelitian ramuan tradisional itu sukses menyembuhkan, namun ada beberapa kelemahan praktis dan konseptual, masyarakat masih percaya ada penyakit alamiah yang disebabkan oleh faktor alam, cuaca buruk, kemurkaan leluhur, magic, guna-guna, sihir dari pemilik ilmu hitam.

Hal itu disebabkan, masyarakat belum memiliki konsep tentang nyamuk sebagai pembawa penyakit malaria dan ancaman kesehatan yang membuat mereka tidak serius melakukan tindakan pencegahan dan pemberantasan nyamuk pembawa sakit malaria.

Lanjut orang nomor satu di Unwira itu,  masyarakat juga belum memiliki konsep yang memadai tentang sehat-sakit dan sembuh sehingga banyak kasus pengobatan malaria dilakukan tidak tuntas. 

Baca juga: Lalai Terapkan 4M, Wali Kota Keluarkan Sanksi Tegas Denda Hingga Rp 10 Juta

Baca juga: Kata Kotor Ustaz Maaher Terhadap Nikita Mirzani: Kenyataanya Perilaku Dia Lebih Tak Beradab

Masyarakat juga belum terbiasa mengolah bahan obat dengan komposisi yang terstandar. Di antaranya yang dibahas dalam buku tersebut, kasus kematian terjadi karena warga yang sakit diberikan ramuan dari pohon nimba. (Lapiran Reporter POS KUPANG.COM,Gerardus Manyella)

Sumber: Pos Kupang
Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved