Jual Aset kepada Debitur Bank NTT, SS Dituntut 18,5 Tahun Penjara

enam bulan penjara dan membayar ganti kerugian negara senilai Rp 60,6 miliar  dalam satu  bulan, subsider 14 tahun penjara.

Penulis: Paul Burin | Editor: Rosalina Woso
POS-KUPANG.COM/ISTIMEWA
Sidang dengan agenda pembacaan tuntutan terhadap terdakwa Stefanus Sulayman di Pengadilan Tipikor Kupang, Selasa (17/11/2020). 

Jual Aset kepada Debitur Bank NTT, SS Dituntut 18,5 Tahun Penjara

POS-KUPANG.COM| KUPANG--Gara-gara menjual asetnya kepada calon debitur Bank NTT dan memerkenalkannya kepada pihak Bank NTT, Jaksa Penuntut Umum (JPU) menuntut seorang nasabah Bank NTT, Stefanus Sulayman/SS (bukan debitur/bukan penerima kredit, red) dengan hukuman penjara selama 18,5 tahun, membayar denda Rp 1 miliar subsider enam bulan penjara dan membayar ganti kerugian negara senilai Rp 60,6 miliar  dalam satu  bulan, subsider 14 tahun penjara.

Hal itu terungkap dalam sidang dengan agenda pembacaan tuntutan terhadap terdakwa Stefanus Sulayman oleh tim JPU yang dibacakan Jaksa Hendrik Tiip. 

Sidang kasus dugaan korupsi Kredit Macet Bank NTT tersebut dipimpin Ketua Majelis Hakim Dju Johnson Mira Manggi, S.H, M.Hum didampingi anggota Majelis Hakim Ali Muhtarom, S.H, M.H dan Ari Prabowo, S.H di Pengadilan Tipikor Kupang, Kamis (17/11/20) siang.  

Tim Kuasa Hukum Stefanus Sulayman, Dr. Melkianus Ndaomanu, S.H, M.Hum, Chindra Adiano, S.H, M.H, CLA, Nurmawan Wahyudi, S.H, M.H dari Kantor Hukum Amos H.Z. Taka & Associates yang ditemui  usai sidang mengaku terheran-heran dengan tuntutan tim JPU yang fantastis tersebut.  Mereka menilai tuntutan tersebut tidak sesuai dengan fakta persidangan yang sebenarnya.

“Pak Stefanus Sulayman ini nyata-nyata bukan debitur macet Bank NTT.  Dia hanya mengenalkan beberapa orang dan mengenalkan dalam konteks ini sebagai nasabah. Itu dibenarkan oleh pihak perbankan dan itu tidak ada masalahnya. Artinya dalam bisnis, mengenalkan itu tidak masalah. Sebatas mengenalkan saja dituntut setinggi ini, sefantastis ini!  Korupsinya di mana? Kan itu yang kita sesalkan,” tandas Chindra Adiano, S.H, M.H, CLA.

Menurut Chindra, pihaknya menghormati proses hukum yang sedang berjalan.  “Tuntutan ini kan haknya JPU dan kita hormati. Kita tidak mengabaikan tapi kita juga punya hak untuk melakukan pembelaan. Terkait pokok perkara, kami sesalkan lagi.  Yang kemarin debitur itu Pak Yohanes Sulayman juga tuntutannya sudah tinggi. Tapi,  ini jauh lebih tinggi,” ungkapnya.

Hal senada juga dikemukakan Nurmawan Wahyudi, S.H, M.H.  “Tidak menjadi bahan perbandingan tetapi menjadi wawasan bagi kita semua bahwa Hendrisman,  mantan Dirut Jiwa Raya yang didakwa merugikan negara Rp 16 triliun hanya dituntut 20 tahun.  Ini uang penggantinya Rp 60 miliar, dituntut 18 setengah tahun. Itu yang tadi dikatakan rekan kami fantastis,” ujarnya. 

Nurmawan juga membantah uraian JPU dalam tuntutannya.

“Kita sama –sama mendengar  fakta tadi yang diuraikan oleh penuntut hukum di unsur melawan hukum.  Satu yang saya kutip bahwa terdakwa Stefanus Sulayman bersepakat dengan Loe Mei Lin untuk mengajukan kredit ke Bank NTT dan penyuplai asetnya adalah Stefanus Sulayman. Saya tegaskan sekali lagi sebagai PH, berdasarkan fakta sidang Loe Mei Lin menyatakan jual beli putus,” tegasnya. 

Pertanyaannya, lanjut Nurmawan, apakah salah ketika Stefanus Sulayman sebagai penjual aset menerima uang dari debitur?  Ya, sebagai penjual aset ia menerima uang. Darimana uang itu bukan soal. Mau dari Bank NTT, mau pesugihan yang penting sebagai penjual aset, Stefanus menerima uang. Itu fakta yang kami dengar di persidangan. Itu kami sesalkan,” tandasnya. 

Menurutnya, kliennya sama sekali tidak mempunyai hubungan hukum dengan Bank NTT karena bukan seorang debitur

“Kalau ditanya tentang hubungan hukum antara Stefanus Sulayman dan Bank NTT?  Kita punya analisa, tidak ada.   Kalau Stefanus dengan debitur–debitur ini memang ada,  yaitu  jual-beli putus (aset, red) dan terbukti di persidangan,” ungkapnya.

Hal yang sama juga dikatakan, Kuasa Hukum terdaksa, Dr. Melkianus Ndaomanu. “Yang pertama kita menghargai tuntutan dari JPU karena itu hak JPU.  Tetapi dalam menuntut itu tentu ada kriteria-kriteria yang menjadi dasar untuk menuntut begitu tinggi,” kritiknya.

Menurutnya, tuntutan JPU yang sangat tinggi itu tidak sesuai fakta persidangan.

Sumber: Pos Kupang
Halaman 1 dari 2
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di

Komentar

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved