KABAR ARTIS

Cara Ustadz Yusuf Mansur Berbagi Bahagia, Tanjakan? Warganet: Ketawa Bahagia Tanpa Harus Memaki

Ustadz Yusuf Mansur berbagi bahagia dengan menggunggah video yang berisi mengenai kulit putih dan hitam.

Penulis: Hermina Pello | Editor: Hermina Pello
Youtube Yusuf Mansur Official
Ustadz Yusuf Mansur 

Saat itu, Yusuf Mansur adalah siswa paling muda dibandingkan dengan teman-temannya yang lain.

Ia pun lulus dari MTs. Chairiyah Mansuriyah tahun pada tahun 1988/1989 sebagai siswa terbaik di usia 14 tahun. Lulus dari MTs. 

Chairiyah Mansuriyah, ia kemudian melanjutkan ke Madrasah Aliyah Negeri 1 Grogol sebagai lulusan terbaik. Lulusan Madrasah Aliyah Negeri 1 Grogol, Jakarta Barat, tahun 1992 ini pernah kuliah di Fakultas Hukum, Jurusan Syari'ah di IAIN Syarif Hidayatullah Jakarta.

Namun, kuliahnya terpaksa berhenti di tengah jalan karena ia mengaku lebih suka balapan motor dan belajar bisnis. 

Mungkin tak banyak yang tahu, latar belakang pendidikannya sejak usia belia hingga remaja, yaitu saat di bangku MI dan di MTS itu adalah pendidikan berkultur Nahdliyin khas Betawi.

Maka tidak mengherankan, kalau ia sejak remaja sudah sangat akrab dengan kitab kuning.

Sebab dari kecil ia sudah terbiasa hidup sebagai santri di lingkungan keluarganya sendiri.

Karena itu. kendati sudah menjadi tokoh Nasional yang cukup dikenal masyarakat Indonesia, Ia masih mempertahankan tradisi Nahdliyinnya dengan tetap tawadhu dan ta'zhim terhadap para guru dan kiyai-kiyaiya.

Baik guru-guru Ibtidaiyah maupun Tsanawiyah. Hal ini terlihat dari caranya yang selalu mencium tangan mereka saat bertemu, serta acap kali ia menyempatkan diri untuk sowan ke Madrasah tempat ia dikenalkan kitab kuning.

Hal lain yang menarik untuk dijelaskan sedikit adalah lembaga pendidikan Islam Chairiyah Mansuriyah, dimana Yusuf Mansur pernah belajar dan tumbuh besar.

Pendidikan ini adalah lembaga pendidikan Nahdliyin pertama di Jakarta, yang didirikan oleh Kakek-Buyutnya Ustad Yusuf Mansur (dari garis ibu) yaitu Guru Mansur bin K.H. Abdul Hamid bin Imam Damiri bin Imam Habib bin Abdul Muhit bin Pangeran Tjakra Jaya (Tumenggung Mataram), seorang ulama besar asal Betawi yang lahir Tanggal 31 Desember 1878, tepatnya di Kampung Sawah (Sawah Lio) atau yang kini termasuk wilayah administratif Kelurahan Jembatan Lima, Kecamatan Tambora, Jakarta Barat.

Bahkan sebelum tahun 1980-an, lembaga pendidikan yang beliau rintis ini langsung dinamakan Nahdlatul Ulama, atau An-Nahdlah. (muslimmederat.net, 19 Juni 2019). 

Kakek buyut Ustad Mansur ini pada usia 16 tahun 1894, Guru Mansur pergi ke Makkah bersama ibunya untuk menunaikan ibadah haji dan belajar agama di sana selama empat tahun.

Disana dia berteman baik dengan santri-santri Nusantara lainnya, dan salah salah satunya adalah pendiri NU, yaitu Hadratus Hasyim Asy'ari, dan berguru dengan guru yang sama diantaranya pada sejumlah ulama terkemuka, antara lain, Syekh Mahfud At-Turmusi, Syekh Khatib Minangkabawi, Syekh Mukhtar Atharid Al Bogori, Syekh Umar Bajunaid Al Hadrami, Syekh Ali Al Maliki, Syekh Said Al Yamani, Syekh Umar Sumbawa, dan banyak lagi guru lainnya. 

Ia mendalami ilmu Al-Qur'an dengan memperoleh mandat untuk mengajarkan tiga jenis bacaaan (qiraat) yakni bacaan Al-Quran versi Hafash, Warasy dan Abi 'Amr. Ia juga mendalami ilmu Fiqih, ilmu Usul Fiqh, beberapa cabang ilmu bahasa (Arab), Tafsir Al-Qur'an, Hadist, serta Ilmu Falaq (astronomi), sehingga di tanah air ia kelak dikenal sebagai ahli ilmu ini. Kemudian pulang ke tanah air dan sempat singgah di Aden/Yaman, Benggala/Bangladesh, Kalkuta/India, Burma/Myanmar, Malaya/Malaysia, juga Singapura.

Halaman
1234
Sumber: Pos Kupang
Berita Terkait
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved