Berita Timor Leste
Perempuan Timor Leste Ini Membelot, Tuding Militer Indonesia Suntik Mandul Para Pelajar Bumi Lorosae
Mengutip Japan Times, dua adik laki-laki Galhos tidak seberuntung itu. Mereka berdua dibunuh saat masih anak-anak oleh tentara Indonesia.
Perempuan Timor Leste Ini Membelot Tuding Militer Indonesia Suntik Mandul Generasi Bumi Lorosae
POS-KUPANG.COM - Indonesia menduduki Timor Leste selama 24 tahun, yakni tahun 1975 hingga 1999.
Selama itu pula, pertumpahan darah terus terjadi.
Warga Timor Leste berada di kehidupan yang mengerikan.
Sebuah kisah kelam milik Bella Galhos, pemberontak Timor Leste yang berhasil lolos dari maut ketika kampung halamannya diinvasi Indonesia cukup menarik untuk diamati.
Bella Galhos memiliki kisah yang tak biasa. Ia berhasil selamat dengan menyusup sebagai tentara Indonesia.
Ia melarikan diri dari Timor Leste dan menyebarkan cerita tentang apa yang terjadi di kampung halamannya.
Galhos menganggap dirinya beruntung, ia mengungkapkan ada banyak orang Timor Leste yang tidak bisa berbicara tentang apa yang dialaminya.
Juli 1999, kepada The Japan Times, Bella Galhos mengungkapkan 'ucapan selamat tinggalnya pada kehidupan berbahaya yang dijalaninya.
Melansir Japan Times, saat itu Bella Galhos mengemasi seragam korps pemuda militer Indonesia dan mengirimkannya ke pemerintah Indonesia dari Kanada.
Dia mengucapkan selamat tinggal pada kehidupan ganda yang berbahaya dan memulai perang salibnya untuk memberi tahu orang-orang tentang genosida yang telah sebagian besar telah tersembunyi dari pandangan dunia selama 24 tahun.
Sejak melarikan diri dari Timor Timur pada tahun 1994, Galhos telah berbicara kepada khalayak di Amerika Utara, Eropa dan Australia.
Ia bicara tentang kengerian yang diderita negaranya sejak diserang oleh Indonesia pada tahun 1975, ketika ia berusia tiga tahun.
Dia juga telah melobi pejabat di Amerika Serikat dan Kanada untuk mengakhiri keterlibatan pemerintah mereka dalam apa yang disebut sebagai genosida terburuk, per kapita, sejak Holocaust Eropa.
Sekitar 200.000 orang Timor - sepertiga dari populasi sebelum invasi - diduga telah meninggal akibat pendudukan ilegal Indonesia di bekas jajahan Portugis.
Yang dimulai kurang dari 24 jam setelah kunjungan kenegaraan resmi ke Jakarta oleh Presiden AS saat itu Gerald Ford dan sekretaris negaranya, Henry Kissinger.
"Saya menganggap diri saya salah satu yang beruntung. Ada ratusan ribu orang Timor Leste yang tidak dapat berbicara tentang apa yang mereka alami selama 24 tahun terakhir," kata Galhos dalam pidatonya di Yonago, Jepang.
Mengutip Japan Times, dua adik laki-laki Galhos tidak seberuntung itu. Mereka berdua dibunuh saat masih anak-anak oleh tentara Indonesia.
"Alasan saudara laki-laki saya terbunuh adalah karena mereka menangis karena kelaparan," katanya Galhps.
Sementara itu, saat Galhos masih seorang siswa sekolah dasar berusia 10 tahun, suatu hari tentara muncul di sekolah dan menuntut agar semua siswa perempuan berbaris di luar gedung sekolah.
Mereka kemudian disuntik dengan Depo Provera untuk menyebabkan kemandulan.
Para prajurit tidak berhenti sampai di sini.
"Mereka datang ke setiap rumah, setiap sekolah. Mereka mengantre semua wanita - bahkan wanita yang sudah menikah - dan mereka menyuruh kami memberikan tubuh kami ke Indonesia," kata Galhos.
Pada awal 1980-an, pemerintah Indonesia meluncurkan program "keluarga berencana" di Timor Lorosae.
Seperti yang diamati oleh pemenang Hadiah Nobel Perdamaian, Uskup Carlos Belo, "Dengan begitu banyak yang tewas, kami tidak memiliki masalah populasi di sini."
Pada tahun 1994, Uskup Belo melaporkan bahwa perempuan desa menjadi sasaran "program sterilisasi sistematis" di klinik desa yang berada di bawah pengawasan pos militer.
Pengalaman Galhos membawanya untuk mulai bekerja dengan perlawanan pada tahun 1989, ketika dia berusia 17 tahun.
Pada tahun 1991, ia menjadi anggota resmi gerakan kemerdekaan klandestin, dan sejak saat itu ia mendorong wanita lain untuk bergabung.
Pada November 1991, dia membantu mengorganisir demonstrasi damai untuk memprotes pembunuhan seorang pemuda Timor oleh Tentara Indonesia.
Setelah demonstran berbaris ke pemakaman di Dili, ibu kota Timor Leste, pasukan Indonesia tiba-tiba melepaskan tembakan, menewaskan sedikitnya 271 orang.
Setelah pembantaian tersebut, Galhos harus berpura-pura setia kepada pemerintah Indonesia.
Untuk melindungi dirinya dan keluarganya, dia mendaftar ke korps pemuda militer Indonesia dan bertugas di dalamnya selama tiga tahun sambil terus aktif dalam perlawanan bawah tanah.
Pelarian Galhos dari Timor Leste terjadi sebulan sebelum ulang tahunnya yang ke-22.
Setelah sebulan diinterogasi dan dilatih di kamp militer di Timor Leste, dia terpilih untuk mewakili pemerintah Indonesia dalam Program Pertukaran Pemuda Dunia Kanada.
Tapi Galhos membelot setelah tiba di Kanada pada Oktober 1994, memasukkan seragam korps mudanya ke dalam kotak dan mengirimkannya ke Kedutaan Besar Indonesia di Ottawa.
Saat berbicara kepada Japan Times Juli 1999, Galhos menjabat sebagai perwakilan resmi Dewan Nasional Perlawanan Timor, organisasi payung internasional untuk perlawanan Timor Timur.
* Rakat Timor Leste Merasa Dikhianati Negara Sendiri Usai Mati-Matian Perjuangkan Merdeka darii Indonesia
Timor Leste negara bekas wailayah Indonesia ini memang selalu menyimpan kabar manarik.
Salah satunya adalah kondisi ekonominya yang mengalami pasang surut, dan diyakini belum berkembang sejak ditinggalkan Indonesia.
Hingga kini sudah 18 tahun negara itu merdeka sejak referendum PBB tahun 2002.
Berdiri sebagai negara kecil, Timor Leste sebenarnya diberkahi dengan kekayaan alam luar biasa salah satunya adalah minyak bumi.
Namun, meski menyimpan minyak dalam jumlah besar, Timor Leste dikawatirkan akan mengalami keruntuhan ekonomi.
Melansir News Hub, cadangan minyak bumi dan gas utama Timor Lesta hampir habis dan pemerintah negara itu terus melakukan pemborosan.
Pemerintah Timor Leste memompa tabungannya dalam skema infratruktur besar yang menurut para kritikus hal itu sangat boros.
Seorang wartawan dari New Zealand, yang bekerja sama dengan Asia New Zealand Foundation Caitin McGee, pernah melakukan penyelidikan ke Ibu Kota Dili, Timor Leste tahun 2017.
Dia menggambarkan negara itu memiliki pegunungan terjal yang melingkari garis pantai yang masih asli, Timor-Leste adalah salah satu keindahan alam dunia yang tak dikenal.
Tetapi bagi orang-orang negara itu tinggal di daerah kumuh di sekitar ibu kota, membuatnya sama sekali tidak indah.
"Kami telah ditinggalkan oleh pemerintah. Bagi para veteran, mereka adalah pahlawan di masa lalu, tetapi sekarang mereka mengkhianati kami," kata pria Timor-Leste Fortunado D'Costa.
"Kami mendukung gerakan perlawanan tetapi mereka yang mendukung pemerintah Indonesia masih hidup dengan baik," katanya
"Hari ini kami memiliki kemerdekaan tetapi kami tidak memiliki apa-apa lagi. Hanya perdamaian dan stabilitas," imbuhnya.
Sekitar 42 persen orang Timor hidup dalam kemiskinan dan orang-orang yang mengais-ngais sampah adalah di antara yang paling putus asa.
Tahun itu menandai 15 tahun sejak Timor-Leste memperoleh kemerdekaannya setelah 25 tahun pendudukan Indonesia.
Sejak itu, para pemimpinnya telah menyatukan demokrasi yang stabil dan menyalurkan listrik ke desa-desa terpencil.
Mereka telah berjuang untuk mengurangi kemiskinan yang meluas di antara 1,1 juta orang Timor.
Perkara uang seharusnya bukanlah masalah utama di Timor Leste.
Pasalnya Bumi Lorosae telah diberkati dengan cadangan minyak dan gas.
Tapi suber uang itu sekarang hampir habis dan pendapatan yang mereka hasilkan akan hilang dalam 10 tahun ke depan karena pemerintah memompa sebagian besar uang yang dihasilkan dari minyak bumi ke skema pembangunan besar.
Pemerintah telah menghabiskan sekitar 300 juta dollar AS (Rp4,4 triliun) untuk Proyek Tasi Mane proyek infrastruktur perminyakan di barat daya negara itu.
Selain Proyek Tasi Mane, pemerintah memompa ratusan juta untuk mengembangkan daerah kantong yang disebut Oecusse dan mengubahnya menjadi zona ekonomi khusus yang diharapkan dapat menarik investasi asing.
Sekali lagi, ini terbukti kontroversial karena rencana keuangannya tidak jelas.
Pemerintah mengatakan proyek-proyek besar ini diperlukan, dan uang kami tidak akan habis.
"Tetapi orang mengira uang akan habis dalam waktu 10 tahun, tapi ini hanya prediksi," kata politisi Timor-Leste Estanislau da Silva.
* Pilihan Sulit Pemuda Timor Leste Usai Merdeka dari Indonesia, Hidup Pengangguran atau Buruh Migran
Biasanya masalah pengangguran di akibatkan oleh tingkat pendidikan yang rendah.
Namun hal tersebut tak berlaku di Timor Leste.
Pemuda Bumi Lorosae itu justru akan menganggur jika menempuh pendidikan terlalu tinggi.
Pengangguran kaum muda menjadi salah satu masalah mendasar Timor Leste sejak kemerdekaannya.
Kerumunan pemuda Timor Leste yang berdiri di depan Kedutaan Besar Portugis di Dili bukanlah hal asing yang dapat dilihat di negara tersebut.
Tak lain tak bukan mereka mengantri untuk mendapatkan paspor Portugis.
Paspor Portugis itu merupakan kesempatan untuk melihat masa depan yang lebih baik di Eropa dengan menjadi pekerja migran.
Pemuda Timor Leste seringkali tak memiliki banyak pilihan, yaitu antara tetap berada di negaranya tapi menganggur atau pergi dari kampung halamannya dan bekerja di luar negeri.
Ironisnya, diantara pengangguran di Timor Leste justru banyak yang memiliki tingkat pendidikan tinggi.
Melansir The Interpreter (2/10/2020), menurut analisis dari Sensus Penduduk dan Perumahan Timor-Leste terbaru, tingkat pengangguran di antara orang muda dengan pendidikan universitas adalah 20%.
Angka itu lebih tinggi dari tingkat pengangguran orang muda tanpa pendidikan maupun tingkat pengangguran orang muda dengan pendidikan menengah.
Laporan Sensus Penduduk dan Perumahan Timor-Leste terbaru yang juga juga menyajikan analisis tentang tingkat pengangguran menurut tingkat pendidikan tersebut menunjukkan bahwa semakin tinggi tingkat pendidikan, semakin tinggi risiko pengangguran.
Sementara pengangguran dengan pendidikan universitas adalah 20 %, untuk pengangguran pada kaum muda tanpa pendidikan atau nonformal di bawah 10% dan tingkat di antara orang muda dengan pendidikan menengah adalah 18%.
Secara umum, laporan tersebut menunjukkan kaum muda berusia antara 15 dan 24 tahun merupakan 20% dari total populasi pada tahun 2015.
Kemudian orang muda hanya 14% dari total angkatan kerja, mereka merupakan lebih dari dua pertiga pengangguran di Timor Leste.
Laporan Analitis Angkatan Kerja menunjukkan bahwa tingkat pengangguran kaum muda pada tahun 2015 mencapai 12,3%, jauh lebih tinggi dari rata-rata nasional sebesar 4,8%.
Sementara itu, Analytical Report on Education menunjukkan bahwa kaum muda yang tidak bekerja dan tidak mengikuti pendidikan dan pelatihan (NEET) mencapai 27,7%.
Menariknya, 53,4% kaum muda yang telah menyelesaikan pendidikannya tidak bekerja pada saat pencacahan tahun 2015.
Diskusi tentang tingkat pengangguran muda yang tinggi berkisar pada dua tema, yaitu kurangnya kesempatan kerja dan kurangnya keterampilan yang dibutuhkan untuk bekerja.
Tidak adanya lapangan kerja bagi orang-orang muda telah banyak dilaporkan di media yang dan dibesarkan oleh badan-badan pembangunan di negeri ini, khususnya masyarakat sipil organisasi .
Demikian pula masalah keterbatasan kesempatan kerja di dalam negeri juga menjadi sorotan dalam penelitian terkait pekerja migran Timor di Inggris, program pekerja musiman di Australia , dan program kerja sementara di Korea.
Pada saat yang sama, pengusaha menggarisbawahi kesulitan dalam menemukan pekerja yang sesuai dengan profil yang mereka cari.
Misalnya, pengusaha menemukan bahwa sebagian besar karyawan kurang memiliki keterampilan lunak seperti komunikasi dan manajemen yang sangat mereka hargai.
Selanjutnya, Survei Kewirausahaan dan Keterampilan yang dilakukan oleh Sekretariat Pemuda dan Tenaga Kerja pada tahun 2017 mengidentifikasi kesenjangan keterampilan yang dominan di sektor konstruksi, ritel, dan otomotif.
Karena sektor-sektor tersebut dapat menyediakan pekerjaan bagi banyak kaum muda, temuan semacam itu harus ditanggapi dengan serius.
Apapun faktor penyebabnya, kehadiran banyak kaum muda yang menganggur di negara ini dengan sendirinya merupakan fakta yang mengkhawatirkan.
Realitas anak muda yang pergi - setidaknya sebelum Covid-19 menghentikan perjalanan internasional - untuk Eropa atau program pemerintah yang mengirim pekerja ke Australia dan Korea Selatan menunjukkan kurangnya peluang yang perlu ditangani.
Sementara itu, prevalensi pekerja asing dalam pekerjaan yang berhubungan dengan atap, pertukangan kayu dan perdagangan lainnya memperlihatkan kurangnya keterampilan langsung yang dibutuhkan di bidang-bidang ini.
Perekonomian Timor Leste sangat bergantung pada pengeluaran pemerintah, dan selama bertahun-tahun, sektor publik telah menjadi pemberi kerja terbesar di sektor formal.
Pemerintah memiliki peran penting untuk dimainkan dalam menangani pengangguran kaum muda Timor Leste.
Artikel ini telah tayang di GridHot.ID dengan judul, Pendidikan Seperti 'Kutukan', Pemuda Timor Leste Hanya Punya 2 Pilihan, Nganggur atau Jadi Pekerja Migran https://pop.grid.id/read/302367470/nggak-masuk-akal-cuma-di-timor-leste-pendidikan-bak-kutukan-pemuda-bumi-lorosae-terjebak-dalam-2-pilihan-nganggur-atau-jadi-migran?page=all
Artikel ini telah tayangdi https://intisari.grid.id/amp/032374727/mati-matian-perjuangkan-timor-leste-untuk-merdeka-rakyatnya-justru-ungkap-borok-negaranya-sendiri-setelah-merdeka-kami-ditinggalkan-pemerintah-mereka-mengkhiana?page=2&_ga=2.17977405.587751915.1601992961-1380521161.1589390118
Artikel ini telah tayang di Intisari Online dengan judul "Lolos dari Maut Ketika Indonesia Invasi Timor Leste, Inilah Bella Galhos Pemberontak Timor Leste yang Berhasil Jadi Agen Ganda Menyusup sebagai Tentara Indonesia" https://hot.grid.id/read/182378065/bella-galhos-wanita-pemberontak-timor-leste-yang-berhasil-lolos-dari-maut-usai-susupi-tentara-indonesia-bertahun-tahun-jalani-kehidupan-sebagai-agen-ganda-begini-kis?page=all