Demo UU Cipta Kerja

Fadli Zon: ''Jelas Pelanggaran HAM'', VIRAL Video Puluhan Pria Diduga Pendemo Dijemur di Aspal

Sebuah video yang memperlihatkan puluhan pria yang diduga pendemo viral di media sosial. Anggota DPR RI Fadli Zon dikabarkan mengomentari video viral

Editor: Benny Dasman
Kloase tribunnews.com
Cara Ganjar Pranowo, Ridwan Kamil, Anies Baswedan, Tri Rismaharini, menhadapi pengunjuk rasa UU Cipta Kerja. 

POS KUPANG, COM -  Sebuah video yang memperlihatkan puluhan pria yang diduga pendemo viral di media sosial.

Dalam video tersebut tampak puluhan pria diduga pendemo dihukum berjemur oleh polisi.

Anggota DPR RI Fadli Zon dikabarkan mengomentari video viral tersebut.

Melihat video para pria dijemur telentang di aspal oleh polisi, Fadli Zon tampak heran.

Fadli Zon pun menyebut aksi yang dilakukan polisi terhadap puluhan pria itu melanggar hak asasi manusia.

Sebelumnya, video puluhan pria dijemur telentang di aspal oleh polisi sempat viral di media sosial.

Adalah akun @SaveMoslem1 yang membagikan video tersebut.

Dalam video tersebut tampak puluhan pria bertelanjang dada diminta untuk telentang di atas aspal.

Video tersebut direkam di Polres Cirebon, Jawa Barat.

Puluhan pria tersebut diduga adalah pendemo yang menolak UU Cipta Kerja.

 Dalam video terlihat puluhan pria telentang di atas aspal saat matahari sedang terik.

Sembari berjemur, puluhan pria itu sempat mengeluh kala ditanyai polisi.

"Panas enggak ?" tanya seseorang di video.

"Panas," jawab puluhan pria kompak.

"Tidur,tidur," kata seseorang diduga polisi.

"Balik, balik. Cium tanahnya cium," sambungnya.

 Video yang memperlihatkan puluhan pria dijemur di aspal itu pun menyita perhatian khalayak.

"Kasihan....mereka memperjuangkan nasib ....... kok malah dijemur," tulis akun @SaveMoslem1.

Hingga artikel ini ditayangkan, belum ada keterangan dari Polres Cirebon atau pihak kepolisian mengenai video tersebut.

Pun dengan dugaan apakah puluhan pria tersebut adalah pendemo yang sedang dihukum.

 Meski begitu, politikus Fadli Zon tampaknya ikut gusar saat melihat video tersebut.

Dalam laman Twitter-nya yang sudah terverifikasi, Fadli Zon mempertanyakan apakah tindakan yang dilakukan pada video sudah sesuai prosedur tetap dari pihak kepolisian.

Fadli Zon lantas bertanya kepada Kapolri terkait hal tersebut.

Sebab menurut Fadli Zon, tindakan para polisi tersebut telah melanggar hak asasi manusia.

"Pak Kapolri, apakah ini sebuah protap resmi? Menurut sy jelas sebuah pelanggaran hak asasi manusia. @DivHumas_Polri," tulis Fadli Zon.

 Fadli Zon Kritik Pengesahan UU Cipta Kerja

Fadli Zon menganggap UU Cipta Kerja tidak tepat sasaran.

TribunnewsBogor.com melansir Kompas.com, Mengutip data World Economic Forum (WEF), Fadli memaparkan kendala utama investasi di Indonesia adalah korupsi, inefisiensi birokrasi, ketidakstabilan kebijakan, serta regulasi perpajakan.

"Tapi yang disasar omnibus law kok isu ketenagakerjaan? Bagaimana ceritanya? Jadi, antara diagnosa dengan resepnya sejak awal sudah tak nyambung," katanya dalam keterangan tertulis, Rabu (7/10/2020).

Menurutnya, pekerja/buruh yang saat ini dalam posisi sulit akibat dampak pandemi Covid-19 kian terpojok.

 Fadli berpendapat, kepentingan dan suara masyarakat dalam pembentukan UU Cipta Kerja justru terpinggirkan.

Fadli mencatat sejumlah isu yang menjadi pokok penolakan pekerja/ buruh

"Dalam catatan saya, ada beberapa isu yang memang mengusik rasa keadilan buruh. Misalnya, skema pesangon kepada pekerja yang di-PHK diubah dari sebelumnya 32 bulan upah, kini menjadi 25 bulan upah. Kemudian, penghapusan UMK (Upah Minimum Kabupaten) menjadi UMP (Upah Minimum Provinsi)," tuturnya.

Kemudian, hak-hak pekerja yang sebelumnya dijamin dalam UU Ketenagakerjaan Nomor 13/2003, seperti hak istirahat panjang, uang penghargaan masa kerja, serta kesempatan untuk bekerja selama 5 hari dalam seminggu dihapus dalam UU Cipta Kerja.

"Sehingga, secara umum, omnibus law ini memang tak memberi rasa keadilan, bukan hanya buat buruh, tapi juga buat masyarakat secara umum," kata Fadli.

Selain itu, Fadli menilai proses pembentukan dan pengesahan UU Cipta Kerja tidak tepat waktu.

Ia mengatakan membahas RUU sepenting ini yang berdampak pada banyak aspek kehidupan masyarakat di tengah pandemi sungguh merupakan preseden buruk bagi praktik legislasi.

"Membahas seluruh materi yang telah disebutkan tadi dalam tempo yang singkat memang mustahil dilakukan, apalagi di tengah berbagai keterbatasan dan pembatasan semasa pandemi ini. Sehingga, pembahasan omnibus law ini kurang memperhatikan suara dan partisipasi masyarakat," ujarnya.

Ia pun khawatir pengesahan UU Cipta Kerja justru melahirkan ketidakstabilan di Tanah Air.

Berbagai penolakan masyarakat hingga aksi mogok kerja telah menunjukkan bahwa UU Cipta Kerja hanya menimbulkan kegaduhan.

"Kalau terus dipaksa untuk diterapkan, ujungnya sudah pasti hanya akan merusak hubungan industrial. Artinya, baik buruh maupun pengusaha pada akhirnya bisa sama-sama dirugikan. Ini soal waktu saja," kata Fadli.

Fadli sendiri mengaku tidak mendapat mencegah pengesahan RUU Cipta Kerja.

Alasannya, dia bukan merupakan anggota Badan Legislasi (Baleg) DPR, dan ia pun mengaku terkejut dengan agenda paripurna penutupan masa sidang yang dipercepat pada Senin (5/10/2020)

 Sebagai anggota DPR, saya termasuk yang tak dapat mencegah disahkannya UU ini. Selain bukan anggota Baleg, saya pun termasuk yang terkejut adanya pemajuan jadwal Sidang Paripurna kemarin, sekaligus mempercepat masa reses," ucapnya.

"Ini bukan apologi, tapi realitas dari konfigurasi politik yang ada. Saya mohon maaf," ujar Fadli. 

* Dosen Korban Salah Tangkap

Nasib buruk dialami oleh AM (27), seorang dosen di Makassar, Sulawesi Selatan.

AM dipukuli hingga babak belur setelah selesai membeli makanan.

Ia pun menjadi korban salah tangkap saat dirinya terjebak pada saat aksi unjuk rasa penolakan Undang-undang Ombnibus Law Cipta Kerja berujung ricuh di Makassar pada 8 Oktober 2020.

 Kepada tribun-timur.com, Minggu (11/10/2020) AM bercerita, sebelum aksi berlangsung ricuh dirinya berada di depan minimarket Kantor Gubernur Sulsel, Makassar, Jl Urip Sumiharjo sekitar pukul 21.45 Wita.

AM pada saat itu selesai membeli makanan, kemudian ingin memprint berkas BKD di tempat ia biasa memprint (Depan Univ Bosowa), namun situasi telah memanas.

Akhirnya, dirinya tetap berada di depan minimarket untuk menunggu redanya aksi demonstrasi tolak Omnibus Law tepatnya di bale-bale depan minimarket tersebut.

Namun, saat ricuh dan polisi menembakkan gas air mata AM pun sempat berpindah dari tempat pertama lantaran ingin menghindari gas air mata tersebut.

"Saat itu saya menjauh guna hindari gas air mata makanya saya berada lebih dekat dengan minimarket itu," katanya.

Tak lama kemudian, polisi melakukan penyisiran dan AM pun ditangkap dan dipukuli di depan minimarket tersebut.

Saat ditangkap AM tidak melarikan diri karena menganggap dirinya tidak mengikuti aksi, pada saat penangkapan AM sempat memperlihatkan Kartu Tanda Pengenal (KTP) serta memberitahukan identitas bahwa dirinya seorang dosen.

Namun oknum polisi saat itu langsung memukuli dan menginjak-injak AM hingga terjatuh secara berkali-kali.

"Saya jelaskan bahwa saya dosen dan tidak ikut unjuk rasa tapi oknum polisi itu langsung memegang kerah baju saya, lalu memukul pada bagian wajah dan kepala. Selain itu oknum polisi itu juga menggunakan tameng memukul paha, saya terjatuh beberapa kali dan berusaha berdiri, bahkan saya mengira malam itu ajal saya" tuturnya.

Setelah itu, AM diseret dan dibawa masuk ke dalam mobil polisi.

 "Di mobil polisi saya menjelaskan identitas dan memberitahu bahwa saya Dosen sehingga ada seorang pimpinan memberikan penjelasan untuk tidak melakukan pemukulan, namun setelah pimpinannya meninggalkan tempat maka beberapa oknum polisi kembali melakukan pemukulan pada bagian kepala, tidak hanya itu ada seorang oknum polisi yang juga melontarkan kata 'Dosen Su*da**' sambil memukul kepala saya," bebernya.

Akibatnya, AM mengalami luka pada memar pada bagian wajah serta luka goresan pada bagian wajah, bengkak serta memar di bawah mata sebelah kanan hingga pendarahan bagian mata kanan.

Luka-luka bagian mulut, luka gores pada bagian tangan kanan kiri, lebam pada punggung sebelah kanan dan paha sebelah kanan, serta pembengkakan pada daerah kepala.

Kemudian, AM pun dibawa ke Polrestabes Makassar. Di Polrestabes AM mengaku tidak mengalami kekerasan secara fisik apapun, malahan mendapatkan perlakuan baik berupa pemberian obat penghilang nyeri.

Tapi yang ia sayangkan ada seorang oknum kepolisian yang memberikan perlakuan kasar secara verbal.

Hal ini terjadi meskipun AM telah memberikan penjelasan bahwa dia seorang dosen dan tidak ikut dalam aksi, bahkan AM memberikan penjelasan dia disorot CCTV yang dapat dijadikan dasar untuk membuktikan pernyataannya bahwa tidak ikut serta tidak sedikitpun menyetuh badan aspal jalan sejak berada di lokasi.

Namun hal ini tidak diindahkan oleh oknum tersebut, malahan sembari melontarkan kata berisi kekerasan verbal.

 "Saya coba jelaskan lagi identitas saya tapi kata oknum polisi pada malam itu di Polrestabes Makassar berkata 'Tidak ada itu dosen' padahal saya telah menjelaskan kronologi kenapa saya ada di tempat tersebut," ucap AM sambil menirukan kata oknum polisi itu.

Setelah berada di Polretabes Makassar kurang lebih 1x24 jam, AM pun diperbolehkan meninggalkan Polrestabes.

AM mengaku sangat menyayangkan tindakan represif oknum polisi tersebut dikarenakan melanggar hak asasi manusia yang dijamin dalam UUD 1945.

 "Haparan saya kiranya pimpinan dalam hal ini Pak Kapolda dan Pak Kapolres yang saya yakin belum mengetahui hal tersebut, agar segera menindak dan memproses secara hukum oknum polisi yang telah melakukan pelanggaran HAM dan telah mencoreng nama baik institusi POLRI yang seharusnya mengayomi bukan melakukan penganiayaan secara membabi buta," tuturnya.

"Perlakuan tersebut jauh dari semangat pemisahan TNI-POLRI amanah Reformasi, hal tidak dapat dibenarkan karena tidak ada satupun ketentuan peraturan perundang-undangan yang memperbolehkan atau memberikan kewenangan kepada pihak aparat Kepolisian untuk mengamankan dengan metode seperti ini, sehingga saya akan menggunakan hak-hak saya melalui mekanisme legal formal yang dijamin dalam peraturan perundang-undangan," tutupnya. *

Artikel ini telah tayang di tribun-timur.com dengan judul "Jadi Korban Salah Tangkap Saat Demo Omnibus Law, Dosen di Makassar Dipukul hingga Babak Belur" dan di Tribunnews.com dengan judul Kronologi Dosen Jadi Korban Salah Tangkap Saat Demo UU Cipta Kerja, Dipukul hingga Babak Belur

https://www.tribunnews.com/regional/2020/10/12/kronologi-dosen-jadi-korban-salah-tangkap-saat-demo-uu-cipta-kerja-dipukul-hingga-babak-belur?page=all

Artikel ini telah tayang di tribunnewsbogor.com dengan judul Puluhan Pria Diduga Pendemo Dijemur Telentang di Aspal, Fadli Zon : Pelanggaran Hak Asasi Manusia, https://bogor.tribunnews.com/2020/10/12/puluhan-pria-diduga-pendemo-dijemur-telentang-di-aspal-fadli-zon-pelanggaran-hak-asasi-manusia?

Sumber: Tribun Manado
Berita Terkait
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved