Breaking News

Fadli Zon Bilang UU Cipta Kerja Memang Tak Beri Rasa Keadilan, Ungkap Isu Rasa Keadilan Buruh

Fadli Zon dapat memahami kenapa saat ini masyarakat banyak yang gelisah dan marah terhadap omnibus law.

Editor: Hermina Pello
warta kota-tribunnews.com
Politisi Partai Gerindra, Fadli Zon 

POS-KUPANG.COM | JAKARTA - Anggota DPR RI Fraksi Gerindra Fadli Zon  menyebut omnibus law ini memang tak memberi rasa keadilan, bukan hanya buat buruh, tapi juga buat masyarakat secara umum

Ia juga menilai Undang-Undang Cipta Kerja tidak tepat waktu dan sasaran.

Untuk diketahui fraksi Partai Gerindra menyetujui pengesahan RUU Cipta Kerja menjadi UU Cipta Kerja sedangkan Fadli Zon berasal dari Gerindra

Fadli Zon menjelaskan, tidak tepat waktu karena Indonesia sedang menghadapi pandemi Covid-19.

Sehingga semua pihak fokus utamanya terhadap isu kesehatan dan kemanusiaan seperti yang dikatakan Presiden Joko Widodo (Jokowi).

Luhut Panjaitan Sebut Bank Dunia Puji UU Cipta Kerja Omnibus Law hingga Jokowi di ILC TV One

DAFTAR Nama Politisi Pimpinan dan Anggota Baleg DPR yang Bahas & Setujui Omnibus Law Cipta Kerja

Politikus Demokrat Keluar Saat Sidang UU Cipta Kerja, Sosok Benny K Harman Bukan Orang Sembarangan!

"Tingkat kematian dokter kita saat ini tertinggi di Asia, setidaknya ada 130 dokter. Menurut IDI, meninggal akibat menangani Covid-19 sejauh ini. Angka-angka ini tentu saja tak bisa disepelekan," kata Fadli Zon dalam keterangannya, Jakarta, Rabu (7/10/2020).

"Begitu juga dengan tingkat kematian akibat Covid-19 di Indonesia, berada di atas rata-rata dunia. Artinya, ada hal lain yang jauh lebih serius untuk ditangani dibanding omnibus law," sambung Fadli.

Sementara itu, terkait tidak tepat sasaran, Fazli menyebut jika tujuannya untuk mendatangkan investasi, maka apa yang jadi hambatan investasi, dengan apa yang dirancang oleh omnibus law sama sekali tak sinkron.

Wakil Ketua Dewan Pembina Gerindra itu memaparkan, berdasarkan World Economic Forum (WEF), kendala utama investasi di Indonesia adalah korupsi, inefisiensi birokrasi, ketidakstabilan kebijakan, serta regulasi perpajakan.

"Tapi yang disasar omnibus law kok isu ketenagakerjaan? Bagaimana ceritanya? Jadi, antara diagnosa dengan resepnya sejak awal sudah tak nyambung," ucap Fadli.

Karena itu, Fadli Zon dapat memahami kenapa saat ini masyarakat banyak yang gelisah dan marah terhadap omnibus law.

"Mereka melihat kalau kepentingan dan suara mereka sama sekali kurang diperhatikan. Kaum buruh, yang saat ini berada dalam posisi sulit akibat Covid-19, posisinya jadi kian terpojok," kata Anggota Komisi I DPR itu.

Dalam catatannya, kata Fadli, ada beberapa isu yang memang mengusik rasa keadilan buruh.

Misalnya, skema pesangon kepada pekerja yang di-PHK diubah dari sebelumnya 32 bulan upah, kini menjadi 25 bulan upah.

Kemudian, penghapusan UMK (Upah Minimum Kabupaten) menjadi UMP (Upah Minimum Provinsi).

Padahal, kata Fadli, menurut data lapangan, besaran UMP pada umumnya adalah di bawah UMK.

"Sehingga, alih-alih meningkatkan kesejahteraan buruh, omnibus law ini belum apa-apa sudah akan menurunkan kesejahteraan mereka," ujar Fadli.

Selain itu, Fadli juga melihat hak-hak pekerja yang sebelumnya dijamin, seperti hak istirahat panjang, uang penghargaan masa kerja, serta kesempatan untuk bekerja selama 5 hari dalam seminggu, kini tidak ada lagi.

"Sehingga, secara umum, omnibus law ini memang tak memberi rasa keadilan, bukan hanya buat buruh, tapi juga buat masyarakat secara umum," ucapnya.

Merasa dipermainkan

Ketua Lembaga Pendidikan (LP) Maarif Nahdatul Ulama (NU) Arifin Junaidi mengaku kecewa atas masuknya klaster pendidikan dalam UU Cipta Kerja.

Arifin mengatakan pihaknya sempat dijanjikan Ketua Komisi X DPR RI Syaiful Huda bila klaster pendidikan bakal dihapus dari draft RUU Cipta Kerja.

Namun, nyatanya setelah disahkan klaster pendidikan masih ada di dalam UU Cipta Kerja.

"Sebelumnya Ketua Komisi X DPR sudah menyampaikan kepada kami, melalui masyarakat bahwa soal pendidikan ini di-drop dari UU Cipta Kerja. Tapi ternyata masih tetap ada, karena itu kami tentu sangat kecewa. Kami merasa dipermainkan," ucap Arifin saat dikonfirmasi, Selasa (6/10/2020).

"Jadi saya tidak tahu ini, rezim apa ini, menganggap pendidikan sebagai komoditas yang diperdagangkan begitu," tambah Arifin.

Arifin mengatakan tidak selayaknya kegiatan pendidikan ditujukan untuk memperoleh keuntungan.

Menurutnya, pasal 65 UU Cipta Kerja mengarahkan kegiatan pendidikan menjadi upaya mencari laba karena terdapat aturan perizinan usaha.

"Masa bunyinya pasal 65 itu pelaksanaan pendidikan dapat dilakukan melalui perizinan berusaha.

Di dalam undang-undang itu izin usaha sama dengan izin usaha. Jadi ada upaya mencari laba," kata Arifin.

Padahal selama ini, Arifin mengatakan LP Maarif NU tidak pernah mengejar keuntungan dalam menjalankan pendidikan.

Menurut Maarif, aturan pada UU Cipta Kerja mensyaratkan izin usaha untuk pembukaan sekolah yang mengarah pada pencarian laba.

Dirinya menilai aturan ini akan mengancam pendidikan di daerah dan masyarakat menengah ke bawah.

"Kami ini kan banyak di desa di pelosok. Kami segmennya masyarakat menengah ke bawah. Jadi bisa mati ilmu sekolah madrasah kami, apa negara sanggup mengisi kekosongan itu kalau nanti kami gulung tikar," tegas Arifin.

Rencananya, LP Maarif dengan lembaga pendidikan lain bakal mengajukan uji materi atau judicial review UU Cipta Kerja ke Mahkamah Konstitusi.

"Iya kita akan bersama-sama dengan aliansi yang kemarin yang menolak UU Cipta Kerja dari unsur pendidikan, kita akan bergerak bersama lagi. LP Marif tentu akan ikut di dalamnya, dan Maarif juga akan mengambil langkah sendiri guna di-dropnya pasal pendidikan," pungkas Arifin.

Seperti diketahui, DPR mengesahkan Rancangan Undang-Undang (RUU) Cipta Kerja menjadi undang-undang.

Hal tersebut diputuskan dalam rapat paripurna masa persidangan I Tahun Sidang 2020-2021 di gedung Nusantara DPR, Komplek Parlemen, Jakarta, Senin (5/10/2020).

"Berdasarkan yang telah kita simak bersama, saya mohon persetujuan. Bisa disepakati?," tanya Wakil Ketua DPR Azis Syamsuddin selaku pimpinan rapat paripurna.

"Setuju," jawab para anggota dewan.

Sebelum disahkan menjadi undang-undang, Azis mempersilahkan Ketua Panja Baleg DPR Supratman Andi Agtas dan perwakilan sembilan fraksi untuk menyampaikan pandangan akhir terkait RUU Cipta Kerja.

Setelah itu, Menko Perekonomian Airlangga Hartarto mewakili pemerintah menyampaikan pandangan akhir terkait RUU tersebut.

Artikel ini telah tayang di Tribunnews.com dengan judul Fadli Zon Sebut UU Cipta Kerja Tidak Tepat Waktu dan Sasaran, https://www.tribunnews.com/nasional/2020/10/07/fadli-zon-sebut-uu-cipta-kerja-tidak-tepat-waktu-dan-sasaran?page=all
Editor: Adi Suhendi

Sumber: Tribunnews
Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved