Dr Mery Kolimon dan Empat Orang Pemuka Agama Indonesia Ajak Tanda Tangan Petisi Tolak UU Cipta Kerja

Omnibus Law adalah ancaman untuk kita semua. Ancaman untuk demokrasi Indonesia. Kami bersuara dengan petisi ini, untuk mengajak teman-teman

Penulis: Hermina Pello | Editor: Hermina Pello
tribunnews.com
Situasi Sidang DPR sahkan RRU Cipta Kerja jadi UU 

POS-KUPANG.COM | KUPANG - Pemuka Agama Indonesia yang diinisiasi lima orang yakni Prof. Busryo Muqodas, Pdt. DR. Merry Kolimon, Ulil Absar Abdalla, Engkus Ruswana, Roy Murtadho dan Pdt. Penrad Sagian dan mengajak masyarakat untuk menandatangani petisi menolak UU Cipta Kerja  

Untuk diketahui meskipun RUU tersebut masih menuai pro dan kontra, DPR dan Pemerintah tetap mengesahkan RUU Cipta Kerja jadi undang-undang ( UU Cipta Kerja. Pengesahan RRU Cipta Kerja menjadi UU Cipta Kerja dilakukan dalam Rapat Paripurna masa persidangan I Tahun Sidang 2020-2021 di gedung Nusantara DPR, Komplek Parlemen, Jakarta, Senin (5/10/2020).

Tanggapan terhadap RUU yang sudah disahkan itu juga datang dari Pemuka Agama Indonesia.

Dalam postingan di facebook, Dr Meri Kolimon yang juga ketua Sinode GMIT juga menggunggah Maklumat Pemuka Agama Indonesia yang diinisiasi  Prof. Busryo Muqodas, Pdt. DR. Merry Kolimon, Ulil Absar Abdalla, Engkus Ruswana, Roy Murtadho dan Pdt. Penrad Sagian untuk menandatangani petisi

Tak Bertanggung Jawab, Demokrat Walk Out Saat Rapat Paripurna DPR Sahkan RUU Cipta Kerja jadi UU

SAH! RUU Cipta Kerja Ditetapkan DPR jadi UU, Begini Tanggapan Menko Perekonomian, Reaksi Buruh?

Maklumat tersebut tertulis

Saya mendapat kabar, kalau siang ini RUU Cipta Kerja atau Omnibus Law akan disahkan oleh DPR RI. Padahal rencana awalnya baru dilaksanakan pada tanggal 8 Oktober 2020.

Seperti yang sudah diketahui, RUU Cipta Kerja mengancam banyak sektor, mulai dari kebebasan sipil, keadilan sosial, ekonomi, budaya dan keberlanjutan lingkungan hidup.

Sebagai Rancangan Undang-Undang yang dibentuk dengan metode Omnibus Law, RUU Cipta Kerja memuat banyak klaster dan sub-klaster isu pembahasan, yang di dalamnya total ada lebih dari 81 (delapan puluh satu) Undang-Undang serta seribu lebih pasal di seluruh undang-undang tersebut yang diubah.

Beberapa persoalan mendasar dalam RUU Cipta Kerja ini, antara lain:

1. Spionase dan ancaman kebebasan beragama-berkeyakinan, khususnya adanya wacana pengawasan aliran kepercayaan oleh kepolisian.

Ketentuan ini justru akan melanggengkan stigma, penyingkiran, diskriminasi dan pelanggaran HAM yang terjadi berpuluh-puluh tahun kepada kelompok minoritas agama atau keyakinan dan menimbulkan kecurigaan antar sesama warga negara.

2. Pemangkasan hak-hak buruh/pekerja. Nantinya pekerja/buruh akan diupah semurah mungkin dengan penghitungan upah per jam dan dilegalkannya pembayaran upah di bawah standar minimum di sebagian sektor ketenagakerjaan. Selain itu status dan kepastian kerja tidak jelas lewat outsourcing dan kontrak kerja tanpa batasan waktu.

3. Potensi konflik agraria dan SDA/lingkungan hidup. Selama 5 tahun terakhir ada 1.298 kasus kriminalisasi terhadap rakyat akibat mempertahankan hak atas tanah dan wilayah hidupnya. Misalnya perubahan atas UU P3H (Pasal 82, 83 dan 84, yang ada di dalam pasal 38 UU Cipta Kerja) soal ancaman pidana kepada orang-perorangan yang dituduh melakukan penebangan pohon, memanfaatkan hasil hutan bukan kayu, membawa alat-alat yang lazim digunakan untuk menebang, memotong dan membelah pohon tanpa perizinan dari pejabat yang berwenang di kawasan hutan.

4. Pemangkasan ruang penghidupan kelompok nelayan, tani, dan masyarakat adat atas nama kepentingan pembangunan dan ekonomi.

Aturan ini akan memberikan kemudahan bagi korporasi dan pemerintah untuk merampas tanah dan sumber daya alam yang dikuasai masyarakat, baik kelompok miskin kota, masyarakat adat, petani, dan nelayan.

Sumber: Pos Kupang
Halaman 1 dari 4
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved