Breaking News

Parodi Situasi

Parodi Situasi Minggu, 22 Agustus 2020: Antara TTS dan Jokowi

Rupanya kuis nya sederhana saja: antara TTS dan Jokowi. Jawaban yang paling gampang TTS itu singkatan dari Teman Tapi Mesra

Editor: Kanis Jehola
zoom-inlihat foto Parodi Situasi Minggu, 22 Agustus 2020: Antara TTS dan Jokowi
Dok
Logo Pos Kupang

POS-KUPANG.COM - Rupanya kuis nya sederhana saja: antara TTS dan Jokowi. Jawaban yang paling gampang TTS itu singkatan dari Teman Tapi Mesra. Judul lagu yang diciptakan dan dipopulerkan Dou Ratu yang digawangi Maya Estianti lebih dari sepuluh tahun lalu.
***
Ternyata jawabannya salah. TTS bukan Teman Tapi Mesra. TTS yang dimaksudkannya adalah Timur Tengah Selatan. TTS yang tenar ke seluruh nusantara bahkan ke manca negara, karena kain adat TTS dipakai Jokowi. Bukan pakai sembarang pakai! Akan tetapi Jokowi pakai pakaian adat TTS pada hari Puncak Perayaan 75 Tahun Negara Republik Indonesia. Siapa yang tidak bangga.

"Saya malu sekali," kata Jaki sambil menutup wajahnya dengan kedua telapak tangan. Jaki patut malu karena selama ini tidak pernah sekali pun mau pakai pakaian adat daerahnya sendiri. Dalam penampilan paling sederhana sekalipun -misalnya gunakan bahan kain adat sebagai bahan untuk kemeja atau jas modern-Jaki tidak pernah mau. "Malu!" Itu alasannya. Banyak pertanyaan ikutan yang selalu menyertai pikiran Jaki.

Aurelie Moeremans: Diblokir Mantan

"Nanti orang omong apa? Jaman modern pakai pakaian adat kampung? Kain yang ditenun di kampung? Bahkan kain yang ditenun ibunya sendiri dan para perempuan di kampungnya. Bagaimana mungkin?" begitulah yang Jaki pikir dan rasa.
***
Bagi Jaki yang hebat dan keren itu adalah blue jeans untuk santai dan jas gaya Eropah Amerika ala Bill Clinton. Ya, pokoknya ala orang-orang kantoran, para pejabat, anggota dewan, orang-orang kaya, dan para penguasa.

"Apa benar Jokowi pakai pakaian adat TTS untuk merayakan detik-detik Proklamasi 17 Agustus 2020 yang lalu?" Rara ternganga.

Penumpang KMP Sangke Palangga Reaktif Rapid Test

"Kamu dimana? Tidak ikut upacara? Oh, apakah kamu ikut upacara langsung di kantor?" tanya Benza.
"Ngorok! Maklum libur! Jadi tahu saja. Melenggang ukur tempat tidur sampai jam dua belas siang," jawab Rara sambil mengucak-ngucak matanya sambil menguap lebar sekali. "Lagi pula ikut upacara juga untuk apa? Sudah tujuh puluh lima tahun ya sudah toh. Apa urusannya dengan saya?" jawab Rara seenaknya.
***
Nona Mia dan Benza terkejut setengah mati. Bayangkan! Pada hari ini ada laki-laki yang memiliki cara berpikir seperti laki-laki yang satu ini. Menurut Nona Mia dan Benza kita perlu ambil waktu, siapkan pikiran dan hati, cukup satu hari saja dalam satu tahun, 17 Agustus, kita menghayati apa artinya merdeka, perjuangan para pahlawan, kebhinekaan, Pancasila, Pembukaan UUD 1945 dan lainnya. Mungkin cukup tujuh belas detik sesuai himbauan pemerintah pada tanggal 17 Agustus kita diam sejenak untuk berterima kasih pada NKRI.

Jika kita bukan orang kantoran. Jika kita tidak ada kesempatan untuk ikut upacara di lapangan bersama para pejabat dan segenap jajaran ke atas dan ke bawah, kita memiliki waktu nonton televisi. Jika tidak ada televisi, bisa gunakan HP.

Jika semuanya tidak ada bisa mohon izin ke rumah tetangga. Jika semuanya tidak ada bisa secara pribadi ambil waktu tujuh belas detik untuk diam sejenak dan bersyukur pada NKRI. Jika kita tidak punya arloji atau jam untuk menghitung detik, kita bisa menghitung dalam hati dari angka satu sampai tujuh belas, demi mengenang sejarah NRKI.
***
"Begitukah? Aduh! Sayajuga malu sekali," sambung Rara sambil menutup wajahnya dengan kedua telapak tangan. "Ternyata tenunan kita luar biasa bermakna. Jokowi menggunakan pada hari istimewa. Sungguh penghargaan yang luar biasa. Rugiiiii saya tidak nonton langsung." "Syukurlah kamu berdua masih punya malu," kata Nona Mia.

"Saya juga belajar untuk merasa malu," sambung Benza. "Malu karena selama ini kurang menghargai apa yang kita miliki. Pakaian adat yang kaya raya motif, warna, dan makna. Kondisi alam yang kering kerontang ini juga kita punya.

Tidak perlu malu. Yang perlu adalah bagaimana berjuang keras untuk mengolahnya. Kering tidak ada air. Tidak perlu malu. Yang perlu adalah kerja sama bahu membahu dengan dukungan pemerintah dan segenap masyarakat untuk mengadakan air. Inilah kita! Bagaimana menjadikannya berguna tergantung pada kita juga.

"Saya juga belajar menghargai tradisi budaya yang kita miliki. Pakaian adat, rumah adat, tarian dan nyanyian tradisional, berbagai ritual, segala warisan benda maupun tak benda yang kita punya. Bagaimana mungkin kita dihargai jika kita tidak lebih dulu menghargai apa yang kita punya?" kata Nona Mia.
***
Mungkin untuk Jokowi Sang Presiden TTS itu bukan hanya Timor Tengah Selatan tetapi juga Teman Tapi Mesra. Dalam konteks menjunjung tinggi tradisi tenun kita, Teman Tapi Mesra boleh saja. Jawabannya benar! TTS itu Teman Tapi Mesra. (*)

Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved