Are Gau dan Ketulusan TNI Bertahan di Bukit Curam Mengurai Mimpi Warga Wolokota Ende (2)
Tantangan jalan darat berat. Bukan hanya bukit-bukit curam. Mereka juga mesti waspada terhadap serangan babi hutan atau ular.
Are Gau dan Ketulusan TNI Bertahan di Bukit Curam Mengurai Mimpi Warga Wolokota Ende (2)
POS-KUPANG.COM | ENDE - "Mereka semangat dan tulus. Kami bawa are gau. Ini yang bisa kami berikan, selain tenaga kami untuk membantu mereka kerja," ungkap pria kurus itu.
Jarum jam menunjukan pukul 10.00 Wita. POS-KUPANG.COM masih separuh perjalanan menyusuri jalan batu dan kerikil. Perjalanan dari Kantor Desa Reka menuju titik start pembukaan jalan menuju Desa Wolokota.
Burung-burung beterbangan dan hinggap di ranting pohon. Kicauan mereka masih lantang. Cahaya mentari menyelinap di antara dedaunan pohon. Keindahan alam itu Terekam dalam kamera Sony Alfa 6.000 yang selalu bergantung di bahu.
Melalui Tentara Manunggal Membangun Desa (TMMD) yang ke-108, Kodim 1602 Ende bertekad mewujudkan kerinduan warga Wolokota menikmati akses jalan.
Gemuruh exavator mulai terdengar, mungkin tidak lama lagi bakal sampai. Namun langkah tiba-tiba terhenti. Pria paruh baya itu yang berdiri di bawah pohon pisang, tampak seperti sedang marah. Sesekali dia mencakar pinggang lalu bergumam.
Raut wajahnya berubah ketika POS-KUPANG.COM menyapa. Ia tersenyum lalu mendekat. "Pisang saya habis, itu monyet-monyet curi. Huh! Sudah cape-cape tanam," katanya sembari menunjuk ke arah kawanan monyet yang bertengger di ujung tebing.
Pria itu Viktor Dale, warga Desa Reka. Kata Viktor, warga Reka dan Wolokota setiap hari 'berteman' dengan kawanan monyet dan babi hutan. "Yah maksudnya berteman itu, hampir setiap hari kami berurusan dengan mereka, apalagi musim panen kami was-was," tegas Viktor.
Viktor menyuguhkan kelapa muda. Rasanya manis. Menurutnya, air kelapa di ke kebunnya memang manis, karena dekat pantai. Syukurlah dapat tambahan energi lanjutkan perjalanan.
Pukul 12.00 POS-KUPANG.COM tiba di titik start, ada dua exavator dan satu braket di situ. Sulit membayangkan bagaimana tiga alat berat itu bisa bertengger di lereng bukit curam.
Beberapa pria bertubuh kurus itu tersenyum senang, tampak garis urat di dahi mereka menyaksikan pria-pria perkasa berbaju loreng asyik melahap are gae. "Wartawan, mari makan," ajak pria-pria perkasa itu.
Warga menyebutnya are gau. Are itu beras dan gau, bungkusan memanjang dari daun kelapa. Beras dibungkus dalam daun kelapa yang dianyam memanjang, lalu dimasak atau dikukus dalam air mendidih.
Bila sudah matang, are gau digantung dan dibiarkan mengering dengan bantuan angin. Panjang are gae bisa 15 hingga 20 cm, sehingga mudah dibawa. Are gae bisa bertahan hingga dua hari sehingga dijadikan bekal bagi orang Wolokota ketika pergi berladang atau melakukan perjalanan jauh.
Heronimus Wowa (48), warga Wolokota sangat terharu dengan kehadiran TNI. Terbersit niat setiap hari membawa bekal (are gae) lebih ketika pergi berladang. Bekal itu dibagikan kepada anggota TNI.
"Mereka tulus, kami pun tulus bawa are gae, ini yang bisa kami berikan untuk mereka selain tenaga kami untuk membantu mereka kerja," ungkap Heronimus.