Wawancara Eksklusif DR Inche DP Sayuna, SH, MHum: Organisasi Media Relaksasi

TAK banyak perempuan NTT gemar berorganisasi. Satu di antaranya adalah Dr Inche DP Sayuna, SH, MHum

Editor: Kanis Jehola
Dokumentasi keluarga
Inche DP Sayuna 

POS-KUPANG.COM - TAK banyak perempuan NTT gemar berorganisasi. Satu di antaranya adalah Dr Inche DP Sayuna, SH, MHum. Naluri berorganisasinya tumbuh dan berkembang sejak berusia 17 tahun.

Berawal dari organisasi kemahasiswaan, istri Hengky Famdale ini merambah organisasi sosial kemasyarakat, agama dan berlabuh di organisasi politik. Dalam berorganisasi, Wakil Ketua DPRD Provinsi NTT ini kerap dipercayakan sebagai ketua atau sekretaris.

Pemilik tanggal 11 Desember 1966 ini sudah tak ingat lagi berapa banyak organisasi yang digelutinya. Yang pasti, saat ini ia menjabat Sekretaris DPD I Partai Golkar NTT, Ketua Ikatan Wanita Pengusaha Indonesia (IWAPI) NTT dan Ketua Ikatan Alumni Universitas Kristen Artha Wacana (UKAW) Kupang.

Penyanyi Raisa: Kejutan Ultah

Apa yang membuatnya aktif berorganisasi? Bagaimana ia membagi waktu untuk keluarga? Wartawan Pos Kupang, Ryan Nong mewawancarai Inche Sayuna, Jumat (5/6). Berikut petikannya:

Bisa Anda ceritakan bagaimana awal mula berorganisasi?

Saya aktif di organisasi sejak usia 17 tahun. Saat itu saya aktif di organisasi kampus seperti organisasi mahasiswa jurusan dan senat. Lalu bergabung dengan Golkar. Saya sudah pilih untuk masuk partai politik sejak saat itu, 17 tahun.

Apa motivasi Anda berorganisasi?

Saya punya cita-cita untuk menjadi pemimpin. Di usia 17 tahun itu, saya sudah bermimpi menjadi pemimpin. 17 tahun loh. Nah, saya sungguh menyadari bahwa keterampilan menjadi pemimpin tidak bisa saya dapat di kampus, saya hanya bisa dapat di organisasi. Saya sadar, organisasi yang membuka ruang untuk jadi pemimpin itu partai politik. Karena itu saya gabung AMPI di Partai Golkar. Dulu AMPI intelek sekali, selalu diskusi tentang macam-macam isu.

Marthen 20 Kali Potong Leher Sang Ayah

Saya mulai belajar menjadi pemimpin dari kelompok yang kecil. Bagaimana menyampaikan pendapat, membangun analisa masalah, belajar mengambil keputusan. Juga angkat-angkat kursi di partai, ambil mik. Menurut saya disitulah tempat saya mengambil keterampilan yang harus dimiliki menjadi seorang pemimpin. Berangkat dari itu, maka saya bermimpi jadi pemimpin. Mulai dari jabatan ketua panitia, ketua kelas, ketua senat. Saya tidak mau duduk di organisasi itu jadi anak buah, saya harus jadi pemimpin.

Bagaimana Anda menjalani peran saat itu?

Walaupun waktu itu, misalnya di AMPI, saya butuh waktu untuk belajar. Ketika saya sudah paham organisasi, saya bertekad harus jadi pemimpin. Saya menunjukkan betul bahwa saya bisa. Kalian (senior dan anggota) bisa percayakan saya jadi pemimpin.

Begitu! Satu tahun saja saya sudah jadi pengurus, dan dipercaya memimpin, misalnya di panitia jadi koordinator, kemudian waktu itu saya pernah jadi ketua AMPI. Saya tahu keterampilan menjadi pemimpin itu tidak bisa dapat di sekolah formal, maka saya serius di organisasi. Itu terbukti. Dulu saya tidak bisa omong. Ya...caranya, saya belajar menyampaikan pendapat, perbaiki struktur berbicara, latih retorika. Saya juga mem-back up dengan pendidikan formal. Sejak saat itu, saya sudah punya cita- cita harus doktor.

Saya pernah baca satu buku dan penulisnya bilang begini: Kita tidak boleh takut bermimpi. Kita harus punya mimpi yang sangat besar. Ketika kita punya mimpi yang besar maka energi kita akan besar untuk mencapai itu. Kalau kita punya mimpi yang kecil maka energi kita kecil juga untuk capai itu.

Saat ini Anda menahkodai berapa organisasi?

Banyak sekali. Ormas banyak sekali kalau dari muda. Ada AMPI, KNPI, HWK, GMKI, Pemuda Pancasila, Perkanta juga organisasi mahasiswa lain.

Dulu tidak banyak perempuan yang berminat organisasi. Karena saya punya minat, semua organisasi yang meminta saya bergabung, ya saya gabung. Tetapi sekarang saya hanya fokus ke partai politik dan beberapa ormas, misalnya IWAPI, Perempuan Pengusaha, Kadin, Sinode GMIT, juga usaha. Beberapa yang lain, saya sudah mundur.

Kalau sekarang yang aktif, saya Sekretaris Partai Golkar, Ketua HWK, Ketua IWAPI. Saya juga aktif membantu Sinode GMIT untuk persoalan advokasi, pendidikan, hukum dan HAM, jadi pemegang saham radio Gema Ingu. Selain itu pernah Ketua Perempuan GMIT, ada di wadah orang China NTT, Ikatan Alumni UKAW, KONI Provinsi NTT juga organisasi Paragames. Tapi sudah sangat terbatas aktivitasnya, karena usia dan kesibukan di partai dan DPRD NTT.

Apa suka dukanya berorganisasi?

Karena tidak banyak perempuan yang ada di situ (organisasi), saya menjadi istimewa. Ya...karena tidak banyak yang ikut. Kalau dukanya, karena saya harus berhadapan dengan teman-teman yang datang dari berbagai latar. Tapi bagi saya, dukanya sedikit karena ada banyak teman lalu organisasi menjadi sebuah media relaksasi.

Duka itu lebih banyak di partai politik, karena di partai ada banyak warna. Kalau tidak peka maka kita akan menjadi buta warna, karena ada banyak tekanan demi tekanan, apalagi sebagai pemimpin perempuan. Tekanannya dua kali lebih dari laki-laki, kita bisa stres. Kita harus tahu memilah milah warna sehingga tidak stres. Tetapi saya menikmati betul, akrobat politik itu saya coba tidak bawa dalam stres. Saya menikmati sebagai sebuah seni. Seni untuk melihat arusnya juga.

Bagaimana Anda membagi waktu untuk keluarga?

Dari muda, ketika saya akan menikah, saya sudah menjadi wanita karir. Saya punya calon suami waktu itu sudah saya bilang. Jadi kami dari awal sudah punya komitmen untuk saling mendukung satu dengan yang lain. Dan saya punya suami, betul-betul mendukung dan tidak mengikat untuk harus selalu ada di rumah.

Cara saya untuk membuat seimbang rumah tangga dan karir adalah saya selalu punya waktu untuk keluarga. Dalam satu minggu, dua hari saya siapkan khusus untuk keluarga. Saya selalu manfaatkan waktu hari Sabtu dan Minggu untuk keluarga.

Biasanya, meski ada acara apapun, saya pasti akan sediakan waktu dengan keluarga. Sejak muda, waktu Sabtu Minggu itu dengan keluarga. Itu sudah menjadi komitmen. Jadi biar bagaimana, hari Sabtu Minggu saya siapkan quality time dengan keluarga.

Apa tanggapan suami dan anak-anak Anda?

Anak-anak sudah besar. Di rumah hanya dengan suami, dua anak kuliah di Jakarta. Mereka juga sibuk. Sejak kecil mereka tahu saya sibuk. Mereka mengerti karena saya menjelaskan dengan baik. Karena itu saya punya qualuty time dengan mereka dengan liburan, makan bersama, atau masak sendiri buat mereka atau janjian makan dimana. Jadi ada komunikasi yang perlu saya bangun, itu bagian saya merawat keluarga. Saya harus atur waktu untuk keluarga. Percuma kita omong besar di luar kalau tidak bisa memanej keluarga. Supaya keluarga awet, saya punya komitmen untuk merawat waktu bersama keluarga. *

Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved