Divonis Bersalah Dalam Kasus Pemblokiran Internet di Papua, Begini Tanggapan Jokowi dan Johny Plate
Jokowi dan Johny Plate divonis bersalah dalam kasus pemblokiran internet di Papua dan Papua Barat. Ini deretan pelanggarannya
Divonis Bersalah Dalam Kasus Pemblokiran Internet di Papua, Begini Tanggapan Jokowi dan Johny Plate
POS-KUPANG.COM – Presiden Jokowi dan Menkominfo Johny Plate divonis bersalah oleh Pengadilan Tata Usaha Negera ( PTUN ) dalam kasus pemblokiran internet di Papua dan Papua Barat.
Menanggapi putusan tersebut, Presiden Jokowi melalui Staf Khusus Bidang Hukum, Dini Purwono mengatakan belum mengambil sikap.
Presiden Jokowi dan Menkominfo dinyatakan bersalah karena pemblokiran internet tersebut menyalahi sejumlah aturan, salah satunya UU ITE.
Atasan putusan itu, Presiden Jokowi dan Johny Plate dihukum membayar biaya perkara sebesar Rp 457.000.
Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) memutuskan bahwa Pesiden Republik Indonesia dan Menteri Komunikasi dan Informatika (Menkominfo) bersalah atas pemblokiran internet di Papua dan Papua Barat.
• Pilpres 2024, Anies Baswedan Layak Gantikan Jokowi, Karena Dekat Ulama dan Gerakan 212
Terkait hal tersebut, pemerintah belum memutuskan apakah akan mengambil langkah banding atau menerima putusan PTUN itu.
Staf Khusus Presiden bidang hukum Dini Purwono menyatakan, pihaknya menghormati putusan PTUN.
"Pemerintah menghormati putusan PTUN," kata Dini saat dihubungi, Rabu (3/6/2020) seperti dikutip dari Kompas.com.
Dia menyebut belum memutuskan apa langkah hukum selanjutnya.
Nantinya hal itu akan dibahas lebih lanjut dengan jaksa pengacara negara.
"Yang jelas masih ada waktu 14 hari sejak putusan PTUN untuk putusan tersebut berkekuatan hukum tetap," kata dia.
Senada dengan Dini, Menkominfo Johnny G Plate juga berujar hal yang sama.
Dia mengatakan menghargai keputusan PTUN.
• Siapa Pengganti Jokowi Pada Pilpres 2024? Prabowo Subianto-Puan Maharani atau Anies-Sandi?
Presiden Joko Widodo memimpin pelantikan Ketua Mahkamah Agung di Istana Negara, Jakarta Pusat, Kamis (30/4/2020). Syarifuddin dilantik Presiden Joko Widodo menjadi Ketua Mahkamah Agung menggantikan Hatta Ali yang memasuki masa pensiun. Pelantikan dilakukan dengan memperhatikan protokol kesehatan Covid-19. TRIBUNNEWS/IRWAN RISMAWAN/POOL (TRIBUNNEWS/IRWAN RISMAWAN/POOL)
"Kami menghargai keputusan pengadilan, tapi kami juga mencadangkan hak hukum sebagai tergugat.
Kami akan berbicara dengan jaksa pengacara negara untuk menentukan langkah hukum selanjutnya," kata dia.
• Menteri Jokowi Nadiem Makarim Ungkap Mekanisme Sekolah Tahun Ajaran Baru Era New Normal
Johnny menegaskan bahwa keputusan pemblokiran internet ini diambil demi kabaikan masyarakat.
Dia memaparkan, saat itu masyarakat di Papua sedang panas akibat tindakan rasialisme yang dialami mahasiswa Papua di Surabaya.
Jika akses internet tetap dibuka, lanjut Johnny, pemerintah khawatir penyebaran informasi hoaks justru dapat memperparah kerusuhan.
"Sebagaimana semua pemerintah, demikian hal Bapak Presiden Joko widodo dalam mengambil kebijakan tentu terutama untuk kepentingan negara, bangsa, dan rakyat Indonesia, termasuk di dalamnya rakyat Papua," kata Johnny.
Johnny G Plate, di Posko Cemara, Menteng, Jakarta Pusat, Rabu (19/9/2018). (KOMPAS.com/Devina Halim) (KOMPAS.com/Devina Halim)
Menkominfo yang baru menjabat pada 23 Oktober 2019 ini mengaku belum menemukan dokumen terkait keputusan pemerintah yang memblokir internet di Papua dan Papu Barat.
Sebab, saat pemblokiran tersebut dilakukan, posisi Menkominfo masih dijabat oleh Rudiantara.
Bahkan, Johnny mengaku tidak menemukan informasi adanya rapat-rapat terdahulu di Kemenkominfo yang membahas soal pemblokiran itu.
Johnny justru berspekulasi bisa saja terjadi perusakan infrastruktur di Papua dan Papua Barat yang berdampak pada gangguan internet.
"Bisa saja terjadi adanya perusakan terhadap infrastrukur telekomunikasi yang berdampak gangguan internet di wilayah tersebut," kata dia.
• Refly Harun Sebut Pemerintahan Jokowi Bangkrut hingga Terapkan New Normal Hadapi Pandemi Corona
Seperti diberitakan sebelumnya, Presiden Indonesia Joko Widodo dan Menteri Komunikasi dan Informatika (Menkominfo) divonis bersalah oleh Majelis hakim Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) atas pemblokiran internet di Papua dan Papua Barat.
Pemblokiran internet tersebut terjadi pada Agustus-September 2019 lalu.
Tepatnya setelah aksi demonstrasi yang berujung kerusuhan terjadi di sejumlah wilayah di Papua.
"Menyatakan perbuatan tergugat I dan II adalah perbuatan melanggar hukum oleh pejabat dan atau badan pemerintahan," kata Hakim Ketua Nelvy Christin dalam sidang pembacaan putusan yang disiarkan di akun YouTube SAFEnet Voices, Rabu (3/6/2020) seperti dikutip dari Kompas.com.
Majelis hakim merinci perbuatan melanggar hukum yang dilakukan kedua tergugat.
Pertama, tindakan throtting atau pelambatan akses atau bandwidth di beberapa wilayah Provinsi Papua Barat dan Provinsi Papua pada 19 Agustus 2019 sejak pukul 13.00 WIT sampai pukul 20.30 WIT.
Kedua, pemblokiran layanan data dan/atau pemutusan akses internet secara menyeluruh di Papua dan Papua Barat, pada 21 Agustus 2019 sampai dengan setidak-tidaknya 4 September 2019 pukul 23.00 WIT.
Ketiga, memperpanjang pemblokiran layanan data dan/atau pemutusan akses internet di empat kota/kabupaten di Provinsi Papua, yaitu Kota Jayapura, Kabupaten Jayapura, Kabupaten Mimika, dan Kabupaten Jayawijaya.
Kemudian, dua kota/kabupaten di Provinsi Papua Barat, yaitu Kota Manokwari dan Kota Sorong, sejak 4 September 2019 pukul 23.00 WIT sampai dengan 9 September 2019 pukul 20.00 WIT.
Majelis hakim pun menghukum tergugat I dan II membayar biaya perkara sebesar Rp 457.000.
Pembatasan akses internet, menurut pertimbangan hakim dinilai menyalahi sejumlah peraturan perundang-undangan.
Satu di antaranya adalah Pasal 40 ayat (2a) dan (2b) Undang-Undang Informasi dan Transaksi Elektronik (UU ITE).
Menurut hakim, jika ada konten yang melanggar hukum, maka pembatasan dilakukan terhadap konten tersebut, bukannya pada akses internet secara keseluruhan.
Sebab pada dasarnya internet adalah netral, bisa digunakan untuk hal yang positif maupun negatif.
"Pemaknaan pembatasan hak atas internet yang dirumuskan dalam Pasal 40 ayat (2b) UU ITE hanya terhadap informasi elektronik dan atau dokumen elektronik yang memiliki muatan melanggar hukum dan tidak mencakup pemutusan akses jaringan internet," kata majelis hakim dalam putusannya.
Majelis hakim juga menilai pembatasan akses internet membuat aktivitas hingga ekonomi warga banyak terganggu.
Adapun penggugat dalam perkara ini adalah gabungan organisasi masyarakat sipil.
Yaitu Aliansi Jurnalis Independen (AJI), YLBHI, LBH Pers, ICJR, Elsam, Safenet dan lain-lain.
(TribunnewsWki.com/SO/ Kompas.com/Ihsanuddin)
Artikel ini telah tayang di Kompas.com dengan judul "Saat Presiden RI Divonis Bersalah atas Pemblokiran Internet di Papua