virus corona
GAWAT, Jepang Resmi Resesi, Indonesia Lampu Merah, Akankah Ekonomi Indonesia Seperti Tahun 1998?
GAWAT, Jepang Resmi Resesi, Indonesia Lampu Merah, Akankah Ekonomi Indonesia Seperti Tahun 1998?
POS-KUPANG.COM - Tidak hanya menyebabkan ribuan manusia meninggal dunia, Virus corona telah menyebabkan krisis ekonomi dunia. Salah satu negara yang saat mengalami dampak buruk dari pandemi virus corona yakni Jepang.
Jepang dikabarkan telah resmi alami resesi ekonomi.
Virus corona telah menyebabkan pukulan terberat bagi Jepang, yang merupakan salah satu negara industri terbesar di Asia. Virus corona telah menyebabkan menurunnya permintaan produk industri asal Jepang karena semua negara melakukan pembatasan aktivitas ekonomi masyarakat.
Menyadari negaranya masuk dalam resesi, Perdana Menteri Shinzo Abe secara perlahan membuka pusat pusat bisnis di sebagian "Prefectures" dengan pengendalian Covid yang terbilang baik dan mempertahankan penutupan pusat bisnis di sebagain "Prefectures" yang memiliki angka penularan yang masih tinggi.
Jika Jepang secara resmi mengalami resesi, bagaimana nasib Indonesia saat ini?
Keadaan ekonomi Indonesia di sepanjang kuartal keempat Tahun 2019 kemarin sampai kuartal pertama 2020 tidaklah sedang baik-baik saja.
Keadaan seperti ini "tampak" alamiah ketika melihat GDP rate Indonesia yang bernilai negatif (-1,76%) pada Quartal keempat Tahun 2019.
Sebab di kuartal yang sama pada tahun 2018 juga GDP rate Indonesia bernilai negatif (-1,69) yang lebih rendah dibandingkan progress di tahun 2019.
Namun, ketika memasuki kuartal pertama Tahun 2020, Indonesia menerima "buku raport" GDP ratenya yang justru semakin "shrank"/menyusut menjadi negatif (-2,41%).
Yang seharusnya, kondisi defisit pertumbuhan (rate) ini, semakin mengecil jika melihat grafik "timeseries" GDP Indonesia selama 5 Tahun terakhir (2015 - 2019). Lalu ada apa dengan keadaan ekonomi Indonesia di Tahun 2020 ini?
Dari indikator perekonomian nasional disepanjang kuartal Pertama 2020, penyumbang negatif pertumbuhan terdiri dari "household consumption/konsumi rumah tangga" sebesar negatif -1,97%, belanja pemerintah/government spending turun drastis menjadi negatif (-44,2%), dan investasi turun menjadi negatif (-7,89).
Namun, penilaian resmi Pemerintah Indonesia dalam menjusment GDP nasional, selama ini menggunakan pengukuran GDP annual, bukan GDP rate.
Padahal GDP rate lebih reliable mengukur pergerakan pertumbuhan secara real time yang dapat di pantau dari "month over month".
Dalam statistik GDP annual, tercatat pertumbuhan GDP Indonesia masih "tersisa" positif 2,97% lebih rendah dibandingkan laporan terakhir di 2019, mencapai 4,97%. Melalui Menkeu, UU APBN yang ditetapkan oleh Pemerintah bersama DPR, target GDP annual Indonesia ditetapkan sebesar 5,3%.
Apapun instrumen alat ukur yang dipakai, entah menggunakan GDP rate atau GDP annual, realitasnya indikator makro perekonomian Indonesia sedang bergerak ke arah "decline", penurunan yang ekstrim.