Kisah Siswa Pedalaman Ngada Flores Mencari Signal di Atas Bukit Untuk Ikut UAS Online
Proses belajar mengajar secara online sebagai dampak pandemi Covid -19 tentu tidak segampang yang dibayangkan.
Penulis: Gordi Donofan | Editor: Rosalina Woso
Kisah Siswa Pedalaman Ngada Flores Mencari Signal di Atas Bukit Untuk Ikut UAS Online
POS-KUPANG.COM | BAJAWA -- Proses belajar mengajar secara online sebagai dampak pandemi Covid -19 tentu tidak segampang yang dibayangkan.
Bagi wilayah yang sudah maju, memiliki handphone (Hp) android bukan masalah. Tetapi, bagi masyarakat di daerah terpencil hal ini sangat menyedihkan.
Jika ada Hp signalnya tidak ada, terpaksa harus berjalan kaki hingga beberapa kilo meter untuk mendapatkan signal.
Jika signal selulernya ada, belum tentu jaringan internetnya tersedia. Tentu harus berupaya keras untuk mendapatkan jaringan internet sehingga bisa mengerjakan tugas atau mengirimkan tugas secara online.
Hal itulah yang dialami oleh sejumlah siswa di pedalaman Pulau Flores Provinsi Nusa Tenggara Timur, tepatnya di Kecamatan Riung Barat Kabupaten Ngada.
Sejumlah siswa terpaksa harus berjalan kaki sejauh 3 kilo meter menuju bukit Benteng Tebu mencari signal dan jaringan internet untuk mengikuti Ujian Akhir Sekolah (UAS) secara online.
Mereka berjalana kaki dari Kampung Tedhing Desa Lanamai, Kecamatan Riung Barat menuju bukit tersebut.
Memang tidak mudah. Sampai di atas bukit, mereka tidak langsung mendapatkan jaringan. Mereka jalan-jalan diatas bukit itu baru mendapatkan jaringan.
Semangat perjuangan siswa di daerah pedalaman ini untuk menggapai cita-cita tak pernah pupus.
Mereka rela berdiri berjam-jam diatas bukit untuk mengikuti ujian sekolah. Harapan untuk naik kelas tentu ada dalam benak mereka.
Rasa putus asa hampir tak ada dalam benak mereka meskipun signal atau jaringan internet kadang hilang muncul saat mereka akses jaringan.
Siswa SMA Katolik Recis Bajawa, Ebit Bolong, mengatakan ia dan enam orang sahabatnya tak pernah berhenti untuk berjuang mencari signal.
Ebit mengatakan satu hari menjelang UAS, ia dan sang ayah harus pergi mencari signal untuk mendapatkan jaringan internet.
Satu hari sebelum mengikuti UAS mereka harus mendapatkan link dari sekolah untuk bisa mengikuti UAS online.
Ebit mengatakan saat tiba di tempat tujuan mencari signal, jaringan internet hilang dan terpaksa ia dan sang ayah harus putar otak mencari signal di tempat yang lain.
"Begini, satu hari menjelang ujian kami pergi cari signal ke tempat yang biasanya ada jaringan, karena kami harus mendapatkan link dari sekolah untuk bisa ujian online tapi saat itu kosong signalnya," ungkap Ebit, ketika dihubungi POS-KUPANG.COM dari Kota Bajawa ke Riung Barat, Senin (18/5/2020).
Ebit mengatakan UAS Online SMA Katolik Regina Pacis Bajawa dimulai sejak Senin (11/5/2020) hingga Sabtu (16/5/2020).
Pengalaman Ebit dan ratusan siswa lainnya sangat berbeda. Ebit harus berjuang hingga tengah malam mencari signal untuk mendapatkan jaringan sehingga bisa mengakses link yang dikirim dari sekolah.
Meskipun susah, Ebit tak putus asa. Sekira pukul 22.00 Wita, Minggu (10/5/2020) Ebit mengajak sang ayah mencari signal ditempat lain demi mendapatkan link tersebut.
"Terus sekitar jam 10 malam saya dan bapak turun ke kebun arah perbatasan Manggarai Timur mencari signal. Sampai di kebun puji Tuhan ada signal dan saya bisa mendapatkan linknya," kisah Ebit.
Ebit melanjutkan setelah mendapatkan link dari sekolah, ia dan sang ayah balik ke Kampung dan menyampaikan kepada kedua temannya.
"Malam itu juga saya langsung ke dua rumah teman. Saya sampaikan bahwa besok kita turun kebun. Jaraknya tiga kilometer dari kampung untuk ikut ujian disana karena ada jaringan," ungkapnya.
Jalan Kaki 3 Kilo Meter
Ia mengatakan keesokanya harinya ia dan dua temannya langsung menuju kebun dimana ada lokasi jaringan internet. Jaraknya sekitar 3 Kilo Meter dari Kampung Theding.
Rupanya ia dan dua temannya kurang beruntung. Ketika tiba ditempat tujuan signal hilang.
Namun ia dan dua temannya tak putus asa. Demi cita-cita mereka bertiga berjuang lagi mencari signal di tempat lain.
"Keesokan harinya kami bertiga turun ke kebun dan setibanya disana signalnya sudah kosong. akirnya kami pulang sampaikan kepada orang tua," ungkapnya.
Mereka bertiga ditemani ayah dari Ebit menuju tempat lain mencari signal saat itu. Mereka menuju bukit Benteng Tebu.
Keesokan harinya mereka menuju kesana. Bersyukur, sampai disana jaringan internet ada meskipun hilang muncul.
"Saya diajak bapak untuk pergi cari lagi ketempat lain dan akhirnya dapat di sebuah bukit ada jaringan 4G, tapi hilang muncul. Terus saya telepon dua teman saya, kebetulan mereka dapat tempat yang ada jaringan. Namun signalnya mereka hanya bisa telepon dan SMS. Tak lama kemudian mereka tiba sekitar pukul 07.56 Wita," urainya.
Ia menerangkan ketika mendapatkan jaringan 4G mereka bisa mengikuti UAS Online. Tak lama kemudian, lima orang teman lainnya tiba dari pusat Kecamatan Riung Barat untuk mengikuti UAS online ditempat yang sama.
"Tiba lagi teman-teman saya dari pusat ibu kota Kecamatan lima orang tiba. Akhirnya kami bisa ikut ujian dari tempat itu walau jaringan 4G nya hilang muncul," ungkapnya.
Sementara siswa lainnya, Jeni Lala mengatakan kisah mencari signal untuk mengikuti UAS online sangat terkesan.
Meskipun signal atau jaringan internet hilang muncul tapi ia dan sejumlah temannya tak pernah putus asa. Situasi dan kondisi saat itu benar-benar menguras energi.
Apalagi berjalan kaki dan bertahan di tengah bukit dengan panas trik mentari yang menyengat kulit. Namun itu bukan penghalang bagi mereka untuk bisa meraih cita-cita kelak.
"Puji Tuhan kami bisa selesaikan ujian tersebut waktu itu," ungkapnya.
Ia mengatakan akses signal diwilayah Riung Barat Kabupaten sangat susah. Warga harus rela berjalan kaki, mendaki bukit mencari signal jika ingin berkomunikasi via telepon seluler.
Siswa lainnya, Tuti Nonang, mengaku sangat bersyukur karena bisa mengikuti UAS online dengan baik meskipun bersusah-susah mencari signal.
Tuti mengatakan semua proses dilalui dan meski tabah menjalaninya. Mungkin ada orang lain yang lebih susah untuk mendapatkan jaringan seluler.
Ia mengaku sangat bangga dan bahagia bisa mengerjakan semua soal saat UAS online tersebut.
Belum Merdeka
Warga Riung Barat, Boy Zanda menyatakan kondisi seperti itu bukan hal baru. Itu menjadi hal yang biasa bagi warga Riung Barat dan sekitarnya.
Boy mengatakan Riung Barat belum "merdeka" dari sisi pembangunan. Dari dulu wilayah Riung memang belum menunjukkan kemajuan yang berarti.
Pembangunan belum menyentuh masyarakat secara menyeluruh di wilayah ini dan ini adalah fakta yang terjadi saat ini.

Boy mengatakan soal signal harus mencari naik turun gunung, dan listrik yang tidak ada itu malah makin lama dianggap bukan masalah, padahal itulah masalahnya.
Boy menerangkan kesulitan jaringan telekomunikasi dan listrik bukan hanya wilayah Lindi hingga perbatasan Manggarai Timur, tetapi juga dialami wilayah Maronggela dan hampir seluruh Riung Barat.
"Bagi orang yang datang melewati jalan rusak, tidak ada listrik itu masalah. Kami sudah biasa menganggap hal yang sebenarnya tidak biasa ini menjadi biasa saja. Bahkan arti merdeka atau tidak kami juga tidak bisa bedakan jika dilihat dari akses pembangunan di wilayah ini,"ungkap Boy.
Boy menegaskan, makanya sampai Mendikbud kaget mendengar bahwa masih banyak anak-anak Indonesia yang tinggal di daerah terpencil belum mendapat akses listrik dan tidak bisa internet.
"Kalau di kota sudah online, tetapi di daerah terpencil masih oh...lain!," ungkapnya.
Apresiasi Perjuangan Siswa
Sementara itu, Kepala SMA Katolik Regina Pacis Bajawa, Herdin Ndiwa, mengapresiasi kepada seluruh siswa SMA Recis Bajawa yang telah mengikuti UAS online.
Ia menyapaikan terima kasih atas kesabaran dan perjuangan siswa-siswi untuk mengikuti UAS online. Ada banyak kendala namun siswa tak putus asa dan berjuang sekuat tenaga sehingga bisa mengikuti UAS online dengan baik.
"Tetapi hebat anak-anak ku yang berjuang habis-habisan untuk mendapatkan sinyal demi meningkatkan kualitas pengetahuannya. Saya salut dengan mereka," ungkap Herdin
Herdin optimis perjuangan anak-anak Recis yang susah mencari signal saat mengikuti UAS online akan terbayar suatu saat nanti.
Tantangan yang mereka alami adalah sebuah proses kehidupan yang harus dilalui. Hikmahnya akan diperoleh suatu saat nanti.
"Mereka pasti jadi orang sukses, karena berani melawan tantangan dan rintangan, saya selalu bilang anak-anak itu kalau mau sukses itu harus bisa mengatasi kesulitan dan melewati pahitnya kehidupan, kalau mereka mampu, maka kehidupan cerah di masa mendatang pasti mereka raih. Hebat anak-anak, saya bangga," ungkapnya.(Laporan Reporter POS-KUPANG.COM, Gordi Donofan)