Virus corona

Ekonom Indonesia, Faisal Basri Minta Jokowi Tertibkan Menteri yang Bicara 'Ngawur' soal Corona

Cegah keadaan semakin memburuk, Ekonom Indoneasi Faisal Basri imbau Jokowi tertibkan menteri-menteri yang bicara ngawur soal corona

Editor: Adiana Ahmad

 

 

Ekonom Indonesia, Faisal Basri Minta Jokowi Tertibkan Menteri yang Bicara 'Ngawur' soal Corona

POS-KUPANG.COM - Ekonom senior mengkritik menteri-menteri Jokowi yang biacara ngawur soal virus corona.
Untuk mencegah keadaan tidak makin kacau,  Faisal Basri mengimbau Presiden Jokowi menertibkan menteri-menterinya yang latah bicara corona. 

Dilansir TribunWow.com, Faisal Basri menilai Jokowi harus mendisiplinkan para menteri agar tak banyak bicara jika tak paham betul penanganan virus dengan nama lain Covid-19 itu.

Menurut dia, banyaknya menteri yang bicara ke hadapan publik justru akan semakin memperburuk keadaan.

Manajemen RSUD Waingap tak Layani Pembuatan Surat Keterangan Bebas Corona, Ini Alasan Dokter Lely

Hal itu disampaikan Faisal Basri dalam acara Mata Najwa yang dipandu presenter Najwa Shihab, Rabu (13/5/2020).
Presiden Jokowi di Kantor Pos Kota Bogor
Presiden Jokowi di Kantor Pos Kota Bogor (YouTube Sekretariat Presiden)


Presiden Jokowi di Kantor Pos Kota Bogor, Jawa Barat, Rabu (13/4/2020). (YouTube Sekretariat Presiden)

 

Peneliti China Temukan Virus Serupa Covid-19 di Kelelawar, Bukti Corona Tak Bocor dari Laboratorium?

Mulanya, Faisal Basri menyinggung pemenuhan alat tes Virus Corona yang hingga kini masih belum dijalankan.

Ia menilai, jumlah tes Virus Corona di Indonesia masih sangat kurang.

"Mobilisasikanlah secara nasional, seluruh kedutaan kita di dunia cari itu yang namanya alat tes itu," terang Faisal.

Tak hanya itu, Faisal pun turut menyinggung banyaknya calo yang mencari keuntungan di tengah wabah Virus Corona.


Ia mengatakan, pemerintah pusat tak seharusnya menghabiskan uang dengan membeli alat tes Virus Corona dari para calo.

"Dan yang reliable, jangan dikasih ke calo-calo yang mencari keuntungan besar-besaran di tengah pandemi," ucap Faisal.
Lebih lanjut, Faisal meminta pemerintah mempercayai daerah untuk turut melakukan penanganan Virus Corona,

Saat ini, menurutnya pemerintah pusat belum percaya penuh pada pemerintah daerah.

Hal itu terbukti dengan permintaan izin daerah kepada pusat jika ingin menangani Virus Corona.

"Nah kalau daerah, serahkanlah daerah itu paling tahu kondisi daerah," kata dia.

"Kemudian kondisi sosial ekonomi daerah yang tahu, jadi pusat jangan terlalu sepeeri sekarang gitu ya, izinkan tidak izinkan."

"Sudah bukan kewenangan pusat itu kalau menurut saya, bikin guideline saja," sambungnya.

Menurut Faisal, yang perlu dilakukan pemerintah pusat untuk daerah yakni menyiapkan alat tes Virus Corona yang hingga kini masih kurang.

"Yang tidak bisa dilakukan misalnya pengadaan alat tes dalam skala besar, jadi daerah tidak melakukan sendiri-sendiri seperti sekarang," ujarnya.

"Itu tugas pusat menjadi penting."

Di ujung penjelasannya, Faisal lantas menyampaikan imbauannya pada Jokowi.

Ia menyebut, orang nomor satu di Indonesia itu harus mendisiplinkan para menteri agar tak asal bicara soal Virus Corona.

"Satu lagi yang penting adalah Pak Jokowi diminta mendisiplinkan menterinya."

"Enggak usah ngomong Covid deh kalau bukan bidangnya, ngaco, hampir pasti ngaco," tandasnya.

Simak video berikut ini menit ke-4.57:

 



IDI Komentari Wacana Pelonggaran PSBB 

Di sisi lain, sebelumnya Ketua Umum PB Ikatan Dokter Indonesia (IDI) ,Daeng M. Faqih, angkat bicara terkait wacana pelonggaran pembatasan sosial berskala besar (PSBB) yang dicanangkan pemerintah.

Sebagai profesional medis, Daeng menganggap kebijakan tersebut semestinya perlu mempertimbangkan konsekuensi logisnya.

Khususnya kaitannya penularan Covid-19 yang berpeluang besar akan meningkat.

Bupati Sumba Timur Belum Izinkan Maskapai Masuk Waingapu, Gidion: Darurat Corona Belum Selesai

Hal itu disampaikan oleh Daeng melalui tayangan di kanal YouTube Inews, Rabu (13/5/2020).

Daeng tak menampik bahwa pengambilan kebijakan khususnya pelonggaran PSBB memang opsi yang cukup sulit.

Pasalnya, pemerintah di satu sisi perlu memperhatikan sektor ekonomi sedangkan di sisi lain harus menurunkan kurva Covid-19.

Namun, yang terpenting adalah pemerintah senantiasa jeli akan konsekuensi yang akan diambil apapun kebijakannya.

Agar seluruh pihak yang bersangkutan bersangkutan siap dengan gambaran penanganan .

"Ini pilihan yang sulit karena di satu sisi melihat dampak ekonomi yang luar biasa di satu sisi juga melihat dampak kesehatan," ujar Daeng dikutip TribunWow.com.

"Yang paling penting bagi kita adalah apapun yang dipulig kebijakan itu, harus disadari betul dampak dan konsekuensinya," tambahnya.

"Sehingga kita harus bersiap-siap melakukan penanganan yang baik kalau kita memilih salah satu kebijakan tersebut," lanjutnya," imbuhnya.

Deang menegaskan, menurut kacamata profesional medis pelonggran PSBB akan berisiko memperluas penularan.

Padahal angka atau kurva penularan Virus Corona di Indonesia hingga saat ini masih terbilang tinggi dan terus mengalami peningkatan.

Data yang dihimpun pemerintah hingga Rabu (13/5/2020),  menyebut ada tambahan 689 kasus baru pasien positif Virus Corona di Indonesia dalam 24 jam terakhir.

Dengan demikian, total sudah ada 15.438 kasus pasien positif.

Pasien sembuh bertambah 224 orang, sehingga total kasus sembuh berjumlah 3.287 orang.

Adapun kasus kematian bertambah 21, sehingga total kasus kematian berjumlah 1.027 orang.

Oleh karenanya, masih dibutuhkan penanganan ekstra dalam rangka pengawasaan pendisplinan yang dilakukan di lapangan.

"Kalau kita memilih melonggarkan itu pasti akan, menurut pendapat kami profesional medis itu akan berisiko memperluas penularan dan mempercepat peningkatan penularan," ujar Daeng.

"Oleh karena itu dibutuhkan ekstra penanganan, dalam rangka pengawasan dalam rangka pendisiplinan itu harus ekstra dilakukan petugas di lapangan," tambahnya.

Daeng juga mengakui bahwa hal itu tidaklah mudah.

Karena itu harus benar-benar paham konsekuensi dari setiap kebijakan yang bekal dijalankan dan skenario rencana terburuk terhadap konsekuensi tersbeut.

"Dan itu tidak mudah, kami khawatir akan adanya kebocoran dalam rangka pengawasan tadi," ujar Daeng.

"Sehingga memang kita harus betul-betul kalau memilih salah satu opsi kebijakan itu kita harus tahu konsekuensinya dan berusaha semaksimal mungkin menutupi konsekuensi tersebut dengan skenario terburuk," tandasnya. (TribunWow.com)
 
Sumber: Tribunnews
  • Ikuti kami di
    KOMENTAR

    BERITA TERKINI

    © 2023 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved