Nightingale, Ulang Tahun, Perawat dan Pandemi Covid-19

Nightingale, Ulang Tahun, Perawat dan Pandemi Covid-19, Sebuah Refleksi 200 Tahun Perjalanan Perawat Modern

tribun
Ilustrasi perawat di tengah pandemi corona atau Covid-19, tahun 2020 

Oleh : Stefanus Mendes Kiik, M.Kep., Sp.Kep.Kom

POSKUPANG.COM - Hari ini, Selasa 12 Mei 2020 adalah hari bersejarah bagi perawat sedunia. Karena hari ini, perawat sedunia merayakan ulang tahun ke-200, bertepatan dengan ulang tahun Florence Nightingale (lahir di Firenze, Italia, 12 Mei  1820).

Namun “international nurses day” menjadi berbeda, karena perawat sedunia tidak turun ke jalan atau memenuhi convention center sambil membawa “Pizza Hut” dan menyanyikan lagu “happy birthday” untuk merayakan hari bersejarah tersebut.

Badan kesehatan dunia (WHO) juga mendeklarasikan tahun 2020 sebagai tahun perawat dan bidan.

Hal ini karena peran sentral profesi ini dalam memajukan cakupan kesehatan universal dan mencapai target sustainable development goals (SDG’s).

Sejenak menoleh ke belakang, melihat ke masa lalu, masa di mana Nightingale meninggalkan kemewahan dunia dan menanggalkan kebangsawanannya untuk terjun ke medan perang Krimea.

Pada saat Perang Krimea, ia menggunakan lampu pada waktu malam untuk mengkaji, dan memantau banyak prajurit yang terluka di medan perang.

ilustrasi Perawat di tengah pandemi corona atau covid-19 di tahun 2020
ilustrasi Perawat di tengah pandemi corona atau covid-19 di tahun 2020 (net)

Nightingale adalah pelopor perawat modern, Ia dijuluki “the lady with the lamp” atau Bidadari berlampu. Kita diingatkan, pada waktu itu, Nightingale menggunakan prinsip-prinsip kebersihan dan sanitasi.

Nightingale menunjukkan hubungan antara pengendalian infeksi dan cuci tangan. Strategi vital yang diterapkan Nightingale tersebut terbukti mengurangi angka kematian pada tentara yang terluka di medan perang 165 tahun yang lalu.

Hari ini, apa yang dilakukan oleh Nightingale benar-benar kita praktikkan. Selama pandemi COVID-19, kita menyadari tentang pentingnya mencuci tangan, vitalnya menerapkan pola hidup bersih dan sehat (PHBS) dan pengendalian infeksi untuk memutus mata rantai infeksi SARS-CoV-2.

Tahun 2020 sebagai tahunnya Perawat dan Bidan, telah menghadirkan makna baru karena perawat berada di garis terdepan memastikan akses ke perawatan yang aman dan berkualitas. Dalam konteks COVID-19, perawat di rumah sakit melihat sendiri bagaimana penderitaan yang dialami pasien tanpa keluarga yang hadir karena terbatasnya kunjungan.

Selain itu, perawat di komunitas melihat anggota keluarga dipisahkan karena peraturan Karantina dan isolasi-diri yang dirancang untuk mengurangi risiko infeksi silang (Meiers & Swallow, 2020).

Karena kondisi ini juga, terkadang perawat tidak bisa pulang ke rumah. Perawat, dokter, tenaga kesehatan lain dan para pahlawan kemanusiaan lainnya,  saat ini sedang berjuang di garis paling depan.

Stefanus Mendes Kiik, M.Kep., Sp.Kep.Kom
Stefanus Mendes Kiik, M.Kep., Sp.Kep.Kom (dok pribadi)

Perawat, yang menyusuri jejak yang dtinggalkan Nightingale, adalah sebuah panggilan dan profesi. Perawat dalam melakukan “asuhan keperawatannya” harus berada di samping pasien. Apapun kondisi pasien. Perawat harus berada 24 jam di rumah sakit. Inilah praktik “peduli”.

Perawat, karena panggilan dan tujuan hidupnya adalah untuk mengurangi penderitaan dan memenuhi kebutuhan dasar manusia.

Perawat dipanggil untuk memberikan “caring” seperti yang diajarkan “Jean Watson” dan perawat memiliki tanggung jawab moral dan etik untuk melayani semua pasien dalam kondisi apapun tanpa membeda-bedakan.  

Di tengah pandemi COVID-19 ini, perawat dapat terus berperan memenuhi tugas memenuhi kebutuhan dasar manusia.

ilustrasi Perawat di tengah pandemi corona atau covid-19 di tahun 2020
ilustrasi Perawat di tengah pandemi corona atau covid-19 di tahun 2020 (net)

Namun, di tengah situasi COVID-19 ini, seperti yang dikatakan “Sonja J. Meiers”, perawat sebagai manusia mungkin menghadapi ketakutan akan penularan virus, ketidakpastian tentang masa depan dan stigmatisasi. Oleh karena itu, sebagai masyarakat, kita mendukung para pejuang di garis terdepan ini dengan tidak menjauhi mereka tetapi tetap memberikan dukungan.

Dukungan yang dapat kita lakukan yaitu mematuhi himbauan pemerintah, misalnya

(1) Tidak berdekatan atau kontak fisik dengan orang dengan mengatur jarak terdekat sekitar 2 meter, tidak bersalaman, tidak berpelukan dan berciuman;

(2) bekerja dari rumah (work from home), jika memungkinkan dan kantor memberlakukan ini;

(3) Tidak berkumpul massal di kerumunan dan fasilitas umum;

(4) hindari berkumpul dengan teman dan keluarga, termasuk berkunjung/bersilaturahmi tatap muka dan menunda kegiatan bersama. Hubungi mereka dengan telepon, internet, dan media sosial;

(5) gunakan telepon atau layanan online untuk menghubungi dokter atau fasilitas lainnya;

(6) jika sakit, tidak mengunjungi orang tua/lanjut usia.

Jika anda tinggal satu rumah dengan mereka, maka hindari interaksi langsung dengan mereka;

(7) tidak menyelenggarakan kegiatan/pertemuan yang melibatkan banyak peserta (mass gathering);

(8) hindari melakukan perjalanan baik ke luar kota atau luar negeri; (9) hindari berpergian ke tempat-tempat wisata;

(10) melaksanakan ibadah di rumah; (11) cuci tangan, menggunakan masker dan menerapkan etika batuk.

(12) jujur menyampaikan informasi dan riwayat perjalanan kepada petugas kesehatan sehingga dapat dideteksi lebih awal.

Ketika saya membuat tulisan ini, saya ingin mengatakan bahwa “jaga jarak  fisik dan pembatasan sosial” telah berada pada hari ke-54 di bumi “Flobamora”.

Sama Seperti “Diana Sherifali” seorang perawat dari Kanada, dan mungkin juga kita semua, Saya juga berharap dan yakin bahwa suatu hari kita akan kembali ke “kehidupan normal”. Begitu krisis COVID-19 berlalu, mari kita merefleksikan dan belajar dari banyak pelajaran berharga.

Kita harus belajar untuk mematuhi setiap himbauan dan aturan yang dibuat pemerintah dengan penuh kesadaran, bukan karena kita takut mati tetapi karena kita berani hidup.

Kita juga harus belajar mengintegrasikan apa yang dilakukan Nightingale 165 tahun lalu ke dalam kehidupan sehari-hari. Mencuci tangan hendaklah menjadi kebiasaan.

Sebelum mengakhiri tulisan ini, saya ingin mengucapkan terima kasih atas kepedulian, dedikasi, kerja keras, kasih sayang yang telah ditunjukkan untuk pasien, keluarga dan komunitas.

Berdirilah dengan kepala tegak, lakukan asuhan keperawatan seprofesional mungkin untuk menyelamatkan banyak kahidupan. Saat ini seperti yang diucapkan Nightingale tahun 1870 “It will take 150 years for the world to see the kind of nursing I envision.” Inilah momentumnya. Selamat ulang tahun perawat sedunia.

Bahan Bacaan:

Meiers, S.J., & Swallow, V. (2020). COVID-19 Pandemic and Family Nursing: IFNA President and President-Elect Offer a Message to Members. https://internationalfamilynursing.org/2020/03/27/covid-19-pandemic-ifna-president-and-ifna-president-elect-offer-a-message-to-members/. Diakses 9 Mei 2020.

Sherifali, D. The Year of the Nurse, Florence Nightingale and COVID-19: Reflections From Social Isolation, Canadian Journal of Diabetes (2020). https://doi.org/10.1016/j.jcjd.2020.04.002.

Thorne, S. Nursing in uncertain times. Nursing inquiry, 2020. https://doi.org/10.1111/nin.12352

World Health Organization. Year of the nurse and the midwife 2020. https://www.who.int/news-room/campaigns/year-of-the-nurse-and-the-midwife-2020. Diakses 8 Mei, 2020.

(Penulis: Pengajar di STIKES Maranatha Kupang, Pengurus PPNI Provinsi NTT dan Pengurus AIPNI Regional X)

Berita Terkait
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved