Virus Corona Diduga Hasil Rekaya DiungkapPeneliti Indonesia,Ada Semacam Struktur Buatan yangDitempel

Ada sejumlah pakar biologi yang menduga, virus corona adalah senjata biologis yang bocor mengingat daya tular dan daya mematikannya yang luar biasa ce

Editor: Alfred Dama
Kolase/pixabay/getty images
Kasus Virus Corona Tembus 2 Juta, Kapan Corona Berakhir? Survei Menyebutkan 4 Bulan Lagi, Benarkah? 

Virus Corona Diduga Hasil Rekaya Diungkap Peneliti Indonesia, Ada Semacam Struktur Buatan yang Ditempel'!

POS KUPANG.COM -- Hingga kini para ahli dari berbagai negara belum bisa menemukan vaksin atau obat yang bisa menyembuhkan pasien yang terinfeksi virus corona

Sementara itu penelitian mengenai asal muasal virus corona juga tak kunjung menuai hasil

China yang menjadi negara asal virus ini juga sangat tertutup dakam membuka informasi mengenai virus corona ini

Di sisi lain banyak pihak menduga, virus corona merupakan senjata bilogis yang bocor di Wuhan

Kontroversi soal munculnya keberadaan virus corona hingga kini masih menjadi bahan perdebatan.

Ada sejumlah pakar biologi yang menduga, virus corona adalah senjata biologis yang bocor mengingat daya tular dan daya mematikannya yang luar biasa cepat.

Peneliti Virus Corona Tewas Ditembak di Rumahnya , Padahal Hasil Penelitiannya Bisa Beri Kabar Baik

Baim Wong Ditipu Driver Ojol, Modus Motor Mogok , Ketua Garda Ojol Jakarta Minta Maaf

Ivan Gunawan Diancam Begini ,Padahal Usahanya Baru Saja Kenapa Tibu, Apes!

Inilah 10 Bagian Tubuh Wanita yang Ingin Disentuh, Mulai dari Leher Bibir Hingga Payudara

Sementara para ahli lain melihat, memang ada keanehan pada struktur virus Corona Wuhan. Menurut diskusi sejumlah pakar internasional, ternyata ada usaha penempelan.

"Virus ini ada keanehan yaitu virus corona dari Wuhan punya tambahan struktur yang ada dalam dirinya yang tidak dipunya SARS ataupun MERS," kata Guru Besar Biologi Molekuler Universitas Airlangga, Prof. Dr. drh. Chaerul Anwar Nidom MS., seperti dikutip dari gelora.com (07/02/20)

Nidom yang aktif dalam diskusi dengan pakar internasional terkait virus RNA ini lantas memaparkan keanehannya. Ada unsur tambahan yang belum jelas asal-usulnya.

"Yang membedakan di kalangan pengamat bahwa ini tambahan buatan atau tambahan alam," katanya.

"Jadi ada tambahan protein sekitar 45 nukleotida, ini agak aneh. Apakah protein ini menempel pada virus yang berbadan kelelawar atau ada satu usaha penempelan, itu yang belum diamati. Jadi perlu kehati-hatian dalam menangani virus ini," papar Nidom.

Prof Nidom kemudian menjelaskan, ada dua macam virus corona yaitu low pathogenic yang tidak begitu ganas di mana reseptornya ada di saluran atas dan high pathogenic yang reseptornya ada di paru yang berakibat fatal.

Baca Juga: Studi: 50% Penderita Penyakit Langka di Indonesia adalah Anak-anak

"Virus high pathogenic berakibat fatal tatkala virus itu masuk ke paru. Low pathogenic bisa sembuh karena di saluran atas, di mana dengan batuk akan keluar," paparnya.

Virus corona termasuk virus RNA yang punya tingkat kesalahan dalam pembelahan yang lebih tinggi dibandingkan virus DNA. Virus ini berkembang dalam tiga gelombang, virus corona Wuhan belum diketahui ada di tahap mana.

"Gelombang satu itu biasanya tinggi penyebarannya, kemudian diikuti oleh patogenesis yang tinggi. Kemudian mengalami mutasi agak landai pada wave kedua.

Apakah dia pada wave ketiga mengalami percepatan lagi karena ini virus RNA itu akan selalu mengalami perubahan yang disebut mutasi.

Baca Juga: Lima Hal Yang Harus Diingat Sebelum Membeli Polis Asuransi Kesehatan

Jadi saya lihat ada sedikit menarik dari virus corona ini karena sudah lebih dari satu bulan dia memiliki kestabilan yang sangat kuat, biasanya RNA tidak seperti itu," ujar Nidom menganalisis.

Karena banyak keanehan pada virus Corona ia menyarankan pakar internasional berkumpul. Karena virus ini tidak bisa diatasi hanya dengan seminar.

"Jadi kalau di internasional itu saya melihat belum ada keterbukaan secara penuh bahwa ini aspek kemanusiaan yang berkaitan dengan kesehatan. Jadi harusnya pakar internasional berkumpul untuk menentukan aspek berikutnya," pungkasnya.

* Obat Ampuh Corona

 Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) mendukung langkah pemerintah Amerika Serikat untuk mengembangkan obat Remdesivir. 

Remdesivir diyakini bisa menjadi obat virus corona (Coronavirus) atau Covid-19

Uji coba klinis terhadap Remdesivir menunjukkan bahwa obat ini tampaknya efektif dalam mengurangi waktu pemulihan untuk pasien Covid-19, kata seorang pejabat WHO.

CNBC memberitakan, WHO akan berbicara dengan pemerintah Amerika dan Ilmuwan Gilead Sciences Inc tentang bagaimana obat antivirus Remdesivir dapat dibuat tersedia secara lebih luas untuk mengobati Covid.

Gilead Sciences Inc adalah produsen obat-obatan, termasuk di antaranya Remdesivir, di Amerika Serikat. 

WHO menyambut data terbaru dari uji klinis yang dijalankan pemerintah AS yang menunjukkan obat itu tampaknya efektif dalam mengurangi waktu pemulihan bagi pasien Covid-19,

Dr  Mike Ryan, Direktur Eksekutif Program Kedaruratan Kesehatan WHO, mengatakan di kantor pusat Jenewa, hari ini bahwa WHO menyambut data terbaru dari uji klinis yang dijalankan pemerintah AS terhadap Remdesivir.

"Ada sinyal harapan di sana untuk potensi penggunaan obat," katanya.

BPOM Amerika Setujui Remdesivir

Food and Drug Administration (FDA) AS (semacam BPOM di Indonesia) pada hari Jumat kemarin memberikan izin penggunaan Remdesivir untuk obat Virus Corona atau obat pasien Covid-19.

Kebijakan itu ditempuh setelah Institut Nasional Alergi dan Penyakit Menular merilis hasil dari uji klinis yang menunjukkan pasien yang menggunakan Remdesivir biasanya pulih setelah 11 hari, empat hari lebih cepat daripada mereka yang tidak minum obat.

Obat ini belum secara resmi disetujui untuk mengobati Virus Corona. 

Meskipun demikian obat itu diberikan untuk penggunaan darurat terhadap pasien Covid-19.

Masih ada beberapa uji klinis yang sedang berlangsung, termasuk uji coba solidaritas dari WHO, menguji obat untuk melihat apakah obat itu efektif dalam memerangi virus corona.

“Kami bersyukur bahwa perusahaan Gilead dan direktur jenderal melakukan diskusi langsung di tingkat tertinggi untuk memastikan bahwa kami memiliki akses ke obat remdesivir untuk meluncurkan uji coba solidaritas di seluruh dunia,” kata Ryan.

Remdesivir telah menunjukkan harapan dalam mengobati SARS dan MERS, yang juga disebabkan oleh coronavirus.

Beberapa otoritas kesehatan di AS, Cina dan bagian lain dunia telah menggunakan remdesivir, yang diuji sebagai pengobatan yang mungkin untuk wabah Ebola, dengan harapan bahwa obat tersebut dapat meningkatkan hasil untuk pasien Covid-19.

Presiden AS Donald Trump menggembar-gemborkan remdesivir sebagai pengobatan potensial untuk virus itu, yang telah menginfeksi lebih dari 3,5 juta orang di seluruh dunia dan membunuh setidaknya 247.752 orang.

Pekan lalu, Presiden Trump ingin FDA untuk bergerak "secepat mungkin" untuk menyetujui obat tersebut.

Gilead mengharapkan untuk memproduksi lebih dari 140.000 putaran rejimen pengobatan 10 hari pada akhir Mei dan mengantisipasi hal itu dapat membuat 1 juta putaran pada akhir tahun ini.

Gilead mengatakan akan dapat memproduksi "beberapa juta" putaran obat antivirusnya tahun depan.

Perjalanan Obat Remdesivir hingga Disetujui untuk Obat Virus Corona

1. Digunakan di China

Pada Februari 2020, China disebut tengah mengembangkan berbagai obat untuk mengobati virus corona, salah satunya remdesivir.

Saat itu, China juga telah mengajukan permohonan untuk mematenkan obat tersebut.

Dilansir dari Kompas.com, (6/2/2020), Remdesivir awalnya dikembangkan oleh Gilead, perusahaan farmasi besar di AS, untuk mengobati pasien Ebola.

Kemudian, obat tersebut diujicoba untuk mengobati pasien Covid-19 dan hasilnya pasien tersebut membaik setelah diobati dengan Remdesivir.

Gilead Sciences pun setuju dan mendukung Kementerian Kesehatan China untuk melakukan uji klinis terhadap obat ini.

2. Diuji coba terhadap tikus dan kelelawar

Sementara itu, melansir dari New York Times (6/2/2020), remdesivir diketahui sempat diujikan terhadap tikus dan kelelawar yang terinfeksi virus corona, termasuk MERS dan SARS.

Hasilnya, obat tersebut dikombinasikan dengan senyawa NHC yang dapat melawan virus corona.

Dari percobaan ini, pihak Direktur Penyakit Menular dan Profesor pediatri di Vanderbilt University School of Medicine menyampaikan, remdesivir dan NHC tampaknya mampu menghalangi replikasi virus dengan mengganggu kemampuan mereka dalam melakukan mutasi genetik.

Di sisi lain, obat tersebut dianggap akan efektif apabila diterapkan pada pasien virus corona.

Tindakan ini dinilai sebagai terapi ganda untuk mencegah dan mengobati penyakit.

3. Percobaan di Kongo

Menurut artikel berjudul "A Randomized, Controlled Trial of Ebola Virus Disease Therapiutitcs" yang terbit dalam The New England Journal of Medicine pada 12 Desember 2019, uji coba dilakukan terhadap 681 pasien di Kongo.

Ratusan pasien tersebut memiliki kategori penyakit yang berbeda dari 20 November 2018 hingga 9 Agustus 2019.

Uji coba dilakukan dengan empat obat yakni antibodi monoklonal tiga ZMapp, antivirus remdesivir, antibodi MAB114, dan antibodi tiga REGN-EB3.

Titik akhir primer riset ini adalah kematian pada 28 hari.

Hasil uji coba menunjukkan, kelompok pasien yang diberikan obat MAB114 dan REGN-EB3 memiliki presentasi kematian yang lebih rendah dibandingkan ZMapp dan remdesivir.

4. Sukses uji coba pada monyet

Seiring berjalannya waktu, para peniliti bereksperimen menguji coba obat remdesivir kepada dua kelompok dari enam kera khusus yang sengaja diinfeksi dengan SARS-CoV-2.

Satu kelompok menerima remdesivir, sementara yang lain tidak. Kelompok yang menerima obat mendapat dosis intravena pertama mereka dalam 12 jam setelah infeksi, kemudian terus berlanjut setiap hari selama 6 hari.

Salah satu dari enam hewan yang dirawat menunjukkan kesulitan bernapas ringan, sedangkan semua enam monyet yang tidak diobati mengalami sesak napas.

Jumlah virus yang ditemukan di paru-paru secara dignifikan lebih rendah pada kelompok yang diobati, dibandingkan dengan kelompok yang tidak diobati.

5. Disetujui BPOM AS

Remdesivir pada awalnya dikembangkan oleh Gilead Sciences yang berbasis di AS untuk mengobati Ebola.

Lalu diujikan kembali untuk mengobati pasien virus corona baru.

Pasien coronavirus pertama di AS diketahui membaik setelah diobati dengan Remdesivir.

Pemberitaan Kompas.com, Sabtu (2/5/2020), menyebut Badan Pengawas Obat dan Makanan Amerika Serikat (FDA) telah mengizinkan penggunaan obat ebola, remdesivir untuk pengobatan darurat virus corona.

Melansir BBC, Sabtu (2/5/2020), obat tersebut dapat digunakan pada orang yang dirawat di rumah sakit dengan Covid-19 yang parah.

Baru-baru ini, sebuah uji klinis menunjukkan obat tersebut membantu mempersingkat waktu pemulihan pasien yang berada dalam kondisi sakit parah.

Namun otorisasi FDA tidak sama dengan persetujuan formal, yang membutuhkan tingkat tinjauan lebih tinggi.

Para ahli juga memperingatkan bahwa obat tersebut yang pada awalnya dikembangkan untuk mengobati penyakit ebola dan diproduksi oleh perusahaan farmasi Gilead, tidak boleh dilihat sebagai satu-satunya alternatif untuk obat virus corona.

Para ahli juga memperingatkan bahwa obat tersebut yang pada awalnya dikembangkan untuk mengobati penyakit ebola dan diproduksi oleh perusahaan farmasi Gilead, tidak boleh dilihat sebagai satu-satunya alternatif untuk obat virus corona.

Apa Itu Remdesivir

Wikipedia menulis Remdesivir (kode pengembangan "GS-5734") adalah obat antivirus, sebuah prodrug analog nukleotida baru.

Obat ini dikembangkan oleh perusahaan bioteknologi Gilead Sciences sebagai pengobatan untuk infeksi penyakit virus Ebola dan virus Marburg.

Meskipun demikian, ditemukan juga aktivitas antivirus yang wajar terhadap virus yang terkait seperti virus pernapasan respirasi, virus Junin, virus demam Lassa, dan virus kor-MERS.

Ketika Wabah virus Ebola di Afrika Barat merebak tahun 2013-2016, Remdesivir segera didorong untuk melakukan uji klinis, yang akhirnya digunakan setidaknya kepada satu pasien manusia, meskipun Remdesivir baru dalam tahap awal pengembangan pada saat itu.

Hasilnya cukup menjanjikan, dan digunakan secara darurat ketika merebak Wabah Ebola Kivu 2018–2019 sambil dilakukan uji klinis lebih lanjut hingga Agustus 2019.

Kemudian pejabat kesehatan Kongo mengumumkan bahwa Remdesivir tidak efektif dibandingkan dengan obat lainnya seperti mAb114 dan obat dari Regeneron Pharmaceuticals yang memproduksi REGN3470-3471-3479 (kemudian disebut REGN-EB3).

Remdesivir dapat membantu melindungi terjadinya infeksi akibat virus Nipah dan Hendra, demikian juga terhadap koronavirus, SARS, dan infeksi 2019-nCoV.

Artikel ini telah tayang di Wartakotalive dengan judul ALHAMDULILLAH Telah Ditemukan Obat Virus Corona, WHO Minta Amerika Segera Produksi Jutaan Remdesivir, https://wartakota.tribunnews.com/2020/05/06/alhamdulillah-telah-ditemukan-obat-virus-corona-who-minta-amerika-segera-produksi-jutaan-remdesivir?page=all.

Sebagian Artikel ini telah tayang di healthgrid.id dengan judul: Pakar Virus Indonesia Melihat Keanehan Pada Virus Corona, 'Ada Semacam Struktur Buatan yang Ditempel'!  https://health.grid.id/amp/352015294/pakar-virus-indonesia-melihat-keanehan-pada-virus-corona-ada-semacam-struktur-buatan-yang-ditempel?page=all

Sumber: Grid.ID
Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved