Klarifikasi Gugus Tugas Manggarai Terkait Penetapan PDP Terhadap Pasien Meninggal di RSUD Ben Mboi

seorang pasien perompuan (55) asal Kecamatan Langke Rembong yang meninggal, Minggu (3/5/2020) sore kemarin.

Penulis: Robert Ropo | Editor: Rosalina Woso
POS KUPANG.COM/ROBERT ROPO
Kabag Humas Setda Manggarai yang juga sebagai Juru Bicara (Jubir) Gugus Tugas Percepatan Penanganan Covid-19 Kabupaten Manggarai Lodovikus D. Moa. 

Ini Klarifikasi Gugus Tugas Covid-19 Manggarai Terkait Penetapan PDP Terhadap Pasien Yang Meninggal di RSUD Ben Mboi

POS-KUPANG.COM | RUTENG---Pihak Gugus Tugas Percepatan Penanganan Covid-19 Kabupaten Manggarai memberikan klarifikasi terkait polemik terhadap pihaknya menetapkan sebagai Pasien Dalam Pengawasan (PDP) kepada seorang pasien perompuan (55) asal Kecamatan Langke Rembong yang meninggal, Minggu (3/5/2020) sore kemarin.

Juru Bicara Gugus Tugas Percepatan Penanganan Covid-19 Kabupaten Manggarai Ludovikus D. Moa dalam Rilis kepada Wartawan, Rabu (6/5/2020) malam menjelaskan, pertama, sebagaimana telah diinformasikan sebelumnya, PDP terhadap pasien tersebut dirawat (masuk) di RSUD dr Ben Mboi Ruteng pada tanggal 2 Mei 2020 dengan tanda/gejala yang muncul yakni sesak napas dan batuk. Diagnosa Pneumoni Virus, DM Tipe 2 dan HT; dengan keadaan umum buruk.

Pada saat itu, kata Lodi yang akrab disapa ini, status pasien langsung ditetapkan sebagai PDP atau Pasien dalam Pengawasan. Keluarga mengetahui penetapan status dimaksud.

Kedua, Jelas Lodi, penetapan status PDP tersebut yang diikuti dengan penanganannya dalam protokol covid-19 dimana perawatannya dilakukan di ruang isolasi RSUD dr. Ben Mboi, dilakukan setelah menganalisis gejala klinis, hasil pemeriksaan laboratorium, dan hasil rontgen, yang memperlihatkan terdapatnya infeksi virus pada pasien tersebut.

Dokter Spesialis Penyakit Dalam RSUD dr. Ben Mboi sebagai Dokter Penanggung Jawab Pasien (DPJP) juga melakukan konsultasi dengan beberapa sejawat spesialis dalam penegakan diagnosis dimaksud. Hal ini penting disampaikan untuk menjawab mis-informasi yang ada bahwa penetapan PDP pada pasien ini baru dilakukan saat pasien sudah meninggal dunia.

Lodi juga menjelaskan, poin ketiga, bahwa benar pasien tersebut mempunyai riwayat penyakit kronis jauh sebelum adanya pandemi Covid-19 ini. Dalam konteks penanganan Covid-19, pasien dimaksud tergolong sebagai 'kelompok risiko tinggi".

Dijelaskan Lodi, sebagaimana diketahui, dalam Pedoman Pencegahan dan Pengendalian Coronavirus Disease (Covid-19) Revisi Keempat (27 Maret 2020) disebutkan bahwa, PDP atau Pasien Dalam Pengawasan adalah Orang dengan ISPA berat/pneumonia berat yang membutuhkan perawatan di rumah sakit dan tidak ada penyebab lain berdasarkan bdk Definisi Operasional PDP ayat (3).

Keempat, terkait penetapan PDP pada pasien dimaksud, telah dilakukan juga penelusuran tentang riwayat perjalanan yang bersangkutan serta terpapar/tidaknya pasien dengan orang-orang yang berasal dari zona merah.

Dari hasil penelusuran, kata Lodi, diketahui bahwa pasien terpapar dengan kondisi berisiko, dimana ada anaknya yang pulang dari Kupang. Informasi ini baru diketahui oleh petugas (dokter jaga dan perawat jaga) saat kunjungan ketiga pada hari Sabtu, 2 Mei 2020 dinihari.

Berdasarkan alasan-alasan tersebut diatas, kata Lodi, maka penanganan pasien yang datang dengan keluhan sesak napas ini langsung mengikuti Pedoman Pencegahan dan Penanganan Covid-19.

"Sesuai alur penyampaian informasi Pencegahan dan Penanganan Covid-19, pada hari Sabtu, 3 Mei 2020, RSUD dr. Ben Mboi mengirimkan laporan status PDP pasien ini ke Gugus Tugas Penanganan Covid-19 Kabupaten Manggarai melalui Dinas Kesehatan Kabupaten Manggarai. Laporan tentang PDP tersebut, yang tidak sempat disampaikan melalui Monitor Harian di laman Facebook Protokol Manggarai adalah situasi yang telah diketahui oleh pihak keluarga pasien,"jelas Lodi.

"Artinya, informasi yang berkembang bahwa pihak keluarga baru mengetahui status PDP pada pasien dimaksud setelah meninggal dunia sesungguhnya tidak benar. Yang terjadi adalah informasi mengenai adanya PDP di RSUD Ruteng terlambat diinformasikan via laman facebook Protokol Manggarai (baru di-_update_ setelah PDP meninggal dunia),"tambah Lodi.

Sehubungan dengan terjadinya keterlambatan informasi tersebut, kata Lodi, maka mulai Rabu, 6 Mei 2020 pada kasus tertentu (terutama tentang bertambahnya jumlah PDP) akan segera disiarkan melalui infografik 'Monitor Terkini' di laman facebook Protokol Manggarai, di samping 'Monitor Harian' yang bersumber dari data terakhir pada pukul 18.00 Wita setiap harinya.

"Kami juga perlu menyampaikan bahwa status PDP tidak sama artinya dengan pasien tersebut Positif Covid-19. Penetapan diagnosis positif atau tidak terhadap Covid-19, hanya dapat dilakukan dengan pemeriksaan swab,"tegas Lodi.

Lodi juga menegaskan, jika ada informasi yang beredar bahwa pasien tersebut positif covid-19, informasi tersebut tidak benar. Dalam rangka penegakan diagnosis, RSUD dr. Ben Mboi sudah melakukan pengambilan spesimen swab, dan akan segera dikirim ke laboratorium RS Prof. DR. W.Z. Johannes Kupang.

Lebih lanjut Lodi juga menjelaskan, dalam penanganan pandemik penyakit menular, paradigma yang dipakai adalah paradigma pencegahan. Artinya upaya yang diambil sebelum adanya diagnosis yang pasti (hasil SWAB) harus merupakan sebuah langkah antisipatif terhadap potensi penularan.

Dalam kerangka berpikir seperti itulah, proses penanganan jenasah PDP patuh pada Protap Penanganan Covid-19. Walaupun tidak jarang ditemukan fakta bahwa ternyata hasil SWAB pasien tersebut adalah negatif.

"Pada kesempatan ini kami juga ingin meyakinkan publik bahwa di tengah risiko tugas yang tinggi, pihak RSUD dr. Ben Mboi akan tetap mengambil langkah-langkah yang paling baik untuk pasien, petugas, dan tentunya untuk masyarakat,"tegas Lodi.

Lodi juga mengatakan, pihaknya berharap semoga informasi ini bisa sedikit mengurangi kecemasan publik terkait penanganan PDP yang dirawat di RSUD dr. Ben Mboi beberapa hari yang lalu. Pihaknya juga tetap terbuka terhadap setiap bentuk koreksi yang disampaikan untuk peningkatan kualitas penatalaksanaan pasien Covid-19 di RSUD dr. Ben Mboi serta Gugus Tugas Percepatan Penanganan Covid-19 di Kabupaten Manggarai secara keseluruhan.

Sementara itu Andi Rendang anak dari pasien tersebut menegaskan tidak terima atas keputusan yang menetapkan almahrum ibunya dengan status sebagai pasien dalam pengawasan (PDP), karena penetapan itu hanya berdasarkan asumsi.

Andi Rendang menegaskan itu kepada POS-KUPANG.COM melalui sambungan telepon, Selasa (5/5/2020) sore kemarin.

Andi menegaskan alasan mereka tidak terima dan menolak untuk ibunya ditetapkan sebagai PDP Covid-19 yakni pertama, almahrum ibu mereka itu sudah menderita sakit sejak 5 tahun yang lalu.

"Bawaanya hampir/mungkin setiap bulan dia (alm) masuk rumah sakit dengan alasan yang sama, dokter di rumah sakit itu tau baik dengan saya punya mama ini,"ungkap Andi.

Andi mengatakan, selain itu alasalan kedua, sejak tanggal 30 April 2020, ibu mereka keluar masuk rumah sakit RSUD Ben Mboi Ruteng.

"malam pertama mama masuk mereka bilang mama tidak apa-apa hanya butuh istirahat jadi mama pulang, besok pagi mama masuk lagi dengan keluhan yang sama, maka diambilah foto rontgent dan ambil sampel darah hasilnya mereka jelaskan ke kami bahwa mama punya paru-paru itu bersih cuman ada sedikit pembengkakan di jantung karena ada riwayat hipertensi mama boleh pulang akhirnya mama pulang. Jumat malam itu mama masuk lagi di UGD sementara dokter dan perawat yang merawat saya punya mama ini tidak pakai APD, lalu karena gejala-gejala mama punya ini mereka bilang mama mengarah ke Covid makanya mereka bilang mama diisolasi,"urai Andi.

Saat di ruang Isolasi, kata Andi, sempat mamanya video call dengan adik perompuanya, dimana mamanya menyampaikan bahwa ia sudah menjalani rapid test dan hasilnya Negatif. Begitu juga dengan semua mereka di rumah juga negatif Rapid Test.

Saat itu juga di ruang Isolasi juga, kata Andi, petugas medis juga tidak menggunakan APD, namun saat mamanya meninggal baru petugas mulai huru hara memakai APD dan tetapkan almahurum ibunya sebagai PDP.

Akhirya, kata Andi, terjadilah pedebatan antara keluarga dan dokter. Pihak keluarga mempertanyakan dasar apa sehingga ditetapkan almahrum ibunya PDP, padahal hasil rapid test Negatif dan jawabannya bahwa itu berdasarkan asumsi.

Karena alasan itu, kata Andi keluarga tidak puas dan kembali mempertanyakan apakah menetapkan seorang sebagai PDP berdasarkan asumsi?, namun jawabannya bisa. Sehingga pihak keluarga tidak menerima karena menetapkan almahrum ibunya sebagai PDP berdasarkan asumsi. Sementara status PDP ibunya, saat ibunya sudah meninggal dunia.

Dikatakan Andi, mereka berdebat dengan dokter itu sebelum bupati bersama rombongan tiba, lalu dibuatlah surat pernyataan dan isi surat pernyataan itu bahwa jenazah ibunya dijinkan bisa dibawa pulang ke rumah mereka. Namun dengan prosedur penanganan sesuai protoker covid-19.

"Yang penting mama bisa pulang, kami juga ikut arahan itu, namun rupanya karena mama meninggal hampir jam 5 sore, tapi mereka ulur waktu sampai malam. Ternyata mereka lagi berkoordinasi dengan Ketua Satgas Pak Bupati,"kata Andi.

Dikatakan Andi, setelah itu malam itu juga Bupati bersama rombongan datang ke rumah sakit, pihaknya juga langsung mempertanyakan dasar apa sehingga ditetapkan almahrum mamanya PDP kalau hanya berdasarkan asumsi saja dan ternyata mereka tidak bisa menjawab.

"Kamu tidak pernah berpikir dampak psikologisnya nanti ketika kasus PDP ini disematkan kepada mama saya dan ternyata betul mereka tidak bisa jawab kami punya pertanyaan. Hanya kerena saya lihat bapa sudah cape berdebat saya minta bapa, sudah kita pulang, kamu urus mayatnya saya punya mama,"kata Andi dengan nada kesal.

Andi menegaskan, pihaknya tidak mempersoalkan prosedur penanganan pasien Covid-19, pihaknya hanya mempersoalkan status PDP yang disematkan kepada mamanya dengan dasarnya apa. "Kalau hanya berdasarkan asumsi, saya sangat-sangat tidak terima,"tegas Andi.

Andi juga menegaskan, ia akan cari kebenarannya, sehingga keresahan itu tidak berlarut-larut.

"Saya akan cari kebenaranya nanti, agar keresahan ini tidak berlarut-larut, buktinya sekarang masyarakat resah, lingkungan jadi resah. Satgas bukan lagi memberikan ketenangan tapi malah memberikan kepanikan kepada masyarakat, saya mau berjuang tuntut ini kebenaran,"tegas Andi. (Laporan Reporter POS-KUPANG.COM, Robert Ropo)

Sumber: Pos Kupang
Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved