Hutan dan Danau Manutasik, Memanjakan Mata Ditengah Berjibaku dengan Kerusakan Jalan

-Pandemi corona yang melanda se-antero belahan dunia termasuk di Kabupaten Malaka, tidak menyurutkan langkah Bupati Malaka, dr. Stefanu

Editor: Ferry Ndoen
foto : Edi Hayong.
Bupati Malaka, Stefanus Bria Seran juga Kapolres Malaka, AKBP Albert Neno juga Dandim 1605 Belu, Letkol (Inf) Ari Dwi Nugroho, saat berada di Danau Mantasik di Desa Babotin, Selasa (28/4). 

Laporan Reporter POS-KUPANG.COM, Edi Hayong

POS-KUPANG.COM I MALAKA--Pandemi corona yang melanda se-antero belahan dunia termasuk di Kabupaten Malaka, tidak menyurutkan langkah Bupati Malaka, dr. Stefanus Bria Seran, MPH bersama jajarannya, bersafari. Dalam tiga pekan belakangan, Bupati yang akrab disapa SBS bersama unsur Muspida seperti Kapolres Malaka, AKBP Albert Neno juga Dandim 1605 Belu, Letkol (Inf) Ari Dwi Nugroho, estafet dari satu desa ke desa lainnya.

Di pekan terakhir April 2020, tepatnya Selasa (28/4),  bersama Sekda Malaka, Donatus Bere, S.H, beberapa pimpinan SKPD, titik sasaran adalah Kecamatan Botin Leobele.

Iringan puluhan  kendaraan roda empat, mengambil titik start di rumah tempat tinggal Bupati SBS, yang kini "disulap" menjadi ruang tugas kedinasan setiap hari. Mengikuti tata protokoler kesehatan sebagai dampak dari Covid 19 yakni working at home.

Jarum jam menunjukan Pukul 10.00 Wita. Rombongan berjibaku menantang ruas jalan provinsi  di kawasan Hutan Kateri yang rusak berat. Rombongan terus bergerak menyambangi setiap desa seperti Desa Kateri, Kaputu.

Sesekali Bupati SBS turun dari mobil menemui  petugas posko covid 19 yang berada di desa di pinggir jalan yang menghubungkan Nurobo dengan Betun ini untuk memberikan motivasi.

Infrastruktur jalan yang kurang bagus ini, membuat perjalanan menuju Desa Babotin memakan waktu sekitar 1 jam. Bola mata  terhibur ketika memasuki Desa Babotin, menyaksikan deretan  pohon dengan daun yang hijau.

Kepenatan semakin sempurna ketika romongan Bupati SBS diperkenankan melihat Hutan dan Danau Manutasik. Disuguhkan pangan lokal berupa pisang rebus dan sejuknya tiupan angin segar dibawa pohon-pohon yang "masih perawan", membuat kepenatan berjibaku di jalan sedikit terobati.

"Sungguh indah pemandangannya. Sangat menakjubkan," celetuk Bupati SBS singkat ketika berada sekitar 3 meter dari bibir danau.

Yeremias Runa, selaku Ketua Adat Desa Babotin ditemani Tokoh Adat, Gabriel Koy, kepada Pos-Kupang.com mengisahkan riwayat kehadiran Danau Manutasik.

Konon menurut cerita secara turun temurun, kata Yeremias, dulu di danau tersebut merupakan perkampungan bernama Mantasik atau Mauntasik.

Penghuninya merupakan suku dari Uinmin yang letaknya cukup jauh dari Babotin sekarang. Kala itu, kaum perempuan sedang menumbuk  jagung Rote (jewawut). Salah satu dari kaum perempuan ini, nyeletuk  "Coba tengah hari panas begini,  ada air maka kita mandi sepuasnya".

Belum sampai lima menit celutukan itu, lanjut Yeremias, rupanya dijawab alam. Terdengar dentuman keras membuat orang di kampung ini panik. Tiba-tiba  muncul air dan menggenangi kampung tersebut.

"Warga kampung Mantasik kemudian berpindah ke ketinggian ke  wilayah Abat,  Desa Bonebais. Dari situ kemudian muncul terus air di danau ini. Pada tahun 1986-1987 ada keramaian ada kegiatan adat namanya Sauika untuk melarang orang tidak boleh potong kayu di hutan ini. Sekarang ini masih bisa lihat tiang rumah dan lesung yang dulu para perempuan tumbuk jagung Rote," katanya.

Dirinya menambahkan, suku yang dulu berada di Mantasik kini bermukim di  Numpeni di Kecamatan Laenmanen. Setiap tahun biasanya tokoh adat membuat upacara adat untuk menjaga kelestarian alam hutan ini.

Halaman
12
Sumber: Pos Kupang
Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved