Kisah Guru Asal Ngada Manfaatkan Waktu Luang Saat Pandemi Covid-19, Ini Pekerjaannya!
Di tengah pandemi Covid-19 memaksakan semua orang untuk beraktivitas dirumah saja atau Work From Home (WFH)
Penulis: Gordi Donofan | Editor: Rosalina Woso
Kisah Guru Asal Ngada Manfaatkan Waktu Luang Saat Pandemi Covid-19, Ini Pekerjaannya!
POS-KUPANG.COM | BAJAWA -- Di tengah pandemi Covid-19 memaksakan semua orang untuk beraktivitas dirumah saja atau Work From Home (WFH).
Bagi sebagian orang waktu dirumah selama kurang lebih satu bulan ini sangat membosankan.
Namun tidak bagi Bergita Loda. Warga RT 030 RW 03 Dusun Mari Desa Bomari Kecamatan Bajawa Kabupaten Ngada ini memanfaatkan waktunya untuk menenun dan menghasilkan uang.
Wanita kelahiran Bomari 22 Mei 1990 ini selama kurang lebih satu bulan terakhir sudah menghasilkan belasan kain tenun khas Bajawa. Ia memanfaatkan waktu 'dirumahkan' dengan karyanya menghasilkan tenun.
Bagi buah hati pasangan perkawinan Theodorus Wada (58) almarhuma Theresia Gae ini berada dirumah tidak membosankan asal sibuk melakukan sesuatu yang berguna.
Pos-Kupang.Com, Rabu (22/4/2020) sekitar pukul 15.30 Wita bersama teman jurnalis di Kota Bajawa Belmin Rado menyambangi kediaman Bergita Loda (29) di Desa Bomari.
Jarak waktu yang ditempuh dari Kota Bajawa menuju Desa Bomari sekitar 15 menit dengan menggunakan kendaraan roda dua.
Sore itu rupanya cuaca kota Bajawa sangat bersahabat. Sangat cerah dan suhu udara yang tidak terlalu dingin. Kamipun meluncur ke Desa Bomari dan menemukan alamat rumah yang kami sambangi.
Kamipun disambut ramah oleh ayah dari Bergita Loda (28), Theodorus Wada (58) bersama saudara-saudarinya Bergita disana.
Ita begitu ia akrab disapa mempersilakan kami untuk menuju ruang tengah menyaksikan aktivitasnya menenun kain.
Ita pun terlihat duduk di Radah (tempat untuk menenun). Kedua kakinya direntangkan. Jari jemarinyapun lincah memilih benang yang sudah diwarnai.
Selama penerapan Work From Home (WFH) waktu yang tepat bagi Ita untuk menghasilkan kain-kain tenunan yang telah dipesan oleh sejumlah pelanggan.
"Saya selama wabah Covid-19 menghabiskan waktu dengan menenun kain. Ada menenun Lawo
panjangnya 1,20 meter. Lawo (kain adat Bajawa untuk perempuan) itu harganya 1 juta rupiah. Untuk Sapu, Lu'e, Boku dan Keru (pakaian adat bajawa untuk laki-laki) kalau komplit 2.5 juta. Kalau Selendang harganya Rp. 200 ribu. Boku 150.000, Keru 150.000 rupiah," ujar Ita, sambil memainkan kedua tangannya menenun.
Ita menerangkan pesanannya tidaknya hanya di Kabupaten Ngada tapi sampai di Kupang hingga Jakarta.
Rata-rata pelanggannya memesan kain full motif untuk dijadikan baju atau dress.
Dalam satu minggu Ita bisa menghasilkan satu hingga dua kain.
"Satu minggu bisa dua kain. Harga 1 juta per kain. Rata-rata untuk baju yang full motif. Selama ini pesanan di Bajawa, Kupang dan Jakarta," ujar Ita.
Menenun Sejak Kelas IV SD
Ita sangat lincah menenun. Sejak SD kelas IV ia sudah bisa menenun. Bahkan untuk mendapatkan uang jajan dirinya membantu sang ibu menenun.
Hingga saat ini warisan leluhur tersebut tetap dilestarikan. Ketika sang ibu (almarhum Theresia Gae) Ita dan saudaranya terus berupaya untuk tetap melestarikan budaya tersebut. Karena menenun kain sangat menjanjikan.
Dari menenun dapat menghasilkan uang sehingga bisa menopang hidup keluarga.
Gotong Royong
Selama ini Ita tak sendirian untuk menenun. Jika ia lelah adik-adiknya bisa melanjutkan. Saling gotong-royong diterapkan dalam rumahnya.
Adik-adiknya pun tak pernah melawan jika diminta untuk melanjutkan menenun. Jika mereka saling membantu satu buah kain tidak sampai satu minggu sudah selesai. Selama ini karena mereka kerja gotong-royong satu minggu bisa menghasilkan dua buan kain.
Ita merupakan seorang guru honorer di SMA Negeri I Soa di Kecamatan Soa Kabupaten Ngada. Setiap waktu libur pekerjaanya hanya menenun.
"Saya bisa menenun sejak kelas IV. Saya anak kedua dari 8 bersaudara. Saya saat ini mengajar di SMA Negeri I Soa, saya guru Matematika. Sejak wabah Covid-19 ini saya manfaatkan waktu untuk menenun dibantu adik-adik saya dirumah," ungkap Ita.
Hasilkan Uang 5 Juta Per Bulan
Alumnus FKIP Unflor Ende ini menyatakan penghasilan dalam sebulan menenun bisa mencapai 5 juta rupiah sudah termasuk belanja bahan-bahan untuk menenun seperti benang, pewarna dan lainnya.
Jika ada yang pesan tentu sangat semangat untuk menenun dan selama satu bulan terakhir ini tidak pernah keluar rumah hanya fokus untuk menenun.
"Kami perempuan 5 orang dan bisa tenun. Saya sudah lima tahun mengajar. Dan kami bisa hidup dari menenun kain," ujarnya.
Biayai Sekolah
Berkat keuletan Ita, sudah banyak menghasilkan kain adat Bajawa. Ketika sang mama masih hidup anak-anak semua disekolahkan dan bahkan hasil dari menenun kain tiga orang anak dalam rumah Ita sudah meraih gelar Sarjana.
Ita mengatakan kendalanya adalah terkait pemasaran. Karena tidak bebas seperti biasanya. Kalau mau pesan harus melalui media sosial (Facebook) dan prosesnya memang agak susah disaat Covid-19.
"Kendalanya pemasaran saat musim Corona. Kami juga ikut selera mereka. Pemasaran lewat facebook. Tapi saat Corona agak susah. Masalahnya harus terapkan Psyical Distancing. Kalau sebelumnya masih aman-aman saja. Orang pesan kita hantar dan uang langsung diterima memang. Tapi saat Covid-19 ini agak susah, terpaksa barangnya belum dihantar dan masih simpan saja dulu menunggu wabah ini selesai," ujarnya.
Adiknya Ita, Marsin Paba (25) menyampaikan terima kasih kepada semua pelanggan yang telah memesan kain tenun.
Marsin mengatakan selama ini ia rajin membantu sang kakak untuk menyelesaikan tenunan hingga jadi. Kerja sama dan kekompakan harus ada saat mengerjakan sesuatu.
Tidak susah jika saling mendukung dan jangan cepat puas dengan apa yang ada.
"Kami kerjakan sesuai dengan pesan pelanggan. Ada yang pesan sesuai dengan selera pelanggan. Kami ikuti kemauan mereka," ungkapnya.
Budaya Menenun Harus Diwariskan
Ayah Ita, Theodorus Wada (58) mengatakan warisan leleluhur harus dilestarikan hingga anak dan cucu. Untuk biaya sekolah anak-anaknya, uangnya dihasilkan dari budaya menenun.
"Kami melanjutkan tenun dan diwariskan. Dirumah ada tiga orang sarjana dan biayanya mereka kuliah hasil dari menenun. Saya hanya tukang kayu. Saya selalu dukung anak-anak untuk menenun," ungkapnya.
Ia mengatakan anak-anak harus didukung untuk tetap dan selalu kreatif untuk mencari uang ditengah pandemi Covid-19.
Ia berharap agar pandemi Covid-19 cepat berlalu sehingga semua warga dapat menjalan aktivitas seperti biasanya.
• Ansy Lema Desak KLHK Rincikan Anggaran untuk Kegiatan Penanganan Covid-19
• Ansy Lema Desak KLHK Rincikan Anggaran Kegiatan Penanganan Covid-19
"Saya sekarang kerja dirumah saja. Bikin bingkai jendela, pintu dan lain-lain. Kebetulan ada mebel disamping rumah," ujarnya.(Laporan Reporter POS-KUPANG.COM, Gordi Donofan)