Virus Corona

Kasus Corona di Italia, 889 Kematian Sehari, Total 10.023 Kematian Padahal Sudah 16 Hari Lockdown

Kebijakan lockdown di Italia tampaknya belum efektif menghambat dan menghentikan penyebaran virus corona atau Covid-19.

Editor: Agustinus Sape
Kompasiana.com
Selama lebih dari 24 jam terakhir, Negeri "Pizza" mencatatkan 889 angka kematian, sehingga total korban meninggal akibat virus corona mencapai 10.023 orang. 

Kasus virus corona di Italia, Sehari Terakhir 889 Kematian, Total Kematian Mencapai 10.023 Orang Padahal Sudah 16 Hari Lockdown

POS-KUPANG.COM, ROMA - Kebijakan lockdown di Italia tampaknya belum efektif menghambat dan menghentikan penyebaran virus corona atau Covid-19.

Buktinya, kasus baru terus saja terjadi, dan korban meninggal akibat virus corona melampaui angka 10.000 orang meski kebijakan lockdown sudah berjalan 16 hari.

Selama lebih dari 24 jam terakhir, Negeri "Pizza" mencatatkan 889 angka kematian, sehingga total korban meninggal akibat virus corona mencapai 10.023 orang.

Kini, pemerintah setempat mempertimbangkan untuk memperpanjang masa lockdown yang seharusnya berakhir pada Jumat pekan depan (3/4/2020).

"Apakah ini waktu yang tepat membuka kembali negara? Saya kira kami harus memikirkannya secara matang," kata kepala perlindungan sipil, Angelo Borrelli.

Dilansir AFP Sabtu (28/3/2020), Borrelli mengatakan saat ini pihaknya harus bisa membatasi seminimal mungkin pergerakan untuk menyelamatkan banyak nyawa.

Italia sempat berharap bahwa tren wabah virus corona bakal menurun setelah angka kematian harian melambat pada 22 Maret lalu.

Tetapi pada Jumat (27/3/2020), mereka membukukan 969 kematian, menjadi jumlah tertinggi yang dicatat Roma, membuyarkan asa negara itu.

Pada Sabtu malam waktu setempat, Perdana Menteri Giuseppe Conte menyatakan bahwa warga harus siap jika diminta di rumah lebh lama.

"Jika mereka memahami, tentunya mereka tidak akan terburu-buru ingin kembali memulai hidup normal," kata Conte dalam pidato yang disiarkan televisi.

Usulkan utang bersama

Ekonomi yang mulai melemah karena perjuangan melawan virus corona membuat para pemimpin Eropa terjebak dalam diskusi bagaimana menyikapinya.

Negara-negara Benua Biru di kawasan selatan, yang paling terdampak wabah Covid-19, meminta Uni Eropa menanggalkan bujet finansialnya.

Salah satu organisasi terkuat dunia itu sudah melonggarkan dompetnya. Manuver yang tidak terlihat sejak krisis finansial global pada 2008-2009.

Tapi Conte berargumen itu belum cukup. Dia mendapat dukungan dari Spanyol, dengan pemerintah Perancis juga mendorong argumen tersebut.

Mereka mengusulkan Uni Eropa untuk mengeluarkan "obligasi corona". Yakni bentuk utang bersama untuk mengumpulkan uang guna memenuhi kebutuhan warga.

Namun, usulan untuk membentuk utang bersama-sama mendapat pertentangan dari Belanda serta, negara yang mempunyai anggaran kuat.

Conte mengatakan, dia dan Kanselir Jerman Angela Merkel tidak saja berbeda pandangan. Tetapi mereka "bertengkar" pekan ini mengenai implementasinya.

"Jika Eropa tidak bangkit untuk menyikapi tantangan ini, maka mereka bakal kehilangan raison d'etre (alasan untuk eksis) di hadapan rakyatnya," tegas Conte kepada Il Sole 24 Ore.

"Titik kritis dalam sejarah"

Zona Eropa diprediksi bakal memasuki resesi dalam beberapa bulan mendatang. Tetapi, Italia terancam menghadapinya lebih dulu setelah menutup hampir semua bisnis pada 12 Maret.

Sejumlah prediksi menyebut Negeri "Pizza", negara dengan ekonomi terbesar ketiga di zona pengguna euro, bosa mengalami kontraksi tujuh persen pada tahun ini.

Produk Domestik Bruto (GDP) negara itu sempat menyusut 5,3 persen pada 2009, Conte memperingatkan para pemiimpin Eropa di ambang bahaya jika melakukan "kesalahan tragis".

"Saya mewakili negara yang paling menderita, dan saya tidak bisa menunda-nunda," tegas PM yang menjabat sejak 1 Juni 2018 tersebut.

Otoritas kesehatan menuturkan, jumlah mortalitas karena Covid-19 bisa bertambah karena ada panti jompo yang tak melaporkan jika ada yang meninggal.

Belum lagi jumlah mereka yang meninggal di rumah. "Ini sesuatu yang berbeda dari krisis 2008. Kami berada di titik kritis dalam sejarah Eropa," tutupnya.

===

Belajar dari Kasus Italia 

Sebelumnya, beredar sebuah artikel di WAG tentang virus corona di Italia, yang tampaknya bisa menjadi pelajaran bagi negara-negara dan masyarakatnya dalam menghadapi penyebaran virus corona atau Covid-19

Saat ini Italia lockdown di seluruh negara. Padahal pemerintahnya sudah sangat cepat mengambil keputusan, tapi karena rakyatnya ‘bandel’, situasi terus memburuk.

Apa yang sebenarnya terjadi di sana? Apa yang bisa kita jadikan contoh agar tidak terulang di sini?

Berikut rangkumannya, dilengkapi data agar lebih mudah dipahami.

TAHAP 1
Kasus pertama diumumkan.
“Ah itu cuma flu, apa pentingnya pake masker? Orang-orang ini cuma lebay. Saya kan sehat, gak bakal ketularan. Gak perlu panik.”

TAHAP 2
Jumlah positif corona mulai signifikan. 75 orang.
22 Februari beberapa kota kecil mulai dikarantina.

“Ah cuma beberapa yang kena. Yang matipun orang-orang tua saja yang emang udah punya penyakit. Hidup seperti biasa aja lah, pacaran, nongkrong bareng temen, jalan-jalan ke mal tetep lanjut.”

TAHAP 3
Jumlah kasus meningkat dengan cepat. Berlipat ganda dalam 1 hari. Kematian bertambah.

7 Maret, 5.067 kasus positif, zona merah diberlakukan. Wilayah yang dikarantina hampir 25% dari luas italia. Sekolah dan universitas tutup. Tapi tempat kerja, bar dan resoran dll masih buka.

Lalu.. sekitar 10 ribu orang kabur dari zona merah sebelum resmi di berlakukan. Ini nanti akan memperburuk situasi.

Sementara itu 75% wiilayah lain masih menganggap enteng corona. Anjuran mencuci tangan ada dimana-mana. Tapi sekedar anjuran dan tak banyak yang melakukan.

TAHAP 4
Jumlah kasus sangat meningkat. Sekolah dan universitas ditutup di mana-mana setidaknya selama sebulan. Darurat nasional berlaku.

Rumah sakit menambah kapasitas, seluruh kamar dibersihkan untuk memberi ruang bagi pasien coronavirus. Tapi tidak ada cukup dokter dan perawat. Para pensiunan dan mahasiswa kedokteran tingkat akhir dipanggil. Bekerja sebisanya. Dokter dan perawat mulai terinfeksi, lalu menyebarkannya ke keluarga mereka.

Ada terlalu banyak kasus pneumonia, terlalu banyak pasien perlu ICU, tapi ruangannya sudah habis. Ventilator habis.

Pada titik ini seperti kondisi dalam perang: dokter harus memilih siapa yang akan diobati berdasarkan peluang bertahan hidup. Itu berarti pasien lanjut usia dan punya penyakit bawaan seperti hipertensi/stroke tidak masuk prioritas. Orang-orang mati karena tidak ada ruang lagi.

Dokter menyerah, setiap hari harus membiarkan sampai 3 orang mati karena gak ada alat dan ruangan. Suster menangis karena cuma bisa memberikan oksigen pada mereka yang sekarat.

Chaos. Sistem layanan kesehatan runtuh

TAHAP 5
Ingat 10 ribu orang idiot yang lari dari zona merah ke seluruh Italia? Iya..mereka menyebarkan corona ke 75% wilayah yang sebelumnya relative aman.

9 Maret, 9.172 kasus. Seluruh negara red zone. Lockdown. Orang-orang hanya dapat pergi bekerja, berbelanja bahan makanan, pergi ke apotek. Semua bisnis masih dibuka karena jika tidak ekonomi akan runtuh, itu kebijakan pemerntah.

Mulai ada ketakutan. Orang-orang mulai memakai masker dan sarung tangan. Tapi tetap saja ada anak-anak muda yang merasa jagoan. Pergi ke restoran rame-rame, hangout bareng, minum2 dsb.

TAHAP 6

2 hari kemudian, pemerintah Italia berubah pikiran. Semua bisnis harus tutup: Bar, restoran, pusat perbelanjaan, semua jenis toko, dll. Kecuali supermarket dan apotek.

Penyebabnya karena dalam sehari yang positif bertambah 2.313 kasus. Total 12.423 penderita.

Penduduk yang mau keluar rumah harus mendapat surat ijin. Didapatkan dari pos pemeriksaan polisi yang disebar di berbagai lingkungan. Yang melanggar kena denda 3,3jt. Pasien positif yang tidak mau mengkarantina diri bakal dituntut dengan pasal pembunuhan. Hukuman 1 sampai 12 tahun penjara.

-----

Dengan pemerintah yang mengambil kebijakan secepat itu dan setegas itu, Italia tetap menjadi negara dengan fatality rate corona tertinggi di dunia. 7.3%. bandingkan dengan Cina yang cuma 3,4%.

Dan hari minggu kemaren (15/3) Italia mencatatkan rekor jumlah kematian sebanyak 368 dalam satu hari. Jadi totalnya sudah ada 1.809 orang meninggal.

Tertinggi kedua setelah Cina.

Sebagai gambaran, luas Italia itu kurang lebih 2x Pulau Jawa. Penduduknya 64 juta, sementara penduduk Jawa 150 juta.

Di Italia 22 Februari jumlah positif corona 75 orang, 22 hari kemudian (15/3) jumlahnya jadi 24.747.

Di Indonesia 18/3 ada 227 positif corona. Entah berapa banyak jumlahnya 22 hari lagi kalau semua masih berjalan seperti ini. Kita semua yang masih bandel dan menganggap remeh. Kita hanya bisa berharap yang terbaik, sambil mewaspadai yang terburuk.

Yuk, mulai dari diri sendiri. Jaga kebersihan lalu isolasi diri dan keluarga. Tidak keluar rumah kecuali sangat penting. Bahkan batasi mengunjungi keluarga yang sudah sepuh. Karena merekalah yang paling rentan dengan corona.

Tapi kan saya nggak kerja kantoran. Kalo nggak kerja nggak makan, nggak hidup?

Tapi Pak, kalo terpapar corona juga bahaya buat hidup bapak dan keluarga.

Ini saatnya memulai solidaritas. Yang mampu harus mulai membantu yang tidak mampu. Di Cina pemerintah menyediakan makanan untuk mereka yang mengisolasi diri. Semoga pemerintah kita mulai menyiapkan ini.

Ini adalah bentuk usaha dan doa kita. Memaksimalkan ikhtiar sebagai bentuk penyempurnaan tawakkal kita pada Allah.

Ayooo jaga diri, keluarga dan lingkungan kita.

Semoga badai corona ini segera berlalu.

Hanya kepadaMU kami berserah.

Sebagian artikel ini telah tayang di Kompas.com dengan judul "Meski Sudah 16 Hari Lockdown, Korban Meninggal Virus Corona di Italia Capai 10.000 Orang", https://www.kompas.com/global/read/2020/03/29/075844470/meski-sudah-16-hari-lockdown-korban-meninggal-virus-corona-di-italia?page=all#page2.
Penulis : Ardi Priyatno Utomo
Editor : Ardi Priyatno Utomo

Sumber: Kompas.com
Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved