Kasus "Makan" Faces di Seminari BSB Maumere, Pelaku dan Korban Saling Memaafkan
Dua minggu pasca dugaan pemberian "makan" feses kepada sejumlah pelajar Kelas VII oleh kakak kelas siswa SMA Seminari Bunda Segala Bangsa Maumere
POS-KUPANG.COM - Dua minggu pasca dugaan pemberian "makan" feses kepada sejumlah pelajar Kelas VII oleh kakak kelas siswa SMA Seminari Bunda Segala Bangsa (BSB) Maumere, suasana belajar-mengajar di lingkungan sekolah telah kondusif.
Kisah kasus yang memalukan itu berakhir dramastis dengan hadirnya berbagai komponen untuk melakukan rekonsiliasi di tempat tersebut.
Utusan siswa, orangtua murid dan guru pendamping melakukan doa rekonsiliasi di depan Pantung Bunda Maria, Kamis (5/3) dalam perayaan misa yang dipimpin Uskup Maumere, Mgr.Edwaldus Martinus Sedu di Kapela BSB.
• Tiara Anugrah: Pilih Dul atau Azriel
Seperti diberitakan 77 siswa kelas VII BSB Maumere diberikan makan oleh kakak kelasnya, Rabu (19/2/2020). Kejadian ini bermula ketika kakak kelas XII bertugas menjaga kebersihan menemukan kantung kresek berisi feses di bawah lemari.
Praeses BSB Maumere, RD Adeodatus Duu membantah pemberitaan bahwa para siswa diberi makan feses. Kejadian sebenarnya kata RD. Adeodatus Duu, kakak kelas ambil senduk taruh feses lalu ancam ke mulut siswa kelas VII.
• Tolong Perbaiki Deker Rusak Menuju Pantai Wera, Ini Tanggapan Kadis PUPR Sumba Timur
Ia melanjutkan, kalau kamu tidak mengakui siapa yang punya kotoran akan disentuh dengan kotoran. Ini berdasarkan pengakuan dari anak-anak dan bapak asrama yang telah mengecek anak-anak.
Untuk membawakan doa rekonsiliasi, utusan siswa SMP yang diwakili Alexandro Indra Saputra Mula, utusan siswa SMAS diwakili Alexandro Moti, utusan guru, dan perwakilan orang tua.
Satu per satu mereka menyampaikan doa kepada Bunda Maria meminta penguatan dan permohonan saling memaafkan atas terjadinya kasus yang sempat viral itu.
Perayaan ekaristi dihadiri orang tua korban, orang tua pelaku, dan sejumlah pejabat dari beberapa instansi seperti Polri dan TNI, dan unsur pemerintahan. Para siswa SMP dan SMA menempati bangku paling depan. Mereka tampak gagah dengan pakaian tenun.
Praeses Seminari BSB, RD. Deodatus Du'u, menyampaikan permohonan maaf atas terjadinya peristiwa tersebut. Diakuinya peristiwa tersebut telah mencoreng lembaga Seminari BSB.
Ia juga menyampaikan terima kasih atas keterlibatan pelbagai pihak, terutama orang tua korban, sehingga lahir kemauan bersama untuk melakukan rekonsiliasi.
Menurut RD. Deodatus, rekonsiliasi sangat tepat sebagai media reflektif untuk melakukan pembenahan.
"Tidak akan ada lagi bentuk kekerasan apapun di lingkungan sekolah ini. Kalau terjadi lagi kita akan tindak tegas. Saya mohon dukungan, dia dan sikap kita semua," ajak RD. Deodatus Du'u.
Mgr.Edwaldus, dalam kotbahnya mengajak semua yang hadir memperjuangkan rekonsiliasi dalam kerapuhan dan kelemahan.
Sebagai pribadi dan lembaga, kata Mgr.Edwaldus, akan jatuh dalam kelemahan, kerapuhan dan kegagalan. Namun, dalam semangat iman terpanggil untuk melangkah maju, kepala tegak dan berani mengakui kelemahan dan kerapuhan kita.
"Sebagai lembaga pendidikan hendaknya mewartakan cinta kasih Injil sebagaimana diamanatkan dalam visi dan misi KWI," pinta Mgr.Edwaldus.
Dikatakanya, lembaga pendidikan seperti seminari harus sering melakukan refleksi bersama atas dokumen-dokumem gereja, bersama para pendamping di seminari maupun guru-guru di sekolah. Sharing kitab suci dan ajaran Sri Paus menjadi sangat penting bagi lembaga seminari.
Dalam semangat pembaharuan sejati, Mgr.Edwaldus mengajak semua menjadi murid Yesus dengan hari-hari yang penuh sukacita injil.
"Marilah kita saling mengampuni dan belajar dari kesalahan kita, rendah hati yang terbuka, mengampuni dan mengakui segala kesalahan, kekurangan, kegagalan dan kejatuhan dalam hidup. (egi mo'a)