Selamat Tinggal Negara Berkembang! AS Memasukkan Indonesia sebagai Negara Maju, Apa Maksudnya?
Selamat tinggal status negara berkembang. Indonesia beranjak dari status negara berkembang menjadi negara maju. Benarkah?
Selamat Tinggal Negara Berkembang! AS Memasukkan Indonesia sebagai Negara Maju, Apa Maksudnya?
POS-KUPANG.COM - Selamat tinggal status negara berkembang. Indonesia beranjak dari status negara berkembang menjadi negara maju. Benarkah?
Ya, Amerika Serikat (AS) malalui Kantor Perwakilan Perdagangan atau Office of the US Trade Representative (USTR) di Organisasi Perdagangan Dunia ( WTO) mengeluarkan Indonesia dari daftar negara- negara berkembang lalu memasukkannya sebagai negara maju.
Seperti dilansir dari Business Insider, Sabtu (22/2/2020), kebijakan itu dilakukan pemerintah Donald Trump untuk mengurangi jumlah negara-negara yang selama ini dianggap mendapatkan perlakuan istimewa.
Menyandang status sebagai negara berkembang memang menguntungkan dari sisi perdagangan. Ini karena barang impor dari negara berkembang yang masuk ke AS mendapatkan bea masuk yang lebih rendah ketimbang komoditas negara maju.
Aturan memberikan perlakukan istimewa dalam perdagangan bagi negara-negara berkembang ditujukan untuk membantu negara-negara tersebut keluar dari kemiskinan.
Indonesia tak sendiri. Negeri Paman Sam itu juga mengeluarkan negara-negara lain dari daftar negara berkembang. Beberapa di antaranya adalah negara anggota G20, seperti Argentina, Brazil, India, dan Afrika Selatan.
Sebagai contoh Afrika Selatan. AS mengeluarkan negara itu karena dianggap sebagai anggota G20 yang kekuatan ekonominya cukup diperhitungkan.
Namun, jika diukur dari pendapatan nasional bruto per kapita, Afrika Selatan sebenarnya masih tergolong sebagai negara berkembang.
"G20 merupakan forum dominan dalam kerja sama ekonomi internasional yang menyatukan negara-negara ekonomi besar dan perwakilan dari lembaga internasional besar seperti Bank Dunia dan IMF," tulis USTR dalam pernyataannya.
"Mengingat betapa signifikannya G20 dalam ekonomi global, dan besarnya ekonomi dari negara-negara anggotanya yang menyumbang sebagian besar dari output ekonomi global, keanggotaan G20 menunjukkan bahwa suatu negara tengah dikembangkan (jadi negara maju)," kata USTR.
Dalam pertimbangan yang digunakannya, USTR mengabaikan indikator negara berkembang lainnya, seperti angka kematian bayi, angka buta huruf orang dewasa, dan harapan hidup saat lahir.
Sebelumnya, dikutip dari Kontan, Menteri Koordinator (Menko) Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto mengatakan, kebijakan AS ini akan berdampak terhadap fasilitas-fasilitas perdagangan negara berkembang.
“Dampaknya tentu fasilitas, Indonesia yang sebelumnya menjadi negara berkembang akan dikurangi, ya kita tidak khawatir itu,” kata Airlangga di kantornya, Jumat (21/2/2020).
Setali tiga uang, ekspor barang-barang Indonesia bakal kena tarif tinggi daripada negara berkembang lainnya. Sebagai contoh, pajak-pajak impor yang diatur AS atas barang Indonesia bakal lebih tinggi, termasuk bea masuk.
“Tapi belum tentu, kami tidak khawatir,” ujar Airlangga.
Dalam kebijakan baru AS yang telah berlaku sejak 10 Februari 2020 tersebut, Indonesia dikeluarkan dari daftar Developing and Least-Developed Countries sehingga Special Differential Treatment (SDT) yang tersedia dalam WTO Agreement on Subsidies and Countervailing Measures tidak lagi berlaku bagi Indonesia.
Sebagai akibatnya, de minimis thresholds untuk marjin subsidi agar suatu penyelidikan anti-subsidi dapat dihentikan berkurang menjadi kurang dari 1 persen dan bukan kurang dari 2 persen.
Selain itu, kriteria negligible import volumes yang tersedia bagi negara berkembang tidak lagi berlaku bagi Indonesia.
Dampaknya, memang kebijakan ini cenderung buat perdagangan Indonesia buntung. Padahal, selama ini Indonesia surplus dari AS.
Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS) surplus perdagangan Indonesia dengan AS pada Januari 2020 sebesar 1,01 miliar dollar AS, angka ini tumbuh bila dibanding surplus periode sama tahun lalu, yakni 804 juta dollar AS.
Data tersebut juga menyebutkan, AS menjadi negara terbesar kedua pangsa ekspor non-migas Indonesia sebesar 1,62 miliar dollar AS pada Januari 2020.
Tak Hanya Indonesia
Ternyata tidak hanya Indonesia yang dikeluarkan dari daftar negara berkembang. Terhitung 24 lain juga dikeluarkan AS dari daftar negara berkembang dan dimasukkan dalam kelompok negara maju.
Negara-negara yang dikeluarkan dari daftar negara berkembang tersebut adalah Albania, Argentina, Armenia, Brazil, Bulgaria, dan China.
Kemudian ada Kolombia, Kosta Rika, Georgia, Hong Kong, India, Indonesia, Kazakhstan, dan Republik Kirgis.
Selanjutnya ada Malaysia, Moldova, Montenegro, Makedonia Utara, Romania, Singapura, Afrika Selatan, Korea Selatan, Thailand, Ukraina, dan Vietnam.
Menurut USTR, keputusan untuk merevisi metodologi terkait negara berkembang untuk investigasi tarif perdagangan penting untuk dilakukan.
Sebab, pedoman yang digunakan sebelumya sudah usang lantaran dibuat tahun 1988.
Pembaruan ini pun menandai langkah penting kebijakan AS yang sudah berlangsung selama dua dekade terkait negara-negara berkembang.
Langkah ini juga mencerminkan kejengahan Presiden AS Donald Trump, bahwa negara-negara ekonomi besar seperti China dan India diperbolehkan menerima preferensi khusus sebagai negara berkembang di Organisasi Perdagangan Dunia ( WTO).
Dalam kunjungannya ke Davos, Swiss pada bulan lalu, Donald Trump menyebut WTO tidak memperlakukan AS secara adil.
"China dipandang sebagai negara berkembang. India dipandang sebagai negara berkembang. Kami tidak dipandang sebagai negara berkembang. Sepanjang yang saya ketahui, kami juga negara berkembang," cetus Trump.
Adapun tujuan preferensi khusus yang diterapkan WTO terhadap negara-negara berkembang adalah untuk membantu dalam menurunkan kemiskinan, menyerap tenaga kerja, dan mengintegrasikan negara-negara ini ke dalam sistem perdagangan dunia.
* Menko Polhukam Mahfud MS ungkap 2 ancaman kedaulatan Indonesia berdasarkan analisis Prabowo Subianto
Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan ( Menko Polhukam) Mahfud MD mengatakan, ada dua ancaman kedaulatan di wilayah teritorial Indonesia.
Ini berdasarkan analisis yang disampaikan oleh Menteri Pertahanan Prabowo Subianto.
"Saat ini ada dua yang menjadi ancaman teritorial Indonesia berdasarkan analisis Menhan," ujar Mahfud di Markas Bakamla, Jakarta Pusat, Jumat (21/2/2020).
Pertama, kata dia, ancaman di Laut Natuna Utara atau Laut China Selatan.
"Karena di situ ada klaim dari China yang di dalam konteks hukum internasional itu tidak ada. Itu klaim sejarah dan hak tradisional yang katanya sudah ribuan tahun lalu orang China terbiasa mencari ikan di Laut China Selatan," tutur Mahfud.
Padahal, apa yang dilakukan China itu melanggar hak berdaulat Indonesia. Mahfud juga menyebut hal tersebut ancaman terhadap teritori Indonesia.
Dia pun mengingatkan ancaman China tidak bisa dihadapi dengan adu kekuatan.
Secara hitungan matematis, jika perang fisik dengan China terjadi, dipastikan Indonesia akan kalah.
"Penduduk China 1,3 miliar, pasti lebih besar kekuatannya dari Indonesia sehingga kalau kita hadapi secara fisik hitungan matematis ya kita bisa kalah, tetapi kita punya hukum internasional, konstitusi," ucap Mahfud.
Oleh karena itu, Mahfud menegaskan, Indonesia akan tetap mempertahankan wilayah perairan Natuna Utara itu sebagaimana amanat konstitusi.
"Melindungi segenap bangsa dan tumpah darah itu artinya melindungi teritoritorial," kata dia.
Ia juga mengatakan, ancaman teritorial yang kedua datang dari Papua, yakni isu papua merdeka.
Menurut Mahfud, ancaman di Papua tidak bisa dihadapi secara militer. Dia menyebut pemerintah harus menjaga HAM di Papua.
"Saudara sekalian kita harus menjaga HAM sehingga kita harus berhati-hati menjalankan operasi di sana sehingga yang dilakukan itu adalah penegakan hukum dan keamanan," ucap Mahfud.
Pemerintah, menurut dia, tidak akan melakukan operasi militer di Papua.
"Karena kalau sudah disebut operasi militer nanti (merujuk ke) pelanggaran HAM dunia internasional akan menyorot itu. Dua hal inilah yang harus kita jaga dengan hati-hati," kata Mahfud. (Kompas.com/Dian Erika Nugraheny)
* Indonesia Tak Perlu Sesali Timor Leste Lepas dari NKRI, Ini Alasan Cerdas BJ Habibie Gelar Refredum
Lepasnya Timor Timur yang kini bernama Timor Leste tak perlu disesali. Karena Presiden saat itu, BJ Habbie punya pikiran cerdas
Mengurus masalah Tim Tim bukan saja menguras anggaran tapi juga energi.
Populasi Tim Tim saat itu hanya 700.000 jiwa sementara Indonesua mencapai 210 juta jiwa yang harus diurus, sehingga jumlah tersebut tidak sampai menguras penduduk Indonesia lainnya
Bahkan kini Indonesia menikmati kemerdekaan Timor Leste dalam bentuk perdagangan dan pembangunan di negara itu yang melibatkan BUMN nasional
Timor Leste telah memutuskan untuk memisahkan diri dari Indonesia sejak 20 tahun silam.
Pada 30 Agustus 1999, hampir 80 persen rakyat Timor Timur memilih berpisah dari Indonesia.
Referendum yang didukung PBB itu mengakhiri konflik berdarah sekaligus mengakhiri kependudukan mereka sebagai Warga Negara Indonesia.
Memberikan jalan bagi rakyat Timor Leste untuk meraih kemerdekaan.
Dilansir dari AFP via Kompas.com, pendudukan Timor Leste memantik aksi penindakan memilukan selama 24 tahun yang menelan nyawa 250.000 baik karena perang, kelaparan, hingga penyakit.
Namun kegembiraan berubah menjadi duka setelah militer Indonesia dan milisinya menyerbu dengan menghancurkan infrastruktur mereka, serta memaksa ratusan ribu orang mengungsi, dan membunuh 1.400 orang.
Timor Leste, negara yang sebagian besar dari 1,3 juta penduduknya memeluk agama Katolik, baru diakui secara internasional tiga tahun setelah pemungutan suara.
Tidak seperti Indonesia yang dijajah Belanda, negara yang menjajah TimTim adalah Portugal.
Pada 1974, Revolusi Bunga terjadi di Portugal yang menyebabkan distabilitas politik di dalam negeri.
Portugal semakin kewalahan menghadapi pemberontakan di negara-negara jajahan di Afrika.
Masyarakat TimTim memanfaatkan momen tersebut, untuk memproklamirkan berdirinya suatu bangsa yang merdeka melalui pembentukan partai politik.
Oleh karena itulah wilayah Timor Timur atau pulau Timor bagian timur belum menjadi bagian dari Indonesia sejak awal.
Berbeda dengan pulau Timor bagian barat yang dikuasai Belanda atau yang nantinya menjadi provinsi Nusa Tenggara Timur (NTT).
Namun, proses kemerdekaan tidak semudah yang dibayangkan.
Ketegangan politik hingga fisik terjadi antara partai pro-kemerdekaan, dengan partai yang menginginkan TimTim menjadi bagian dari Indonesia.
Di tengah pertumpahan darah, masyarakat TimTim pada 30 November 1975 menggelar Deklarasi Balibo yang menegaskan poisis TimTim sebagai provinsi ke-27 Indonesia.
Pada tahun-tahun berikutnya muncul konflik antara pendukung kemerdekaan Timor Leste dan pemerintah Indonesia serta pendukung integrasi Timtim.
Sampai pada tahun 1991, terjadi apa yang disebut pembantaian Santa Cruz.
Ketika itu, tentara Indonesia melepaskan tembakan ke 4.000 pelayat pro-kemerdekaan di sebuah pemakaman yang sedang mengubur seorang siswa muda yang dibunuh oleh tentara.
Seorang jurnalis foto Inggris memfilmkan peristiwa yang menyebabkan lebih dari 200 orang tewas.
Rekaman tersebut disiarkan di televisi di negara-negara Barat dan untuk pertama kalinya pemerintah Amerika Serikat mengutuk kekerasan di Indonesia.
Bekas provinsi ke-27 itu membuat Indonesia menjadi bulan-bulanan dunia internasional.
Banyak pihak yang menggunakan isu Timtim sebagai salah satu sarana memukul dan mempermalukan bangsa Indonesia di percaturan internasional.
Tujuh bulan setelah BJ Habibie memegang tampuk kekuasaan atau tepatnya 19 Desember 1998, Perdana Menteri Australia, John Howard mengirim surat kepada Presiden Habibie.
Ia mengusulkan untuk meninjau ulang pelaksaan referendum bagi rakyat Timtim.
Hari referendum pun tiba, pada 30 Agustus 1999 dilaksanakan referendum dengan situasi yang relatif aman dan diikuti hampir seluruh warga Timtim.
Namun, satu hari setelah referendum dilaksanakan suasana menjadi tidak menentu, terjadi kerusuhan berbagai tempat.
Sekjen PBB akhirnya menyampaikan hasil refrendum kepada Dewan Keamanan PBB pada 3 September 1999.
Hasilnya 344.580 suara (78,5 %) menolak otonomi, 94.388 (21 %) suara mendukung otonomi, dan 7.985 suara dinyatakan tidak valid.
Hasil referendum tersebut kemudian diumumkan secara resmi di Dili pada 4 September 1999, akhirnya masyarakat Timtim memilih untuk memisahkan diri dari Indonesia.
Habibie mengutarakan alasan dan fakta yang sangat cerdas.
1. Alasan Pertama
"Timtim dengan populasi sekitar 700.000 rakyat telah menarik minat dunia.
Tapi saya punya 210 juta rakyat.
Jika saya biarkan tentara asing mengurus Timtim, secara implisit saya berarti mengakui bahwa TNI tak bisa menjalankan tugasnya dan ini bisa berakibat buruk bagi stabilitas negara.
Dan saya tak mau ambil risiko ini."
"Masalah Timor Timur sudah harus diselesaikan sebelum Presiden ke-4 RI dipilih, sehingga yang bersangkutan dapat mencurahkan perhatian kepada penyelesaian masalah nasional dan reformasi yang sedang kita hadapi."
2. Alasan Kedua
Saya menganggap Australia sejak lama telah menjadi 'sahabat' Indonesia sejak proklamasi kemerdekaan 1945.
"Saya yakin bila saya biarkan tentara Australia masuk ke Indonesia, saya tidak hanya akan menghina dan mempermalukan TNI, tapi juga bila Australia masuk, apa pun keputusannya nanti, yang kalah akan menyalahkan Australia."
Atas alasan cerdas inilah Habibie pun mendapat respons yang baik dari belahan dunia, karena tidak mengandalkan kekerasan dan menumpahkan darah.
Bahkan jika dilihat dari segi ekonomi, Indonesia mendapatkan hal yang baik dari Timor-Timur.
Kini Timor Leste butuh pembangunan di infrastruktur, alhasil tender pembangunan di sana dimenangkan BUMN Indonesia dengan hal ini Indonesia diuntungkan, karena sebagai negara merdeka mereka tidak memakan dana dari Indonesia bahkan mereka mengeluarkan dana untuk keuntungan di pihak BUMN.
Dan apapun yang dikirim ke Timor Leste sekarang menjadi ekspor dan mendapatkan keuntungan devisa bagi negara.*
(Sumber: KOMPAS.com/Yoga Sukmana, Yusuf Imam Santosi | Editor: Tendi)
Artikel ini telah tayang di Kompas.com dengan judul "Maksud Terselubung AS Memasukkan RI sebagai Negara Maju", https://money.kompas.com/read/2020/02/22/104551926/maksud-terselubung-as-memasukkan-ri-sebagai-negara-maju?page=all#page2.
Penulis : Muhammad Idris
Editor : Muhammad Idris