Protes Kenaikan Retribusi, Pedagang Pasar Pada Duduki Kantor Bupati dan DPRD Lembata
Apalagi kenaikan ini tidak setimpal dengan fasilitas pasar yang buruk dan terkesan tak diperhatikan pemerintah.
Penulis: Ricardus Wawo | Editor: Rosalina Woso
Protes Kenaikan Retribusi, Pedagang Pasar Pada Duduki Kantor Bupati dan DPRD Lembata
POS-KUPANG.COM|LEWOLEBA--Ratusan pedagang Pasar Pada menduduki Kantor Bupati dan DPRD Lembata pada Rabu (12/2/2020). Mereka memprotes kenaikan retribusi pasar yang sudah tertuang di dalam Revisi Perda Nomor 1 Tahun 2019.
Meski revisi perda ini belum diterapkan di tahun 2020, para pedagang tetap merasa kenaikan harga retribusi ini sangat memberatkan. Apalagi kenaikan ini tidak setimpal dengan fasilitas pasar yang buruk dan terkesan tak diperhatikan pemerintah.
Jika revisi perda ini tetap diberlakukan maka para pedagang juga tidak akan membayar sesuai harga sewa dalam revisi dan tidak akan menandatangani kontrak kerja sama.
Saat audiensi dengan Pemkab Lembata yang dipimpin langsung oleh Sekretaris Daerah (Sekda) Kabupaten Lembata Paskalis Ola Tapobali, para pedagang mengatakan harga sewa tempat milik pemerintah itu melonjak terlalu tinggi dari yang sebelumnya ditetapkan dalam Perda Nomor 1 Tahun 2019.
Juru bicara pedagang Pasar Pada Abdul Gani Korebima, menyebutkan selisih harga sewa bangunan prosentasinya bisa 100 persen lebih. Dia mencontohkan, harga sewa bangunan pemerintah permanen dari Rp 200-Rp 1000 per hari. Harga sewa ini masih dikalikan lagi dengan ukuran bangunan yang disewa.
"Ini sangat memberatkan. Kalau bisa tunda dulu sampai ada kajian," ungkap Abdul Gani.
Mewakili para pedagang pasar, Abdul Gani juga merasa kecewa karena konsultasi publik soal revisi perda tidak melibatkan semua pedagang. Sebaliknya mereka baru dilibatkan saat ada tanda tangan kontrak.
"Kalau mau buat perubahan perda harus konsultasi dulu. Harusnya pemerintah mengkaji dulu. Kalau pasar ramai itu mungkin bisa, tapi ini tidak," jelasnya sembari menambahkan kalau retribusi yang ditetapkan dalam perda itu naik 150 persen. Jadi, dalah setahun para pedagang pasar bisa membayar Rp 4-5 juta.
"Kami kecewa dengan koperindag. Kami merasa dinas hanya datang tagih karcis habis pulang. Tidak pernah ada perhatian, fasilitas air juga tidak ada," terang Abdul Gani.
Dia menambahkan padaha tahun lalu pasar menyumbang untuk PAD hampir Rp 250 juta dari target Rp 300 juta.
Mereka merasa sangat kecewa dan berharap pemerintah bisa memperhatikannya.
"Penerangan juga sangat minim. Padahal ada anggaran untuk lampu. Koperindag tdak pernah ada perhatian sama sekali supaya tidak ditindaklanjuti. Kami minta tunda dulu perda ini. Kalau masih diterapkan juga maka kami tidak akan bayar sesuai perda baru," sebutnya.
Pedagang lainnya Muhammad Jusuf, mengeluhkan soal kesulitan hidup yang mereka derita kalau beban retribusi itu dinaikan.
"Kami ada yang masukkan meteran sendiri, kami masyarakat bayar dobel. Kami pedagang mau makan apa. Masyarakat pedagang ini miskin tapi pemerintah minta bayar pajak. Tolonglah sampaikan ke pak bupati jalan jalan juga ke Pasar Pada. Tolonglah datang lihat kami. Kami juga butuh kasih sayang dari pak bupati," ratapnya.
Paskalis Tapobali mengatakan pihaknya akan menampung aspirasi para pedagang karena dirinya memang berada pada posisi tidak pada pengambil keputusan.
"Nanti saya sampaikan kepada pak bupati," terangnya.