Breaking News

Hidup Menyedihkan Selama 27 Tahun, Rambut Sukiyah 2 Meter Jadi Sarang Tikus, Mandi 1 Tahun Lalu

Sukiyah, wanita 50 tahun hidup menyedihkan selama 27 tahun di rumahnya yang gelap gulita. Bahkan rambut Sukiyah yang panjangnya sudah 2 meter

Editor: Ferry Ndoen
SURYAMALANG.COM/kolase Istimewa via Tribunnews.com/Kompas.com
Sukiyah Hidup Menyedihkan Selama 27 Tahun, Rambut 2 Meter Jadi Sarang Tikus, Mandi 1 Tahun yang Lalu 

Sukiyah Hidup Menyedihkan Selama 27 Tahun, Rambut 2 Meter Jadi Sarang Tikus, Mandi 1 Tahun yang Lalu

 SURYAMALANG.COM/kolase Istimewa via Tribunnews.com/Kompas.com
 
Sukiyah Hidup Menyedihkan Selama 27 Tahun, Rambut 2 Meter Jadi Sarang Tikus, Mandi 1 Tahun yang Lalu 
 

POS KUPANG.COM-- Sukiyah, wanita 50 tahun hidup menyedihkan selama 27 tahun di rumahnya yang gelap gulita. 

Bahkan rambut Sukiyah yang panjangnya sudah 2 meter jadi sarang tikus dan penuh kotoran manusia saat ditemukan. 

Sukiyah juga sudah tidak mandi selama 1 tahun setelah sebelumnya dimandikan paksa oleh warga kampung. 

Sukiyah tinggal di Dusun Karangombo, Desa Polobogo, Kecamatan Getasan, Kabupaten Semarang.

Kisah malang Sukiyah dimulai sejak ia berusia 5 tahun dan mengalami kebutaan. 

Sukiyah hidup seorang diri di dalam rumah beralas tanah dan berdinding papan, perempuan yang diperkirakan berumur 50 tahun ini berteman gelap
Sukiyah hidup seorang diri di dalam rumah beralas tanah dan berdinding papan, perempuan yang diperkirakan berumur 50 tahun ini berteman gelap (Kompas.com/Dian Ade Permana)

Ibunya Sukiyah meninggal dunia sekitar tiga tahun lalu dan adiknya tak pernah pulang dan berkirim kabar semenjak menikah dan pindah ke Banjarnegara. 

Sakit yang diderita Sukiyah ditandai dengan sakit panas hingga kejang-kejang yang mengakibatkan ia tidak bisa melihat lagi.

Meski demikian saat itu Sukiyah masih bisa beraktivitas normal hingga membantu orangtuanya berkebun.

"Sukiyah mulai bertingkah aneh dan jadi pendiam sejak umur 10 tahun," kata Suramto, Kamis (23/1/2020), paman Sukiyah.

Ardian Kurniawan Santosa (bertopi) memegang rambut gimbal Mbah Iyah.
Ardian Kurniawan Santosa (bertopi) memegang rambut gimbal Mbah Iyah. (istimewa via TribunJambi)

Sukiyah mulai mengurung diri dan enggan bersosialisasi. Selama bertahun-tahun hanya berada di dalam rumah.

Setelah ibunya meninggal, Sukiyah sempat tidur di teras. Oleh warga, dia dimasukkan ke dalam rumah dan setiap malam selalu dikunci dari luar.

"Itu agar dia tidak keluar rumah karena tidak ada yang mengawasi," terang Suramto.

Warga sempat mengaliri rumah Sukiyah dengan listrik dari masjid.

Sukiyah di Dusun Karangombo, Desa Polobugo, Kecamatan Getasan, Kabupaten Semarang, Jawa Tengah, setelah rambutnya dipotong.
Sukiyah di Dusun Karangombo, Desa Polobugo, Kecamatan Getasan, Kabupaten Semarang, Jawa Tengah, setelah rambutnya dipotong. (Istimewa via Tribunnews.com)

Namun, lampu yang menyala dirusak Sukiyah hingga selalu dalam keadaan gelap.

Relawan Aksi Cepat Tanggap (ACT) Salatiga, Ardian, menemukan Sukiyah berdasarkan cerita sesama relawan pada Rabu (22/1/2020).

Saat kali pertama ditemui, kondisinya sangat mengenaskan.

"Dia hampir tidak pernah bicara dengan orang lain, tapi saya lakukan pendekatan dan ngomong pengin susu," jelasnya.

Dia memperkirakan Sukiyah berdiam di rumah sekitar 27 tahun. Saat itu, yang terlintas dalam benak Ardian adalah memotong rambut Sukiyah.

Selain rambutnya sudah mencapai dua meter, di rambut tersebut ada kotoran manusia dan anakan tikus.

"Dia mengajukan permintaan, nanti setelah dipotong, minta dikeramas dengan sampo warna hitam, dan diobatin," ungkapnya.

Sukiyah (Tribun Jambi/Istimewa)

Ardian mengatakan, kaki Sukiyah sudah lemah sehingga tak bisa digunakan untuk berjalan.

"Dia cuma duduk selonjor dan kalau berpindah tempat ndlosor karena tangannya juga lemah," terangnya.

Sukiyah memang melakukan semua aktivitasnya di dalam rumah.

Bahkan, dia buang air besar dan kecil di dalam rumah sehingga mengeluarkan bau menyengat.

Meski selalu berada di rumah, lanjutnya, Sukiyah mengetahui perkembangan di luar dusunnya.

Dari hasil komunikasi dengan Ardian, dia bercerita tentang berbagai daerah yang ada di Kota Salatiga.

Sementara Darkumi, tetangga Sukiyah, mengatakan, setiap hari tetangga mengantarkan makanan untuk Sukiyah.

"Sudah ada yang ngirim makan. Kalau pagi, siang, sore ada. Tapi ya cuma dikasih depan pintu, nanti dimakan langsung," jelasnya.

Dia mengingat, Sukiyah terakhir mandi sekitar setahun lalu. Saat itu ada enam orang dewasa yang memegangi karena dia terus berontak.

"Bahkan tangan saya sempat digigit. Setelah kejadian itu, tidak ada yang mau memandikan lagi," kata Darkumi.

Kisah Nenek Luspina 

Di tempat lain kisah serupa juga menimpa Nenek Luspina berusia 78 tahun warga Kelurahan Wolomarang, Kecamatan Alok Barat, Kabupaten Sikka, Flores, NTT.

Nenek Luspina sudah 6 tahun hidup sebatang kara di gubuk reyot 2x3 tanpa listrik di kompleks pekuburan.

Gubuknya itu berlantai tanah, berdinding pelupuh bambu, dan beratapkan seng. Dinding dan atap gubuk itu sudah rusak.

Langit-langi gubuk itu penuh sarang laba-laba.

Atap seng bagian dalam hitam pekat akibat asap saat masak menggunakan kayu api.

Foto : Nenek Luspina Sana (78), warga Kelurahan Wolomarang, Kecamatan Alok Barat, Kabupaten Sikka, Flores, NTT, saat diwawancara Kompas.com, Selasa (22/10/2019).
Foto : Nenek Luspina Sana (78), warga Kelurahan Wolomarang, Kecamatan Alok Barat, Kabupaten Sikka, Flores, NTT, saat diwawancara Kompas.com, Selasa (22/10/2019). (KOMPAS.COM/NANSIANUS TARIS)

Ditambah lagi asap lampu pelita sebagai sumber penerangan gubuk nenek Luspina.

Nenek Luspina hidup menyendiri sejak sang suami, Yosef Lawe, meninggal 6 tahun silam.

Suaminya bekerja menjaga dan membersihkan kuburan Islam di Kelurahan Wolomorang.

Nenek Luspina tidak bisa melanjutkan pekerjaan sang suami.

Akhirnya Nenek Luspina hidup melarat. Untuk dapat sesuap nasi saja susah.

“Saat ada suami dulu, kami kerja apa saja untuk bisa beli beras. Sekarang, hidup saya semakin sengsara. Untuk makan, saya ini susah sekali. Untuk makan saya terkadang tunggu belas kasih tetangga,” tutur nenek Luspina, kepada Kompas.com, Selasa (22/10/2019.

Ilustrasi Nenek
Ilustrasi Nenek (NET )

Agar bisa membeli beras, nenek Luspina menggantungkan hidupnya dari satu pohon mente yang tumbuh di depan gubuknya. Biji mente itu dijualnya, satu kilo sampai dua kilo.

“Belum lama ini saya ada jual mente danuang ada Rp 300.000. Tetapi, pas saya tidur siang, uang itu dicuri orang. Sekaran sudah tidak ada uang lagi. Mau beli beras sudah tidak bisa. Jadinya tunggu orang kasih baru bisa makan. Kalau tidak, ya saya tahan saja rasa lapar,” ungkap nenek Luspina, sembari menggosok air matanya.

Tidak hanya makan, untuk memperoleh air minum juga nenek Luspina sangatlah susah. Begitupula minyak tanah dan kayu api.

Letak rumah nenek Luspina masuk dalam wilayah Maumere, Ibu Kota Kabupaten Sikka. Jarak dari kantor pemerintahan sekitar 2 kilometer.

Sumber: Surya
Berita Terkait
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved