Akhirnya Jubir Presiden Ralat Pernyataan: Ahok BTP Tak Harus Mundur dari PDIP jika Pimpin BUMN
Akhirnya Jubir Presiden ralat pernyataan: Ahok BTP tak harus mundur dari PDIP jika Pimpin BUMN
Akhirnya Jubir Presiden ralat pernyataan: Ahok BTP tak harus mundur dari PDIP jika Pimpin BUMN
POS-KUPANG.COM | JAKARTA - Juru Bicara Presiden Fadjroel Rachman meralat pernyataannya soal kewajiban Basuki Tjahaja Purnama alias Ahok mundur dari PDI-P jika menjabat bos Badan Usaha Milik Negara ( BUMN).
Awalnya, Fadjroel yang juga Komisaris Utama PT Adhi Karya ini menyebut bahwa Ahok harus mundur dari kader PDI-P jika sudah menjabat pimpinan perusahaan plat merah.
• Posisi Persib Bandung Tidak Seimbang Robert Rene Alberts Rombak Pemain Maung Bandung
Namun, Fadjroel mengakui keliru. Menurut dia, Ahok tidak harus mundur karena statusnya hanya sebagai kader, bukan pengurus partai.
"Kader tidak masalah, sepanjang bukan pengurus parpol dan/atau calon legislatif dan/atau anggota legislatif," kata Fadjroel kepada wartawan, Senin (18/11/2019).
• Mau Tahu Apa Rahasia Penampilan Gemilang Persib di Putaran Kedua Liga 1 2019? Simak Infonya
Fadjroel mengacu pada Peraturan Menteri BUMN Nomor PER-02/MBU/02/2015. Fadjroel mengaku baru menyadari aturan tersebut tak mengharuskan kader parpol untuk mundur setelah berbicara dengan Menteri BUMN Erick Thohir.
"Kalau pengurus parpol menurut Permen BUMN harus mengundurkan diri, kader tidak masalah," ujarnya.
Presiden Jokowi sebelumnya membenarkan bahwa mantan Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama alias Ahok sedang menjalani proses untuk menjadi pemimpin di salah satu BUMN.
"Kita tahu kinerjanya Pak Ahok. Jadi, ini masih dalam proses seleksi," kata Jokowi di Istana Merdeka, Jakarta, Kamis (14/11/2019).
Jokowi menyebut Ahok bisa menjabat sebagai komisaris atau direksi di salah satu BUMN. Namun ia belum mau menyebut BUMN yang akan ditempati Ahok. (Kompas.com/Ihsanuddin)
Perjalanan Penuh Liku dan Terjal Ahok hingga Digadang jadi Bos BUMN, Kini Punya Kekayaan Rp 25,6 Miliar
POS KUPANG.COM -- Rencana pemerintah untuk memilih mantan Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama menjadi pimpinan BUMN langsung menuai pro dan kontra.
Posisi yang akan ditempati Basuki Tjahaja Purnama alias Ahok di perusahaan BUMN belum secara pasti diketahui.
Namun, santer disebut Ahok akan menjadi Direktur Utama (Dirut) satu perusahaan BUMN.
Kabar yang beredar, Ahok diminta Menteri BUMN, Erick Thohir untuk membantu sektor yang melibatkan hajat orang banyak.
Hal tersebut pun juga dibenarkan oleh Ahok.
Dikutip dari video pemberitaan Kompas TV yang diunggah di YouTube, Ahok mengungkapkan ada tiga BUMN yang sekiranya diproyeksikan akan dimasukinya.
Ketiga BUMN tersebut adalah Pertamina, PLN, dan Krakatau Steel.
• RAMALAN ZODIAK hari Senin 18 November 2019: Gemini Berani Lamar Kekasih, Aquarius Hari Menguntungkan
• Ditinggal Mati Istri Cantik, Aktor Tampan FTP ini Harus Merawat Dua Anak Mereka, Kini Sudah Move On
"Kemarin dia (Erick Thohir) ngomong yang paling besar dan yang paling rumit untuk kepentingan orang banyak adalah Pertamina dan PLN , ada Krakatau Steel juga."
"Tapi saya nggak tau, nanti tanya Pak Erick aja ya. Belum pasti juga kan, masih dipelajari," ucap Ahok seusai menghadiri acara di sekolah Ipeka Puri Indah, Jakarta Barat, Jumat (15/11/19).

Perjalanan Bisnis
Ahok lahir di Gantung, desa Laskar Pelangi, Belitung Timur, 29 Juni 1966.
Melansir Ahok.org, Ahok melanjutkan Sekolah Menengah Umum (SMU) dan perguruan tinggi di Jakarta dengan memilih Fakultas Teknologi Mineral jurusan Teknik Geologi Universitas Trisakti.
Setelah menamatkan pendidikannya dan mendapat gelar Sarjana Teknik Geologi (Insiyur geologi) pada tahun 1989, Ahok pulang kampung.
Kolase Ahok, Acong dan rumah keluarga Ahok di Belitung (Posbelitung/Suharli)
Ia menetap di Belitung dan mendirikan perusahaan CV Panda yang bergerak dibidang kontraktor pertambangan PT Timah.
Menggeluti dunia kontraktor selama dua tahun, Ahok menyadari betul hal ini tidak akan mampu mewujudkan visi pembangunan yang ia miliki.
Hal itu disebabkan untuk menjadi pengelolah mineral selain diperlukan modal (investor) juga dibutuhkan manajemen yang profesional.
Untuk itu Ahok memutuskan kuliah S-2 dan mengambil bidang manajemen keuangan di Sekolah Tinggi Manajemen Prasetiya Mulya Jakarta.
Mendapat gelar Master in Bussiness Administrasi (MBA) atau Magister Manajemen (MM) membawa Ahok diterima kerja di PT Simaxindo Primadaya di Jakarta, yaitu perusahaan yang bergerak dibidang kontraktor pembangunan pembangkit listrik sebagai staf direksi bidang analisa biaya dan keuangan proyek.

Karena ingin konsentrasi pekerjaan di Belitung, pada tahun 1995 Ahok memutuskan untuk berhenti bekerja dan pulang ke kampung halamannya.
Perlu diketahui, tahun 1992 Ahok mendirikan PT Nurindra Ekapersada sebagai persiapan membangun pabrik Gravel Pack Sand (GPS) pada tahun 1995.
Bagi Ahok, pabrik yang berlokasi di Dusun Burung Mandi, Desa mengkubang, Kecamatan Manggar, Belitung Timur ini diharapkan dapat menjadi proyek percontohan bagaimana mensejahterakan stakeholder (pemegang saham, karyawan, dan rakyat).
Selain itu, pabrik tersebut juga diharapkan dapat memberikan konstribusi bagi Pendapatan Asli Daerah Belitung Timur dengan memberdayakan sumber daya mineral yang terbatas.
Di sisi lain diyakini PT Nurindra Ekapersada memikili visi untuk menghasilkan sumber daya manusia yang tangguh.
Berangkat dari visi seperti itulah pada tahun 1994, Ahok didukung oleh seorang tokoh pejuang kemerdekaan Bapak alm Wasidewo untuk memulai pembangunan pabrik pengolahan pasir kwarsa pertama di Pulau Belitung dengan memamfaatkan teknologi Amerika dan Jerman.
Pembangunan pabrik ini diharapkan juga memberikan harapan besar menjadi cikal bakal tumbuhnya suatu kawasan industri dan pelabuhan samudra dengan nama KIAK (Kawasan Industri Air Kelik).
Perjalanan Politik
Ahok memiliki pengalaman politik di eksekutif dan legislatif.
Awalnya, ia mulai 'naik panggung' di politik pada tahun 2004.
Melansir Kompas.com, Ahok bergabung dengan Partai Perhimpunan Indonesia Baru (PIB) dan menjadi ketua DPC Partai PIB Belitung Timur pada 2004.
Bergabungnya Ahok ke dalam partai karena untuk maju dalam pemilihan anggota DPRD Belitung Timur periode 2004-2009.
Ahok pun terpilih dan menjadi anggota dewan di tanah kelahirannya.
Tak lama berselang ia maju mengikuti kontestasi pemilihan Bupati Belitung Timur pada tahun 2005.
Didampingi calon wakil bupati Khairul Effendi, Ahok memenangkan pemilihan resmi menjabat sebagai Bupati Belitung Timur untuk perioden 2005-2010.

Tak berselang lama juga, 2007 Ahok maju untuk mengikuti pemilihan Gubernur Bangka Belitung.
Namun Ahok kalah dari sang rival sehingga gagal menjadi Bangka Belitung 1.
Pada 2009, Ahok kembali muncul mewakili daerahnya kali ini di kancah nasional.
Ia terpilih sebagai anggota DPR RI 2009-2014 dari Fraksi Partai Golkar.
Ahok ditempatkan di Komisi II.
Menjabat selama tiga tahun, Ahok kemudian maju di pilkada DKI Jakarta dengan menjadi calon wakil gubernur mendampingi Joko Widodo.
Jokowi-Ahok memenangkan suara dan dilantik memimpin Ibu Kota untuk periode 2012-2017.
Jokowi dan Ahok (kompas.com)
Belum habis masa pemerintahan, Jokowi maju dalam pemilihan presiden pada tahun 2014.
Hal itu membuat Ahok naik menjadi Pelaksana Tugas Gubernur DKI selama beberapa waktu.
Hingga akhirnya ia dilantik menjadi Gubernur DKI Jakarta pada tahun yang sama dan menuntaskan tugasnya hingga akhir masa jabatan 2017.
Ahok kemudian maju sebagai calon Gubernur DKI Jakarta didampingi Djarot Saiful Hidayat.
Namun, pertarungan dimenangkan oleh Anies Baswedan dan Sandiaga Uno.
Ahok juga tersandung kasus hukum soal penistaan agama yang bisa jadi berpengaruh banyak pada rendahnya perolehan suaranya di Jakarta.
Harta Kekayaan
Dilansir situs Laporan Harta Kekayaan Penyelenggara Negara (LHKPN), elhkpn.kpk.go.id, Ahok tercatat memiliki harta kekayaan lebih dari Rp 25 miliar rupiah.
Laporan harta kekayaan terakhir di laporkan pada 21 September 2016 saat mencalonkan diri sebagai Gubernur DKI Jakarta periode 2017-2022.
Laporan tersebut merupakan perubahan dari laporan sebelumnya di tahun 2014.
LHKPN Basuki Tjahaja Purnama (elhkpn.go.id)
Ahok tercatat dalam bidang eksekutif Pemerintah Provinsi DKI Jakarta.
Dalam laporan tersebut, total harta yang dimiliki Ahok dari tanah dan bangunan mencapai Rp 16.791.268.000.
Tanah dan bangunan Ahok berjumlah 16 yang tersebar di Belitung Timur dan Jakarta Utara.
Ahok juga tercatat memiliki peternakan sapi yang bernilai Rp 270 juta.
Sementara itu, harta bergerak lain tercatat sebesar Rp 650 juta.
Surat berharga yang dimiliki Ahok berada di angka Rp 2,38 miliar.
Sementara giro dan setara kas Ahok di angka lebih dari lima miliar, yaitu Rp 5.178.465.375.
Tercatat, total kekayaan yang dimiliki Ahok Rp 25.655.887.496.
Ahok tercatat sering melaporkan harta kekayaannya.
Ia tercatat tujuh kali memberikan laporan.
Harta kekayaan Ahok pertama kali dilaporkan pada tanggal 10 April 2005.
(TRIBUNNEWS.COM/Wahyu Gilang Putranto) (Kompas.com/Luthfia Ayu Azanella)
Artikel ini telah tayang di Kompas.com dengan judul "Jubir Presiden Ralat Pernyataan: Ahok Tak Harus Mundur dari PDI-P jika Pimpin BUMN",