Uskup Ruteng
BREAKING NEWS Umat Keuskupan Ruteng Menantikan Pengumuman Uskup Baru Malam Ini
Syukur kepada Allah. Umat Keuskupan Ruteng Flores NTT, Rabu (13/11/2019) malam akan segera mendapatkan Uskup baru.
Penulis: Agustinus Sape | Editor: Agustinus Sape
Uskup Baru - Umat Keuskupan Ruteng Menantikan Pengumuman Uskup Baru Malam Ini
POS-KUPANG.COM - Syukur kepada Allah. Umat Keuskupan Ruteng Flores NTT, Rabu (13/11/2019) malam akan segera mendapatkan Uskup baru.
Hal itu diketahui dari pesan singkat yang disampaikan Vikjen Keuskupan Ruteng Romo Alfons Segar yang beredar di media sosial pagi ini.
"Undangan dr Rm Vikjek utk Vikep, Provinsial, para imam, biarawan/wati dan ketua DPP paroki kota di Ruteng.
Isi: mohon kehadiran kita semua dlm acara pengumuman uskup baru Keuskupan Ruteng pada hari ini, Rabu 13 November 2019
Tempat: Gereja Katedral, pkl 18.30
Pengumuman didahului ibadat sore bersama. Sangat diharapkan kehadiran kita semua. Atas kerja samax disampaikan ucapan terimakasih
Ruteng 13 Nov 2019
Ttd
RD Alfons Segar
Vikjen KR
Demikian pengumuman yang muncul di grup WhatsApp pagi ini.
Banyak yang tak sabar menunggu siapakah nama dan figur Uskup Ruteng yang baru itu, namun berbagai tidak ada yang bisa memberikan jawaban, sekadar menebak sekalipun. Tampaknya rahasia sekali. Kenapa?
Berdasarkan tradisi gereja Katolik, melansir Hidupkatolik.com, pemilihan seorang imam untuk menjadi Uskup tahapan proses. Saat sesudah ditahbiskanlah, seorang Uskup secara penuh menjalankan tugasnya sebagai Uskup di wilayahnya.
Pertama, pembacaan Surat Keputusan Paus atau Bulla Kepausan untuk Pengangkatan Uskup di wilayah tertentu mempunyai arti pemberitahuan tentang pengangkatan Bapa Suci atas seseorang untuk menjadi Uskup di wilayah tertentu.
Biasanya pembacaan Surat Keputusan Paus ini serentak dilakukan di Vatikan dan di wilayah keuskupan yang bersangkutan.
Pembacaan ini belum bisa dipandang sebagai pemberian status sebagai Uskup, tetapi hanya sebagai pengumuman resmi dari Hierarki Gereja.
Pengumuman ini merupakan jawaban yang mungkin sudah lama dinantikan umat keuskupan yang bersangkutan tentang siapa uskup baru yang terpilih.
Surat Keputusan Pengangkatan Uskup itu memberikan izin kepada yang bersangkutan untuk menerima Tahbisan Episkopat.
Kedua, Tahbisan Episkopat memberikan kepenuhan imamat beserta dengan kuasa suci (Lat: potestas sacra) dan karena itu memberikan status sebagai Uskup.
Seorang Uskup bisa menjadi Uskup Tituler, yaitu uskup yang tidak bertugas di suatu wilayah keuskupan, atau Uskup Diosesan, yaitu uskup yang diberi tugas untuk bekerja di suatu wilayah keuskupan.
Tahbisan Episkopat harus sudah diterima dalam jangka waktu tiga bulan sejak penerimaan surat apostolik dan itu sebelum menduduki jabatannya (KHK Kan 379).
Seorang Uskup tertahbis belum mempunyai wilayah, jika Bapa Suci belum memberikan pengangkatan.
Ketiga, seorang Uskup terpilih akan menjadi Uskup Diosesan melalui pengangkatan (Lat: determinatio) oleh Bapa Suci.
Hal ini dinyatakan dengan pembacaan Bulla Kepausan oleh Duta Besar Vatikan dan diikuti dengan pernyataan kesediaan untuk memelihara iman dan melaksanakan tugas.
Pengangkatan ini bisa dilakukan langsung sesudah upacara pentahbisan episkopat dalam perayaan Ekaristi yang sama.
Jika Uskup terpilih sudah menyandang status sebagai Uskup (koadjutor, tituler, dari wilayah keuskupan lain), maka pengangkatan ini bisa juga dilakukan dalam upacara pelantikan yang dirayakan dalam perayaan Ekaristi, tanpa upacara Sakramen Tahbisan.
Uskup terpilih tidak dapat melaksanakan jabatan di wilayah keuskupannya jika belum mengambil-alih secara kanonik keuskupannya (KHK Kan 382 #1).
Keempat, seorang Uskup Diosesan mengambilalih secara kanonik sebuah keuskupan (Lat: possessio canonica) sesudah dibacakan atau ditunjukkannya Surat Apostolik Pengangkatan kepada kolegium konsultor, dengan dihadiri kanselir kuria, kepada klerus dan umat yang hadir (KHK Kan 382 #3).
Sesudah itu, Uskup terpilih harus œmengucapkan pengakuan iman dan sumpah kesetiaan kepada Takhta Apostolik menurut rumus yang disahkan oleh Takhta Apostolik (KHK Kan 380).
Biasanya pengambil-alihan secara kanonik terjadi dalam sebuah tindakan liturgis di gereja (KHK Kan 382 # 4), atau bisa juga langsung dilakukan dalam Misa sesudah upacara Tahbisan Episkopat.
Tanda dari pengambil-alihan secara kanonik ialah bahwa Uskup baru menduduki Takhta Uskup. Kemudian kepada Uskup baru diberikan mitra dan tongkat gembala Uskup sebagai tanda bahwa ia sudah mengambil-alih keuskupan tersebut.
Tentang waktu pengambil-alihan secara kanonik, KHK Kan 382 # 2 mengatur: Kecuali terkena halangan legitim, orang yang terpilih untuk jabatan Uskup diosesan harus mengambil-alih secara kanonik keuskupannya dalam waktu empat bulan setelah menerima surat apostolik, bila ia belum ditahbiskan Uskup, tetapi jika ia sudah ditahbiskan, dalam waktu dua bulan setelah penerimaan surat itu.
Menggantikan Uskup Hubert Leteng
Uskup Ruteng yang baru ini diangkat Vatikan untuk menggantikan pendahulunya Mgr. Hubertus Leteng, Pr, yang telah mengundurkan diri pada 11 Oktober 2017.
Sejak saat itu pula Keuskupan Ruteng dipimpin oleh seorang Askup Administrator, Mgr. Silvester San, yang pada saat yang sama menjabat Uskup Denpasar.
Setelah sekian lama tidak diketahui jejaknya, kemudian diketahui ternyata Mgr. Hubertus Leteng, Pr telah dipindahtugaskan ke Keuskupan Bandung tanpa wilayah kekuasaan gerejawi.
Romo Siprianus Hormat, sekretaris eksekutif Konferensi Waligereja Indonesia (KWI), mengonfirmasi kepada ucanews.com pada 9 Desember 2018 perihal penugasan baru ini.
“Uskup Bandung yang menyertai semua proses selama ini diberi wewenang untuk memberikan beliau kesempatan melayani paroki dalam status penuh sebagai uskup, tapi tanpa tongkat,” kata Romo Sipri.
Dengan status tanpa tongkat berarti ia tidak memiliki wilayah kekuasaan gerejawi.
Ia menjelaskan, sejak pengunduran dirinya pada Oktober 2017, Uskup Bandung, Mgr Antonius Subianto Bunjamin OSC yang menyelidiki kasusnya telah didelegasikan oleh Vatikan untuk mengawasinya.
Uskup Leteng mengundurkan diri setelah 69 imam di Keuskupan Ruteng menyerahkan surat protes terhadapnya karena ia diduga secara diam-diam meminjam dana Rp 1,25 miliar dari KWI dan Rp 400 juta dari Keuskuapn Ruteng, tanpa memberikan laporan pertanggungjawaban.
Uskup Leteng mengklaim uang itu digunakan untuk membiayai pendidikan pemuda miskin yang studi pilot di Amerika Serikat, tetapi menolak memberikan penjelasan lebih rinci terkait pemuda itu.
Para imam menduga uang itu diberikan kepada seorang wanita yang mereka duga sebagai selingkuhannya. Tudingan perselingkuhan ini awalnya muncul pada tahun 2014, yang diungkap oleh salah seorang mantan pastor.
Uskup Leteng berkali-kali menolak tudingan terhadapnya dan menyebut bahwa itu merupakan fitnah.
Pada bulan Agustus, Vatikan menunjuk Uskup Subianto untuk menyelidiki kasus tersebut, yang berujung pada pengunduran diri Uskup Leteng.
Vatikan tidak memberikan alasan pengunduran dirinya. Namun, sejumlah imam yang ikut dalam pertemuan dengan delegasi Vatikan kala itu mengatakan, Uskup Leteng diminta untuk mengembalikan uang yang diambilnya dan memutuskan hubungan dengan wanita yang dituding sebagai selingkuhannya.
Pastor Kletus Hekong, dosen Hukum Gereja di Sekolah Tinggi Filsafat Katolik (STFK) Ledalero, Maumere mengatakan, penugasan kembali Uskup Leteng adalah wewenang Vatikan.
Ia juga mengatakan, pada dasarnya, ia tetaplah uskup, karena pengunduran dirinya hanya dari tugas pastoral Keuskupan Ruteng, bukan dari tugas sebagai uskup dan imam.
“Uskup Bandung tahu soal layak-tidaknya (untuk diberi tugas lagi),” katanya kepada ucanews.com.
Ia juga menambahkan, semua hukuman dalam Gereja bersifat medisinal, yang berarti hukuman dicabut jika ada pertobatan.
Pertobatan itu, tambahnya, tidak harus disampaikan lewat pernyataan.
“Dari seluruh sikap dan perilakunya dapat dibaca mengenai indikasi pertobatan itu. Bisa juga karena soal yang dituduhkan kepadanya ternyata lain. Hanya pimpinan Gereja yang berwenang yang bisa menilainya,” jelas Pastor Kletus.
Sementara itu, Pastor John Mansford Prior, dosen misiologi di STFK Ledalero mengkiritisi soal pola penanganan kasus ini, di mana tidak ada keterbukaan dari Vatikan untuk menjelaskan secara resmi apa saja masalah yang dilakukan Uskup Leteng dan bagaimana pola penanganannya hingga kemudian ia diberi tugas kembali.
Andai kemudian penugasan ini dianggap sebagai bagian dari upaya mengampuni apa yang sudah dilakukan Uskup Leteng, Pastor John mengingatkan bahwa dalam Gereja Katolik pengampunan terhadap kesalahan adalah fase terakhir, setelah fase pemeriksaan batin, mengaku dosa, menyatakan tidak akan mengulangi dosa itu lagi dan menerima absolusi.
“Boleh jadi Leteng sudah memeriksa batinnya, (tapi) dia belum mengaku kesalahannya,” katanya kepada ucanews.com.
“Kalau mau mengampuni Leteng, saya orang pertama yang siap (untuk itu), tapi saya mau ampun dosanya yang mana?” tambahnya.
Ia menjelaskan, kesalahan yang dilakukan Leteng itu adalah skandal di tengah umat, dan karena itu seharusnya gereja transparan untuk menjelaskannya.
Sementara itu, Rikard Rahmat, salah seorang awam Katolik yang terlibat dalam gerakan mendorong mundurnya Uskup Leteng menyebut penugasan kembali itu kesannya tergesa-gesa, kurang memperhitungkan sensus fidei atau perasaan iman umat, terutama umat Keuskupan Ruteng.”
“Ini juga preseden kurang bagus bagi Gereja Indonesia, seakan-akan skandal semacam itu bukan sebagai sesuatu yang serius, tetapi pelanggaran yang ringan-ringan saja,” katanya.
Jashinta Hamboer, tokoh awam perempuan yang pernah menulis surat terbuka menuntut Uskup Leteng untuk mundur mengatakan, baginya, masalah yang dituduhkan ke Uskup Leteng adalah skandal yang sangat serius.
“Karena itu, ketika mendengar kabar penugasannya ini, saya kaget dan bertanya-tanya, jangan-jangan masalah seperti yang dia lakukan itu sudah dianggap sebagai hal biasa dalam Gereja,” katanya.
Ia juga mengatakan, pola penanganan kasus yang tidak transparan dan tegas bisa melemahkan posisi gereja dalam upaya untuk melawan praktik korupsi dan mendorong akuntabilitas serta transparansi.
“Hal demikian akan kehilangan nilainya, ketika di dalam gereja sendiri pun masalah seperti ini tidak dianggap sebagai masalah serius,” kata Jashinta.
Ia menambahkan, meski demikian, ia memilih untuk menghargai keputusan Vatikan ini dan berharap, masalah yang terjadi di Keuskupan Ruteng tidak kemudian pindah ke Keuskupan Bandung.
Sementara itu, Uskup Bandung tidak merespons permintaan ucanews.com untuk memberi penjelasan terkait hal ini.
Tanggapan Netizen
Sejak ucanews melansir berita ini, sejumlah warganet memberikan tanggapan beragam.
Jenny Marisa: Jika nama seorang pejabat gereja setinggi uskup sdh dikaitkan pada suatu skandal (apapun) menurut hemat saya jangan diwariskan ke keuskupan lain. Penanganan ya menurut peraturan yg ada saja dlm gereja.. Selayaknya dan paling pantas adalah beliau mengundurkan diri dari penggembalaan umat dan pensiun saja tanpa kedudukan apapun di tempat asalnya di wisma imam jompo Jangan dihadiahkan ke paroki manapun..
Dedi Suardi: ”Tradisi” Lama Institusi Gereja. Seberat apapun skandal para Selibater/Imam…Cuma satu solusi… dimutasi ke Tempat lain…. Ternyata “Institusi” Gereja sangat pandai “Mafia”. Menyembunyikan skandal dengan cara-cara yang licik….Kalau sudah begini realitasnya….Apa bedanya dengan Institusi yang lain….????
Fransiskus Mami: Saya adalah seorang awam dari keuskupan Ruteng yg juga sangat menyesal dgn skandal yg menimpa uskup Hubertus pada beberapa bulan lalu yg berujung dgn pengunduran diri dari uskup Huber. Dalam benak kmi yg awam kiranya pengunduran diri kemarin tu total bhwa dia keluar dari uskup (pensiun/emeretus) tpi ternyata sekarang Vatikan kembali memberi dia tugas sebagai uskup di Bandung tanpa tongkat saja. Yah Vatikan lebih berkuasa dalam hal penugasan baru.
Saya sebagai awam yah ikuti saja barangkali itu yg terbaik buat uskup Huber juga buat umat. Dengan satu harapan kalau skandal yg dituduhkan kemarin itu benar adanya maka uskup Huber sendiri yg tau tentunya dia bertobat dan tidak mengiulanginya lagi.
Saya cuma berharap dan berdoa agar peristiwa seperti ini jangan terjadi lagi di kalangan para uskup maupun para imam.
Semoga kehadiran uskup baru untuk Keuskupan Ruteng bisa memenuhi harapan umat dan mampu menjadi gembala yang baik umatnya. (Agus Sape/berbagai sumber)