Renungan Harian Kristen Protestan
Renungan Harian Kristen Sabtu 9 November 2019 'Membangun Desa, Ini Dasar Teologisnya''
Renungan Harian Kristen Sabtu 9 November 2019 'Membangun Desa, Ini Dasar Teologisnya''
Renungan Harian Kristen Protestan
Sabtu 9 November 2019
Oleh Pdt. Dr. Mesakh A.P. Dethan, MTh, MA
''Membangun Desa, Ini Dasar Teologisnya''
Pencanangan dana desa yang digalakan pemerintah bukan hanya sekedar keputusan politik yang baik, tetapi juga keputusan moral bahwa pembangunan juga harus dipicu di desa-desa dan di kampung-kampung.
Oleh karena ia merupakan keputusan moral, maka harus dikawal agar dana desa itu benar-benar digunakan untuk membawa manfaat bagi masyarakat dan bukan bagi kepentingan pihak-pihak tertentu saja.
Disinilah peran serta masyarakat termasuk gereja sebagai lembaga keagamaan dan kekuatan sosial masyarakat diperlukan.
Alkitab sendiri memberi perhatian kepada desa atau kampung sebagai bagian penting dari dari pelayanan gereja. Membangun desa atau kampung merupakan bagian dari karya Roh Kudus.
Murid-murid di awal pelayanan mereka justru dimulai dari kampung atau desa, dan bukan dari kota besar.
Yesus juga di awal pelayanannya dan pemanggilan para muridnya juga dimulai dari kampung Galilea dan bukan kota besar Yerusalem.
Roh Kudus bekerja dari desa, dan itu dimulai dari Yesus dan kemudian di lanjutkan oleh para murid-Nya. Menarik kalau kita lihat lebih dalam tentang tema Roh Kudus ini.
Tema Roh Kudus adalah tema sentral dalam Injil Lukas.
Tak dapat diragukan lagi bahwa si penulis Injil Lukas adalah orang yang sama-sama dari penulis Kisah Para Rasul, dimana dalam Kisah Para Rasul juga tema Roh Kudus mendapat tempat yang utama.
Para pakar PB menyebut Injil Lukas dan Kisah Rasul merupakan karya besar yang dipersembahkan si penulis Lukas bagi umat Tuhan sejak awal berdiri gereja hingga kini.
Melihat kesatuan baik dari segi isi maupun tema dari Injil Lukas dan Kisah Para Rasul, maka para pakar PB sepakat keduanya berasal dari penulis yang sama yaitu yang dikenal dengan Lukas, sehingga keduanya sering disebut sebagai “Das Lukanische Doppelwerk” (lihat Udo Schnelle, Einleitung in das Neue Testament, hlm. 288).
Penekanan akan pentingnya peranan Roh Kudus disini tergambar secara luas baik dalam Injil Lukas maupun Kisah Para Rasul.
Ada kesamaan yang luar biasa dari Injil Lukas maupun kisah Rasul, dimana menekankan peranan Roh Kudus yang sangat penting baik dalam diri Yesus maupun para murid.
Sehingga kalau dalam Injil Lukas peranan Roh Kudus nampak dalam diri Yesus, maka dalam Kisah Para Rasul peranan Roh Kudus nampak dalam diri para murid atau para rasul.
Roh Kudus berperan dalam pelayanan Yesus, hal itu telah nampak sejak Yesus memulai pelayanannya (Lukas 4:18, 19; 5:8 dyb).
Demikian pula Roh Kudus berperan dalam masa-masa awal pelayanan murid-murid setelah peristiwa pencurahan Roh Kudus (Kis 2:1-4).
Menarik bahwa kuasa yang dimiliki Kristus oleh Lukas adalah kuasa karena Roh Tuhan atau Roh Allah sendiri yang menyertaiNya dan kuasa yang sama kemudian dialihkan kepada para murid.
Dimana istilah kuasa dalam bahasa Yunani yang dipakai disini adalah dunamis.
Dunamis (bahasa Yunani artinya "Kuasa"), bukanlah sekadar kekuatan atau kemampuan; lebih dari pada itu istilah ini khusus menunjuk kepada kuasa yang bekerja, yang bertindak. Lukas dalam “des lukanischen Doppelwerkes” nya (dalam tulisannya yang pertama Injil Lukas dan dalam Kisah Para Rasul) menekankan bahwa kuasa Roh Kudus termasuk kekuasaan untuk mengusir roh-roh jahat dan urapan untuk menyembuhkan orang sakit sebagai kedua tanda penting yang menyertai pemberitaan Kerajaan Allah (Lihat misalnya. Lukas 4:14,18,36; 5:17; 6:19; 9:1-2; Kisah Para Rasul 6:8; 8:4-8,12-13; 10:38; 14:3; 19:8-12).
Kuasa atau Roh Kudus diberikan untuk bersaksi. Dan bersaksi dalam banyak bentuk, baik dalam kata-kata maupun perbuatan. Bersaksi tidak harus dalam bentuk khotbah. Bersaksi tidak harus menangkan Jiwa.
Bersaksi tidak harus teriak-teriak atau malah memaki-maki, mencela dan menuding orang. Bersaksi juga tidak harus pamer kehebatan, kesombongan dan kebesaran diri. Bersaksi tidak harus unjuk kepintaran.
Bersaksi lebih menunjuk kepada kebesaran Tuhan Allah sendiri.
Bersaksi bisa dalam kata-kata dan perbuatan kita yang nyata dalam melaksanakan amanat Agung Yesus dalam Matius 28:19-20. Orang percaya memiliki tanggungjawab untuk menyasikan kebaikan dan kebenaran Tuhan.
Orang bisa saja bertobat karena kesaksian kita, namun itu bukan usaha kita tetapi karya Roh Kudus melalui kita.
Ketika kita menyangka bahwa pertobatan orang lain adalah karena kita, maka kita sesunguhnya mendukakan Roh Kudus, karena kita telah menyangkali kuasanya (dunamisnya) yang sedang bekerja dalam diri kita. Oleh karena itu bersaksi adalah gaya hidup kita, bukan beban yang memberatkan kita. Bersaksi bukan untuk mendapatkan keuntungan material dan ketenaran diri.
Sebab kuasa Roh Kudus yang bekerja dalam diri membebaskan kita, memberikan semangat kepada kita. Bahkan ketika kita merasa tak mampu ia justru menolong kita hingga kedatangan kembalinya Yesus.
Menarik bahwa dalam teks Lukas 4:16-30 ada penekanan bahwa melalui tuntunan Roh Kudus Yesus memulai pelayananNya dari kampung kecil Nazaret di wilayah Galilea dan bukan dari kota besar di Yerusalem.
“Ia datang ke Nazaret tempat Ia dibesarkan, dan menurut kebiasaan-Nya pada hari Sabat Ia masuk ke rumah ibadat, lalu berdiri hendak membaca dari Alkitab”. (Lukas 4:16).
Penekanan pada kampung atau desa dan bukan kota atau perkotaan merupakan sikap kerendahan hati Kristus. Bahkan hal ini sudah tergambar sejak kelahirannya, dimana ia dilahirkan dari tempat yang paling udik di Israel dan bahkan dalam sebuah kandang (Lukas 2:4-7). Puncak dari perendahan diri Kristus adalah kematiannya di salib (Lukas 23:33-49; bandingkan Filipi 2:6-8).
Kerendahan hati Kristus oleh penulis Lukas hanya mungkin terjadi karena ia dalam kontrol Roh Tuhan, dan ini sudah ditegaskan sebelumnya dalam Lukas 4:14 “Dalam kuasa Roh kembalilah Yesus ke Galilea.
Dan tersiarlah kabar tentang Dia di seluruh daerah itu”.
Memberi diri untuk selalu di kontrol oleh Roh kudus harus menjadi tekat setiap anak-anak Tuhan. Karena hanya itu yang mampu membuat kita menepis godaan-godaan dunia yang makin hari makin canggih berbagai-bagai bentuk kejahatan.
Ungkapan “dalam kuasa Roh Kudus” diterjemahkan dari ungkapan aslinya evn th/| duna,mei tou/ pneu,matoj oleh beberapa terjemahan terlihat ada berbagai variasi yang menarik. Versi Einheitsuebersetzung (1980) Jerman: erfüllt von der Kraft des Geistes (dipenuhi dengan kuasa Roh), English Standard Version (2001): full of the Holy Spirit (penuh dengan Roh Kudus, atau dalam versi Amplified Bible (2015) full of [and in perfect communication with) the Holy Spirit (penuh dengan [dan dalam komunikasi yang sempurna dengan] Roh Kudus), E.J. Tinsley: armed with the power of the Spirit (dipersenjatai dengan kuasa Roh) (lihat E.J. Tinsley, The Gospel According to Luke, Cambrige At The University Press, 1965, halm., 51).
Ungkapan ini dalam berbagai variasinya mau menunjukkan bahwa kuasa Yesus adalah berasal dari Allah Bapa pencipta, yang diperolehnya dari sikap kerendahan hatinya untuk dibaptis oleh Yohanes Pembaptis (Lukas 3:21-22 “Ketika seluruh orang banyak itu telah dibaptis dan ketika Yesus juga dibaptis dan sedang berdoa, terbukalah langit dan turunlah Roh Kudus dalam rupa burung merpati ke atas-Nya. Dan terdengarlah suara dari langit: "Engkaulah Anak-Ku yang Kukasihi, kepada-Mulah Aku berkenan."
Sebetulnya Yohanes Pembaptis menolak untuk membaptis Yesus karena merasa itu tak pantas, karena pembaptisan adalah penyucian dari dosa-dosa, sementara Yohanes tahu bahwa Ia adalah anak Allah yang maha tinggi. Tetapi Yesus mengatakan biarlah hal itu terjadi karena itu adalah kehendak Allah sendiri (Bandingkan Matius 3:13-15). 13 Maka datanglah Yesus dari Galilea ke Yordan kepada Yohanes untuk dibaptis olehnya. 14 Tetapi Yohanes mencegah Dia, katanya: "Akulah yang perlu dibaptis oleh-Mu, dan Engkau yang datang kepadaku?" 15 Lalu Yesus menjawab, kata-Nya kepadanya: "Biarlah hal itu terjadi, karena demikianlah sepatutnya kita menggenapkan seluruh kehendak Allah." Dan Yohanespun menuruti-Nya.
Rasul Paulus melihat peristiwa kerendahan hati dan ketaatan Kristus ini dalam suatu perbandingan antara Adam sebagai manusia pertama dan Kristus sebagai Adam kedua, yakni pada ketidaktaatan Adam dan ketaatan Kristus kepada Kehendak Allah.
Melalui ketidaktaatan Adam semua orang berada dalam penghukuman Allah, namun melalui ketaatan Yesus semua orang dibenarkan dan diberi kesempatan hidup dalam anugerah Allah (Roma 5:12-19).
Sikap penekanan pada kampung dan bukan kota besar juga diajarkan Yesus setelah kebangkitanNya kepada para muridNya. Galilea, bukan Yerusalem, kampung bukan kota besar (bandingkan Matius 28:7-10; Markus 16:7). Titik tolak dari awal pelayanan para murid hendaknya dimulai dari kampung Galilea dan bukan kota besar Yerusalem.
Yerusalem sebagai tempat para nabi dibunuh Yerusalem juga sebagai tempat pengadilan Yesus yang berujung kepada hukuman mati dalam bentuk penyalibannya.
Orientasi desa, dan bukan kota: oleh karena pedesaan masih menawarkan kesejukan, kepolosan dan kenyamanan, sebaliknya kota besar menawarkan segala kerumitan dan polusi agama, budaya dan sosial.
Memang di desa banyak keterbatasan dikota banyak fasilitas termasuk fasilitas untuk buat jahat, tetapi Yesus menyuruh para murid memulai awal yang baru dari desa.
Di desa ada banyak pohon, tapi di kota ada banyak tempat judi, tempat minum mabok, tempat Pitrad, SPA plus plus dan lain-lain.
Tugas kita semua dan juga termasuk tugas gereja dan pemerintah adalah bagaimana mendidik dan mendorong orang-orang muda untuk membangun kampungnya dari pada lari ke kota yang belum tentu membawa kebaikan bagi mereka.
Penciptaan lapnagan kerja di desa dan pemberian modal yang disertai dengan pelatihan dan pendampingan yang baik bagi mereka akan menolong mereka mencintai kampung halaman mereka.
Jadi marilah bangun desa kita, kalau bukan sekarang kapan lagi dan kalau bukan kita siapa lagi. (*)