BMKG Gelar SLI Tahun 2019, Begini Literasi Iklimnya
sentra pangan Indonesia sebagai bentuk pendekatan literasi iklim guna mengurangi risiko iklim ektrim
Penulis: Oby Lewanmeru | Editor: Rosalina Woso
BMKG Gelar SLI Tahun 2019, Bentuk Literasi Iklim
POS-KUPANG.COM|KUPANG-- Sekolah Lapang Iklim (SLI) digelar sebagai bentuk pendekatan literasi iklim, yang bertujuan mengurangi risiko iklim ekstrim. Literasi itu berupa pelatihan dalam bentuk konsep dan praktek yang bertujuan untuk meningkatkan pemahaman dan keaksaraan petani tentang informasi iklim.
Hal ini disampaikan Kepala Pusat Pendidikan dan Pelatihan BMKG, Drs. Maman Sudarisman,DEA pada acara SLI tentang Sosialisasi Agroklimatologi II Provinsi NTT tahun anggaran 2019.
Kegiatan ini berlangsung di Hotel Neo by Aston, Selasa (29/10/2019).
Acara ini dihadiri PPL,Pemda dan undangan lainnya.
Menurut Maman, BMKG sejak tahun 2011 telah menyelenggarakan kegiatan SLI secara bertahap di provinsi sentra pangan Indonesia sebagai bentuk pendekatan literasi iklim guna mengurangi risiko iklim ektrim.
"Literasi itu berupa pelatihan dalam bentuk konsep dan praktek-praktek yang bertujuan untuk meningkatkan pemahaman dan keaksaraan petani tentang isi informasi iklim dan pemanfaatannya di bidang pertanian," kata Maman.
Dia menjelaskan, hingga tahun 2018, secara nasional SLI telah menjangkau lebih dari 9000 peserta dari penyuluh pertanian,pemerintah daerah, Babinsa dan petani di 33 provinsi.
Dirincikan ada tiga tahap SLI, yakni tahap 1, dengan target peserta pemda ,Babinsa dan Dinas Pertanian, tahap 2, dengan target peserta adalah PPL,yang mana PPL menjadi jembatan informasi BMKG untuk menterjemahkan bahasa iklim kepada petani dalam bahasa yang lebih mudah sehingga mudah dipahami.
Sedangkan SLI tahap 3, dengan target pesertanya adalah para PPL yang sudah terdidik dalam SLI tahap 2, akan mengikuti tahap selanjutnya ,yakni tahap 3 bersama para petani turun langsung ke lapang untuk mempraktekan langsung informaai cuaca /iklim di lapangan.
Lebih lanjut dikatakan, SLI tahap 3 ini pelaksanaannya selama 10 bulan (12 kali pertemuan). Pertemuan dilakukan setiap 10 hari (dasarian) untuk memaparkan materi,diskusi dan pemaparan hasil temuan pengamatan agroekosistem di lahan,misalnya pengukuran suhu, curah hujan dan hama penyakit.
"Kadang ada istilah yang sulit dipetani sehingga kami lakukan SLI,sehingga petani ,terutama PPL juga mengetahui istilah-istilah yang dikeluarkan oleh BMKG. Peserta SLI juga bisa menyampaikan ilmu kepada petani agar petani ikut paham," katanya.
Dikatakan, melalui SLI, BMKG telah menjadi contoh sukses pelaksanaan program literasi iklim di negara kawasan Asia Pasifik terhitung sejak tahun 2015.
"Pada bulan Mei 2018, BMKG diminta Pemerintah Pakistan untuk berbagi pengalaman tentang SLI dibawah naungan kegiatan Unesco. Bahkan, Pemerintah Timor Leste didanai oleh Global Climate Change Adaption for Timor Leste (GCCA-TL) sudah intensif mendapat pengalaman SLI dari BMKG sejak empat tahun terakhir," ujarnya.
Dia mengakui, belum lama ini BMKG juga dipercaya untuk memberikan pelatihan bagi para trainer dari negara-negara anggota Colombo Plan di Kawasan Asia Pasifik.
Dia mengharapkan SLI di NTT tidak saja dapat meningkatkan pemahaman tentang iklim tetapi jauh lebih lagi dapat meningkatkan produktivitas pertanian menuju swasembada pangan nasional.