48 Tahun Terkatung-katung, Polemik Batas Lotas Malaka-Lotas TTS Berakhir
keputusan tersebut tertuang dalam kesepakatan yang ditandatangani oleh perwakilan Pemkab TTS oleh Sekda TTS dan Pemkab Malaka diwakili Asisten 1 Sekd
Penulis: Edy Hayong | Editor: Rosalina Woso
48 Tahun Terkatung-katung, Polemik Batas Lotas Malaka-Lotas TTS Berakhir
POS-KUPANG.COM I KUPANG--Polemik soal batas wilayah antara Lotas Malaka dan Lotas Timor Tengah Selatan (TTS) sepanjang 48 tahun sejak 14 Juli 1971, menemui titik penyelesaiannya.
Dualisme pandangan kedua pemkab (Malaka sebelumnya masih bergabung dengan Belu, RED) dan TTS pada Rabu ( 23/10/ 2019) tercapai kesepakatan untuk saling mengakui keberadaan masing masing desa di perbatasan kedua kabupaten bertetangga ini.
Kepala Badan Pengelola Perbatasan Provinsi NTT, Linus Lusi, menyampaikan hal ini ketika menghubungi POS KUPANG.COM, Sabtu (26/10/2019).
Linus Lusi menjelaskan, keputusan tersebut tertuang dalam kesepakatan yang ditandatangani oleh perwakilan Pemkab TTS oleh Sekda TTS dan Pemkab Malaka diwakili Asisten 1 Sekda Malaka.
Dalam rapat penyelesaian perselisihan batas antar kedua kabupaten ini, demikian Linus, dirinya yang memimpin langsung di ruang kerja Asisten 1 Pemerintahan Setda Provinsi NTT.
Atas arahan Gubernur NTT, Viktor Bungtilu Laiskodat (VBL), sesuai kewenangan untuk menyelesaikan persoalan perbatasan, rapat tersebut tidak lebih setengah jam untuk diambil keputusan.
Dalam pengantarnya dikatakan bahwa tugas kedua pemkab serta provinsi adalah memberi kepastian layanan adminitrasi publik dan intervensi program dan kegiatan yang paripurna kepada warga terhadap kedua kabupaten.bKarena itu batas administrasi mutlak diperjelas dan dimiliki oleh kedua kabupaten.
Sekda TTS dalam pandangan mengatakan sejak tahun 1971 disaat dirinya menjadi sekcam selama 4 tahun, persoalan perbatasan tidak pernah tuntas diselesaikan. Padahal kedua warga di perbatasan Lotas memilki kesamaam budaya. Mereka saling kawin mawin dan ikutan memberi tanah sebagai ikatan budaya antar perkawinam tersebut.
"Agak sulit dipisahkan. Karena itu saya sarankan Pemprov NTT perlu ada keberanian moral untuk menuntaskan dan menentukan titik koordinat di daerah tersebut.prinsipnya kita menyudahi sengketa yang telah berlangsung 48 tahun sejak 1971," ujar Linus Lusi mengutip pernyataan Sekda TTS.
Sementara Pemkab Malaka diwakili Asisten 1 Zakarias Nahak, kata Linus Lusi, sependapat untuk mengakhiri persoalan tersebut. Dirinya mempercayakan ke pemerintah provinsi dibawah Gubernur VBL dapat memutuskan dan menyelesaikan persoalan tersebut.
Setelah mendengar masukan kedua pemkab, Linus Lusi yang sebelumnya melaporkan ke Gubernur VBL memberi pandangan sikap Pemprov NTT.
Sikap Pemprov NTT adalah, tidak mau menggantung masalah perbatasan berlarut-larut dan tidak memihak siapapun. Tetap merujuk pada regulasi dan kondisi kekiniaan yang dialami oleh kedua pemkab masing masing.
Di sisi lain secara genelogis budaya Desa Muke, Lotas Malaka, Naisu di Kecamatan Rinhat, Kabupaten Malaka dan warga desa Benahe, Lotas TTS, Obaki dan Sabnale di TTS merupakan satu kesatuan. Kondisi lapangan desa-desa tersebut saling beririsan, akibatnya sulit menarik garis batas.
"Karena itu pada rapat itu langsung diputuskan. desa-desa yang ada tetap menjadi bagian dari kabupaten masing-masing.Dan menyerahkan ke pemprov untuk menentukan titik kordinat tanpa menggabungkan desa ke salah satu kabupaten. Teknis lapangan dibahas bersama kedua bupati dan Pemprov NTT bersama kementrian dalam negeri di Jakarta tanggal 29 Oktober 2019 mendatang," kata Linus Lusi.