Harga Beras dan Gula Pasir di Kota Kupang Mulai Naik

Harga pasar dan gula pasir di pasar tradisional Kota Kupang mulai naik. Harga gula pasir diatas Harga eceran tertinggi (HET)

Penulis: Yeni Rachmawati | Editor: Hermina Pello
POS KUPANG/YENI RACHMAWATI
Beras yang tersedia di Kios Anisa, Rabu (25/9/2019). 

POS-KUPANG.COM |KUPANG - Harga sembako terutama beras akhir-akhir ini mulai merangkak naik. Rata-rata hampir semua beras mengalami kenaikan. Selain itu juga harga gula pasir juga naik

Hal ini disampaikan pemilik Kios Haskah, Haskah saat ditemui di Pasar Tradisional Oeba, Rabu (25/9/2019).

Haskah hanya menjual beras dengan merek Nona Kupang dan Sulawesi dengan beberapa varian. Beras Sulawesi naik dari harga Rp 9.500 sampai Rp 10.000 per kilogram.

Menurutnya, harga beras ini baru saja mengalami kenaikan harga. Begitu juga dengan harga gula pasir yang juga mengalami kenaikan.

Biasanya gula pasir dijual Rp 13.000 per kilogram, saat ini mulai dijual Rp 14.000 per kilogram.

"Karena harga gula pasir naik dari Rp 550.000 per 50 kilogran menjadi Rp 590.000 per kilogram," ujarnya.

Hal serupa disampaikan Hamdan ketika ditemui di Kios Anisa.

Kadis Koperasi UMKM Bali Puji Kopdit Swasti Sari

Ahmad Dhani Dikabarkan Gugat Cerai Mulan Jameela Setelah Jadi Anggota DPR dari Gerindra

Menurut Hamdan ada beberapa jenis beras yang mengalami kenaikan seperti beras Ina Bo'i 40 kilogram awalnya seharga Rp 410.000 naik Rp 10.000 menjadi Rp 420.000. Begitu juga dengan beras popeye dari Rp 410.000 menjadi Rp 420.000.

"Kalau gula saya belum tahu naik atau tidak, karena belum order," ujarnya.

Bulog Lepas KPSH

Bulog Divre NTT melakukan pelepasan tim penjualan Ketersediaan Pasokan Stabilisasi Harga (KPSH). Pelepasan ini dilakukan secara serentak di seluruh Indonesia untuk menjaga harga beras yang sudah mulai merangkak naik.

Pelepasan berlangsung di halaman Kantor Bulog Divre NTT, Selasa (24/9/2019).

"Kami melakukan penjualan KSPH beras medium di seluruh kabupaten/kota di NTT," kata Kepala Divisi Regional Bulog NTT, Eko Pranoto ketika menggelar Jumpa Pers di ruang kerjanya, Selasa (24/9/2019).
Penjualan KSPH beras medium dilakukan di pasar-pasar, pemukiman masyarakat dan di rumah-rumah ibadah. Sampai hari ini penjualan sudah mencapai 113 ton untuk provinsi NTT. KSPH ini akan dilakukan secara masif dengan kantor cabang dibawah Divre Bulog NTT.

Ia mengatakan Bansos Rastra tidak dilakukan lagi, karena sudah tidak ditugaskan dari Pemerintah.
Bansos Rastra sudah berakhir 31 Agustus 2019. Diakuinya hal ini berarti terjadi penumpukan beras Bulog yang sangat banyak di gudang-gudang di Provinsi NTT.

"Saat ini stok beras kami mencapai 43 ribu ton. Kami harus memelihara beras yang cukup banyak, kalau tidak mendapatkan penjualan maka akan mengalami kerugian. Stok ini masih tersedia untuk lima bukan ke depan dan kemungkinan dengan banyaknya stok beras tidak akan terjadi gejolak kenaikan harga," ujarnya.

Dalam perencanaan bansos Rastra akan disalurkan hingga Oktober, tapi mendadak dihentikan pada Agustus 2019.

"Oleh karena itu kami diperintahkan untuk melakukan penjualan KSPH secara masif di seluruh provinsi Indonesia," ujarnya.

Lanjutnya, adapun Bansos Rastra sudah diubah menjadi program Bantuan Pangan Non Tunai (BPNT), yang pedoman umumnya diserahkan pada mekanisme pasar. Artinya swasta pun bisa terlibat, tetapi dalam kenyataannya harga tidak beraturan karena tidak diatur.

Oleh karena itu Bulog diperlukan untuk menstabilisasikan harga.

"Karena ada surat edaran dari Dinas Sosial bahwa Bulog menjadi penyedia BPNT, tetapi dalam perjalanannya, kita belum maksimal 100 persen untuk melayani BPNT. Kita baru realisasi 271 ton dari target 362 ton di September, karena target Bulog 700 ribu ton seluruh Indonesia. Kami meminta sinergi dengan Dinas Sosial dan BRI bersama dengan Bulog agar beras Bulog bisa dijual di pasaran. Kalau tidak diikutsertakan, Bulog merugi, karena Bulog hidupnya dari bunga kredit komersil tapi tidak didukung oleh pendanaan dari pemerintah, yang harus dibayar Rp 14 miliar per hari" tuturnya.

Meskipun demikian Bulog tetap melakukan penyerapan beras lokal karena pengadaan dan penyaluran dilakukan oleh Bulog tapi pada kenyataannya sudah tidak lagi menyalurkan. Hal ini berarti beras Bulog menumpuk.

Penyerapan beras 2674 ton dari target 6246 ton baru 42 persen, tapi terus menggencar pengadaan Flores di Lembor. "Teman-teman tani sudah mendapatkan penyuluhan untuk menghasilkan beras premium," ujarnya.

Beras-beras lokal diserap petani dari Lembor, Bajawa, Ruteng, Rote, Belu, Malaka, TTS dan Kupang.
Ia optimisi penyerapan beras lokal akan mencapai target karena sementara masih berjalan.
Dikatakannya harga beras medium dijual Rp 9.500 dengan HET Rp 9.950 dan beras premium HET Rp 13.300 tapi dijual Rp 9.600.

Selain beras, Bulog juga tengah untuk menyediakan komoditas gula. Karena produksi di gula di Pulau Jawa berkurang, sehingga harga gula pasir naik.

Harga gula pasir Rp 13.000 per kilogram, Bulog menjual dengan harga Rp 12.500 per kilogram. Gula diserap dari anak perusahaan Bulog Pabrik Gula GMM, dengan stok yang tersedia 100 ton. Bulog akan mengorder gula lagi 300 ton.

Tak hanya beras, kata Eko, juga menyerap bawang merah dari petani lokal dari Semau, Sabu dan Kupang. Saat ini tersedia 200 kilogram dengan total penyerapan sudah mencapai 600 ton. (Laporan Reporter POS-KUPANG.COM, Yeni Rachmawati)

Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved