Renungan Harian Kristen Protestan Sabtu 21 September 2019, 'Mati Rasa'
Renungan Harian Kristen Protestan Sabtu 21 September 2019, 'Mati Rasa'
EFESUS 4:17-32
(MATI RASA)
Oleh
Vik. Jolly Erasmus Mboro, M.Th
--
Bagaimana jika kita kebal terhadap rasa sakit?
Tertimpa batu, terbakar, terpotong pisau dan sebagainya? Menarik bukan? Kita seperti manusia super yang tahan terhadap segala luka yang kita alami.
Baru-baru ini saya membaca sebuah artikel yang sangat menarik.
Artikel itu mengisahkan tentang kehidupan beberapa orang di dunia ini yang tidak dapat merasakan sakit sekalipun mereka mengalami hal yang mengerikan, seperti terpotong, terbakar, tertimpa batu dan lain sebagainya. Keadaan mereka dikategorikan sebagai orang-orang yang menderita CIPA: congenital insensitivity to pain with anhidrosis (ketidakpekaan sejak lahir terhadap rasa sakit yang dialami). Kondisi dimana seseorang kehilangan saraf sensori dan pengatur respon tubuh terhadap rasa sakti.
Salah satu penderitax bernama GG (inisial), berasal dari USA.
Gadis ini pernah menaruh tangannya pada plat yang panas tetapi ia tidak merasakan apa-apa; pada usia empat bulan ia pernah menggit tangannya hingga berdarah tanpa rasa sakit akibatnya pada usia dua tahun giginya harus dicabut agar tidak melukai dirinya. Parahnya ia pun pernah mengoleskan jel pada matanya sehingga ia buta dan tidak bisa melihat.
Ternyata kebal terhadap rasa sakit bukannya menguntungkan melainkan membahayakan nyawanya.
Efesus 4:17-32 merupakan nasehat yang disampaikan Paulus kepada jemaat Tuhan agar sadar akan identitas diri sebagai manusia baru.
Identitas sebagai manusia baru adalah identitas manusia yang telah mengenal Kristus; Manusia yang hidup menurut kehendak Allah. Manusia yang peka terhadap bahaya dosa, Tidak kebal dosa! Mati rasa! Manusia baru berhubungan dengan tatanan hidup yang bersumber pada keterlibatan Kristus yang tidak “mati rasa/kebal” terhadap penderitaan manusia oleh dosa.
Karena itu manusia baru adalah ketajaman perasaan untuk membedakan hal yang baik yang berkenan bagi Tuhan. Sebaliknya, manusia yang mati rasa terhadap dosa adalah manusia yang tanpa takut melukai diri sendiri!
Jika rasa takut untuk melukai diri sendiri telah sirna maka sangat mudah untuk melukai orang lain, terutama Tuhan.
Kita bukanlah orang-orang yang tumpul perasaan, melainkan kita telah belajar mengenal Kristus. Kita telah mendengar pengajaran dan mengikuti kebenaran yang nyata di dalam Kristus.
Bahkan sejak kita dalam kandungan pun kita telah menerima anugerah kesalamatan dari Kristus. Kita bukanlah manusia yang keilangan saraf sensori sehingga kebal terhadap rasa sakit, kebal terhadap dosa! Justru rasa sakit telah membentuk kita untuk lebih mengenal Kristus.
Kita adalah manusia yang akan berteriak, akan menjerit kesakitan ketika rasa sakit menimpa kita.
Ingatlah bahwa tumpulnya perasaan akan dosa, berujung pada kebiasaan untuk melakukan dosa. Kebiasaan melakukan dosa, berujung pada maut.
Sebab upah dosa ialah maut.
...jangan mati rasa nanti mati selamanya…
Kiranya Roh Kudus menolong kita. Amin