Banyak Wisatawan di Labuan Bajo Tidak Beli Tiket Diving, Pemda Terapkan Digitalisasi

Pemda Manggarai Barat akan terapkan digitalisasi tahun 2020 termasuk pembelian karcis karena tditemukan ada perbedaan data mengenai jumlah wisatawan

Editor: Hermina Pello
POS-KUPANG.COM/Servatinus Mammilianus
Sejumlah kapal wisata di Pantai Labuan Bajo 

POS-KUPANG.COM | LABUAN BAJO- Pemerintah daerah (pemda) Manggarai Barat  akan menerapkan digitalisasi untuk wisata di wilayah itu.

Kebijakan yang diharapkan rampung dan terealisasi tahun 2020 itu bertujuan demi transparansi data wisatawan seperti jumlah pengunjung dan catatan penjualan tiket.

"Saat ini juga banyak kapal wisata yang belum resmi kerja sama dengan pemda. Disbudpar menemukan ada 350 kapal wisata yang berlayar di Labuan Bajo, tetapi baru 56 kapal yang memiliki dokumen lengkap pada tahun lalu.

Berdasarkan hasil sidak itu, terdapat temuan banyak wisatawan yang tidak membeli tiket untuk diving dan snorkeling, " kata Kepala Dinas Budaya dan Pariwisata (Disbudpar) Manggarai Barat Agustinus Rinus Tim Jelajah Ekonomi Pariwisata KONTAN di Kantor Dinas Kebudayaan dan Pariwisata di Labuan Bajo pada pekan lalu.

Mau Tas Cantik Yang Milenial? Ada Ratu Bags and Fashion

GAPENSI NTT Nilai Ketimpangan Pembagian Pekerjaan di NTT

Ia menyatakan pemda mencanangkan digitalisasi tersebut demi faktor keamanan. Ia menjelaskan bahwa gagasan itu bermula dari adanya perbedaan data antara pihak Disbudpar dengan pengelola Taman Nasional Komodo (TNK).

Disbudpar mencatat pengunjung di seluruh TNK per Desember 2018 mencapai 120.000 orang, sedangkan pihak TNK mencatat ada 176.000 pengunjung.

"Itu baru kunjungan ke pariwisata darat, belum pariwisata laut seperti diving dan snorkeling," ujar Agustinus

Menurut Agustinus, itu menjadi kerugian bagi pariwisata Labuan Bajo. Sebab, wisatawan hanya membeli tiket untuk kawasan TNK, tetapi mereka juga berwisata di wilayah lain tanpa membayar.

"Padahal, Perda nomor 1 tahun 2018 kami mewajibkan wisatawan juga membeli tiket diving dan snorkeling di luar kawasan TNK. Kalau tidak begitu, kami akan rugi dan tidak dapat apa-apa dari pembangunan pariwisata ini," kata Agustinus.

Kemudian, Disbudpar juga sering mendapat aduan bahwa terjadi perburuan rusa liar di TNK. Hasil survey Disbudpar juga menemukan wisatawan yang datang ke Flores termasuk TNK, 93 persen melalui rute Bali -Labuan Bajo. Sisanya, 6 persen melalui Maumere dan 1 persen melalui Jawa. Sementara, untuk pariwisata laut, mayoritas wisatawan datang dari Lombok, Nusa Tenggara Barat (NTB).

Oleh karena itu, pihak pemda ingin menerapkan digitalisasi yang diharapkan wisatawan bisa membeli tiket pariwisata melalui Labuan Bajo.

Cegalah Kanker Kelenjar Getah Bening Dari Awal, Belajar dari Aldi Taher & Ria Irawan

Agustinus mengatakan mulai tahun depan, tidak ada penjualan tiket di pulau-pulau, melainkan semua penjualan akan satu pintu melalui situs resmi Labuan Bajo. Sehingga wisatawan didorong untuk ke Labuan Bajo terlebih dahulu.

Kebijakan digitalisasi tersebut diharapkan dapat menopang keputusan pemerintah pusat yang menetapkan Labuan Bajo sebagai destinasi pariwisata super prioritas.

Pariwisata Berbasis Masyarakat

Kepala Dinas Budaya dan Pariwisata (Disbudpar) Manggarai Barat Agustinus Rinus mengatakan, Pemerintah mengumumkan Labuan Bajo menjadi destinasi pariwisata super prioritas kelas dunia. Lantas, pemerintah daerah setempat memiliki beberapa upaya dalam pengembangan pariwisata, salah satunya dengan kebijakan community based.

Ia memaparkan pemerintah daerah (pemda) kini memiliki kebijakan membangun pariwisata Labuan Bajo berbasis masyarakat (community based).

Hal itu dicanangkan agar dapat mendorong pekerja lokal. Salah satu cara Pemda adalah dengan menetapkan 55 desa wisata. Saat ini, pihak pemerintah setempat juga tengah mengupayakan pembentukan "kelompok sadar wisata" di setiap desa.

Agustinus menambahkan pihak pemda juga mendorong pengelolaan di tiap desa melalui Badan Usaha Milik Desa (BUMDes) agar rencana pembangunan pariwisata berbasis masyarakat bisa terwujud.
Pemda juga mendorong pengembangan ekowisata terhadap 55 desa wisata tersebut.

Ekowisata merupakan salah satu kegiatan pariwisataan yang berwawasan lingkungan dengan mengutamakan aspek konservasi alam, pemberdayaan sosial budaya dan ekonomi masyarakat lokal.
Maksudnya, 55 desa wisata itu akan menjadi desa tematik yang sesuai dengan potensi desa masing-masing. Sementara, dari 55 desa wisata yang menjadi pilot project berjumlah 8 desa.

Selain itu, pemda dan Disbudpar akan menerapkan konsep carrying capacity, yakni konsep yang mengukur tingkat penggunaan pengunjung terhadap terjaminnya keberlangsungan sebuah destinasi pariwisata.

Agustinus menyatakan carrying capacity juga diterapkan untuk bisa menata destinasi wisata di luar daerah utama. Maksudnya, penerapan konsep tersebut ditujukan dalam rangka pembangunan berkelanjutan (sustainable development).

Program 55 desa wisata itu juga merupakan bagian dari penerapan konsep carrying capacity. Utamanya, hal itu ditujukan agar wisatawan tidak hanya fokus pada destinasi Taman Nasional Komodo (TNK) Pulau Komodo atau Pulau Rinca. Sehingga pemda menata wisata di luar TNK, seperti program 55 desa wisata itu. (kontan)

Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved