Renungan Harian Kristen Protestan
Renungan Kristen 30 Agustus 2019 Keunggulan Orang Beriman Bukan Pada Wacana tapi Teladan & Kesetiaan
Renungan Kristen 30 Agustus 2019 Keunggulan Orang Beriman Bukan Pada Wacana tapi Teladan & Kesetiaan.
Renungan Harian Kristen Protestan
Jumat 30 Agustus 2019
Oleh Pdt. Dr. Mesakh A.P. Dethan, MTh, MA
''Keunggulan Orang Beriman Bukan Pada Wacananya tapi Teladan dan Kesetiaan!''
Maraknya tokoh-tokoh populer yang keluar dari agama Kristen kepada agama lain, hendaknya tidak melemahkan iman orang Kristen untuk tetap percaya kepada Kristus.
Begitu pula banyak nya hinaan sejak dulu kepada pengorbanan Kristus di salib, tidak akan membuat orang Kristen malu untuk tetap mengikut-Nya.
Baik Dedy Corbuzier yang keluar agama dari Kristen menjadi mualaf atau Ustad Abdul Somad dengan ucapan kontroversialnya yang menghina salib orang Kristen, atau si Yahwa Waloni yang bicara takabur tanpa berpikir tidak akan berpengaruh banyak kepada kehidupan iman orang Kristen, karena orang Kristen sudah cukup dewasa menyikapi hal-hal yang demikian sejak abad-abad pertama kekristenan.
Orang Kristen sudah tahan banting dengan kaisar-kaisar Romawi yang bengis dan kejam seperti Kaiser Nero yang bukan hanya kejam dan bengis, tetapi juga gila, begitu juga kaiser Domitianus yang bukan hanya gila kuasa dan hormat tetapi juga pembunuh berdarah dingin.
Para penulis Alkitab punya cara tersendiri untuk menjawab “tantangan iman” dari pihak-pihak luar dengan memperkuat iman umatnya di dalam.
Penulis surat Ibrani misalnya dalam pasal 3:1-6 mengajak orang Kristen untuk tetap setia dan memberikan pendasaran-pendasaran teologis mengapa mereka harus tetap setia dan berpegang teguh pada iman kepada Yesus Kristus dan menjauhi kemurtadan yang dapat membawa kepada kebinasaan, karena Ia melihat kepada keunggulan Kristus di atas semuanya.
Kristus lebih unggul dari pada nabi dan utusan manapun yang diutus Allah. Ia juga lebih mulia dari para Malaikat.
Khusus dalam Bacaan Ibrani 3:1-6 penulis Ibrani menunjukkan keunggulan Kristus di atas Nabi Musa.
Menurut A.M. Stibbs (lihat A.M. Stibbs, Hebrews, dalam New Bible Commentary, Third Edition, Guthrie, dkk, Inter Varsity Press, Leicester-England, 1970, hlm., 1197) Musa adalah mediator manusia dari Perjanjian Lama antara Tuhan Allah Pencipta dan Umat-Nya; Musa disebut dengan cara yang unik sebagai hamba Allah (lihat Bilangan 12:5-8 “5 Lalu turunlah TUHAN dalam tiang awan, dan berdiri di pintu kemah itu, lalu memanggil Harun dan Miryam; maka tampillah mereka keduanya. 6 Lalu berfirmanlah Ia: "Dengarlah firman-Ku ini. Jika di antara kamu ada seorang nabi, maka Aku, TUHAN menyatakan diri-Ku kepadanya dalam penglihatan, Aku berbicara dengan dia dalam mimpi. 7 Bukan demikian hamba-Ku Musa, seorang yang setia dalam segenap rumah-Ku. 8 Berhadap-hadapan Aku berbicara dengan dia, terus terang, bukan dengan teka-teki, dan ia memandang rupa TUHAN. Mengapakah kamu tidak takut mengatai hamba-Ku Musa?"”).
Orang Israel dimediasi oleh Musa untuk kembali kepada Allah mengingat status dan panggilan mereka sebagai umat yang telah dikuduskan bagi Allah.
Orang Kristen hampir mirip tetapi berbeda dipanggil dan dikuduskan melalui Yesus (Ibrani 2:11 “11 Sebab Ia yang menguduskan dan mereka yang dikuduskan, mereka semua berasal dari Satu; itulah sebabnya Ia tidak malu menyebut mereka saudara,”).
