Huawei Masuk Daftar Hitam Amerika Serikat, Raksasa Teknologi China Luncurkan Sistem Saingan Android

Setelah masuk daftar hitam di Amerika Serikat, Huawei, raksasa teknologi asal China, kini resmi meluncurkan sistem operasinya sendiri

Editor: Agustinus Sape
Forbes.com
Huawei - Hongmeng - Harmony OS 

Huawei Masuk Daftar Hitam Amerika Serikat, Raksasa Teknologi China Luncurkan Sistem Saingan Android

POS-KUPANG.COM, HONGKONG - Setelah masuk daftar hitam di Amerika Serikat, Huawei, raksasa teknologi asal China, kini resmi meluncurkan sistem operasinya sendiri, yang diberinama Harmony alias Hongmeng dalam bahasa China.

"Harmony atau Hongmeng dalam bahasa China sama sekali berbeda dari sistem operasi Android dan iOS," kata CEO Bisnis Konsumen Huawei, Richard Yu, dikutip CNN, Selasa (13/8/2019).

Adapun sistem operasi ini diluncurkan karena perusahaan tersebut telah dikecam menggunakan sistem operasi perangkat lunak dari Negeri Paman Sam sejak perang dagang berkecamuk.

Pun digadang-gadang menjadi sebuah langkah yang dapat melindungi pembuat smartphone asal China karena perang dagang yang tensinya terus meningkat.

Richard Yu mengatakan, sistem operasi miliknya ini siap digunakan kapan pun jika AS benar-benar menghentikan sistem operasi Android-nya di tipe ponsel terbaru Huawei. Artinya, untuk saat ini Huawei bakal terus menggunakan Android jika penghentian belum dilakukan.

"Kami akan beralih ke sistem Harmony ketika kami tidak dapat menggunakan Android. Tidak terlalu sulit untuk bermigrasi dari Android ke sistem Huawei sendiri," kata dia.

Ilustrasi gambar ponsel Huawei dengan OS Harmony
Ilustrasi gambar ponsel Huawei dengan OS Harmony (LetsGoDigital)

Nantinya, Harmony akan ditempatkan pertama kali di jam tangan pintar Huawei, layar pintar, speaker pintar, dan perangkat lainnya termasuk ke sistem kendaraan. Perangkat yang didalamnya menggunakan perangkat Harmony akan saling terintegrasi satu sama lain.

"Sistem operasi akan bersumber terbuka," kata Yu.

Sebagai informasi, Huawei adalah raksasa ponsel asal China yang menempatkan posisi kedua dalam penjualan global di belakang Samsung.

Seperti perusahaan ponsel pada umumnya, Huawei menggunakan sistem operasi asal AS, Android dan layanan seperti Google.

Kenali 9 Handphone Oppo Tipe Terbaru dari Harga Rp 1 Juta Hingga 11 Juta, Anda Pilih yang Mana?

Sayangnya sejak perang dagang berkecamuk, Presiden AS Donald Trump memasukkan Huawei ke dalam daftar hitam.

Hal itu membuat perusahaan komponen ponsel asal AS dilarang untuk memberikan pasokan kepada Huawei, termasuk sistem operasi Android dan layanan Google.

FedEx Gugat Pemerintah AS

Sebelumnya, FedEx, sebuah jasa pengiriman asal AS, telah mengajukan gugatan terhadap Departemen Perdagangan AS terkait pembatasan ekspor terhadap produk ponsel China, Huawei.

Langkah ini dilakukan FedEx setelah gagal menangani kiriman paket berisi ponsel Huawei yang rencananya akan dikirim dari Inggris ke AS.

Dikutip CNN, Rabu (26/6/2019), pihak FedEx mengatakan pemerintah federal AS seharusnya tidak memberlakukan larangan ekspor. Pihaknya pun tak seharusnya bertanggungjawab atas ketidaksengajaannya mengirimkan produk produksi China yang masuk ke dalam daftar hitam AS.

"FedEx adalah perusahaan transportasi, bukan lembaga penegak hukum. Administrasi ekspor AS melanggar hak jasa pengiriman umum karena membuat perusahaan pengiriman bertanggung jawab atas pengiriman yang dapat melanggar batasan AS," kata pihak FedEx dikutip dari CNN, Rabu (26/6/2019).

Ilustrasi logo FedEx di pesawat logistik
Ilustrasi logo FedEx di pesawat logistik (Wikipedia)

CEO FedEx Fred Smith membenarkan adanya gugatan tersebut. Dia mengatakan pihaknya telah menghubungi Departemen Perdagangan AS dan mengatakan pembatasan ekspor dan impor dalam berbagai sengketa geopolitik hanya menciptakan beban berat pada jasa pengiriman.

"FedEx telah menghubungi Departemen Perdagangan. Kami katakan, meningkatnya penggunaan pembatasan ekspor dan impor dalam berbagai sengketa geopolitik dan perdagangan hanya menciptakan beban yang tidak mungkin pada FedEx dan operator umum," kata Smith.

Susunan Kabinet Jokowi-Maruf Kembali Beredar, Fadli Zon Jadi Mendag, Susi Geser Luhut

Dalam gugatannya, kata Smith, FedEx menulis bahwa peraturan ekspor yang dibuat pemerintah AS saat ini bisa mengantarkannya ke ranah hukum. Sebab, perusahaannya telah melakukan tugas yang hampir mustahil baik secara logistik, ekonomi, dan secara hukum dalam banyak kasus.

Menanggapi hal tersebut, juru bicara Departemen AS mengaku belum meninjau gugatan yang dilayangkan FedEx kepadanya.

"Kami belum meninjau keluhan itu, tetapi tetap berharap untuk mempertahankan peran e- Commerce dalam melindungi keamanan nasional AS," kata juru bicara Departemen Perdagangan AS.

Dikecam Pemerintah China

Akibat tak bisa mengantarkan paket berisi barang-barang China, FedEx pun mendapat kecaman dari pemerintah China sejak awal bulan Juni ini.

China segera meluncurkan penyelidikan terhadap FedEx untuk memeriksa paket Huawei yang gagal dikirim dengan penjelasan salah alamat.

"FedEx, sebagai perusahaan multinasional besar, harus menawarkan penjelasan yang masuk akal kepada publik. Dan mereka juga harus bertanggung jawab atas tindakan mereka," kata juru bicara Kementerian Luar Negeri China, Geng Shuang.

Bursa Transfer Persib Bandung Segera Dibuka, Robert Rene Alberts Sudah Punya Daftar, Siapa Saja?

Sebelumnya, FedEx telah meminta maaf karena jasa pengirimannya menolak mengirimkan ponsel Huawei yang dikirim oleh salah satu penulis Inggris ke kantor majalah New York. Paket itupun dikembalikan ke pengirim dengan tulisan "paket dikembalikan oleh FedEx, karena masalah Pemerintah AS".

"Paket tersebut keliru dikembalikan ke pengirim, dan kami mohon maaf atas kesalahan operasional ini," kata juru bicara FedEx, Maury Donahue.

Maury menambahkan, perusahaan sedang berusaha meminimalkan gangguan kepada pelanggannya karena kebijakan ekspor AS di tengah bergejolaknya perang dagang.

"Kami menyesuaikan operasi untuk mematuhi lingkungan peraturan AS yang dinamis," ucap Maury.

Sumber: kompas.com

Sumber: Kompas.com
Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved