Innalillahi Wa Inna Ilaihi Rajiun, Kabar Duka Dari Warkop DKI, Sang Pendiri Meninggal

Kabar duka itu dibenarkan oleh Maman Suherman atau akrab disapa Kang Maman yang merupakan penggiat literasi.

Editor: Alfred Dama
(KOMPAS/Priyombodo)
Wartawan Kompas senior Rudy Badil yang juga salah satu pendiri Warkop DKI. Wartawan Kompas senior Rudy Badil yang juga salah satu pendiri Warkop DKI. 

Inna Lillahi Wa Inna Ilaihi Raji'un, Kabar Duka Dari Warkop DKI, Sang Pendiri Meninggal

POS KUPANG.COM, JAKARTA -- Wartawan senior Kompas Rudy Badil meninggal dunia di Rumah Sakit Dharmais, Jakarta Barat, pada Kamis (11/7/2019) pada pukul 07.13 WIB.

Rudy merupakan salah satu pendiri Warkop Prambors, sebelum akhirnya menjadi Warkop DKI.

Kabar duka itu dibenarkan oleh Maman Suherman atau akrab disapa Kang Maman yang merupakan penggiat literasi.

"Teman-teman KPG kasih kabar bahwa Mas Rudy Badil sebelumnya jatuh di kamar mandi rumah. Tiba-tiba tadi pagi dapat kabar lagi dari anak beliau bahwa Mas Badil sudah pergi (meninggal dunia)," kata Maman saat dihubungi Kompas.com, Kamis pagi.

Badil merupakan salah satu pendiri Warkop Prambors bersama Nanu (Nanu Mulyono), Dono (Wahjoe Sardono), Kasino (Kasino Hadiwibowo) dan Indro (Indrodjojo Kusumonegoro).

Rudy bersama Nanu, Dono, dan Kasino merupakan mahasiswa di Universitas Indonesia. Sementara Indro kuliah di Universitas Pancasila.

Maman menambahkan, saat ia menulis kisah sejarah perjalan Warkop pada Kompasiana, Rudy tersanjung dan terharu.

"Ketika saya menulis sejarah Warkop di Kompasiana. Rudy meneteskan air mata. Dia mengatakan bahwa saya bisa menerjemahkan dan menangkap dengan jelas perjalanan warkop itu. Dia suka," kata Maman.

Indro Warkop dan Rudy Badil.(Instagram/Indro Warkop)

Live Streaming, Sedang Berlangsung Sidang Putusan Hakim atas Ratna Sarumpaet

Live TVRI, Sedang Berlangsung PS Malaka vs PSK Kota Kupang

HEBOH, 14 Tahun Bersama, Kangin Umumkan Hengkang dari Super Junior

5 Santri Korban Pencabulan Pimpinan dan Guru Pesantren Alami Trauma Berat, Ini Kronologisnya

Menurut Maman, Rudy adalah seorang konseptor. Ia tidak suka berada di atas panggung. Hal itulah yang membuat Rudy meninggalkan Warkop yang wara-wiri tampil di atas panggung.

"Rudy sangat kuat dengan konsep, di belakang layar. Itu yang mungkin membuat beliau tidak kuat atau tidak betah jika harus tampil di atas panggung. Dia lebih banyak tampil di belakang layar. Makanya dia banyak ke konten, mengisi konten daripada tampil di depan panggung," kata dia.

Wartawan senior Kompas yang telah pensiun ini juga dikenal dengan liputan-liputannya yang mendalam, mengikuti sejumlah ekspedisi, dan kegiatan pencinta alam lainnya.*

Sejarah Warkop

Dikutip dari WarkopDKI.org, pada tahun 1973 di Perkampungan Mahasiswa Universitas Indonesia di Cibubur, sedang berlangsung konsolidasi mahasiswa.

Mereka akan menentang rencana kedatangan Perdana Menteri Jepang, Kakuei Tanaka ke Jakarta untuk bertemu dengan Presiden Soeharto.

Di sana Kasino, Nanu, dan Rudy Badil yang paling menonjol mengatur acara supaya ramai dan tidak menjenuhkan. Ide penentangan Tanaka berawal saat berlangsungnya diskusi di UI pada Agustus 1973.
Pembicaranya, Subadio Sastrosatomo, Sjaffruddin Prawinegara, Ali Sastroamidjojo dan TB Simatupang. Saat itu mereka mendiskusikan soal peran modal asing.

Temmy Lesanpura, mahasiswa UI yang juga Kepala Program Radio Prambors menemui Kasino, Nanu, dan Rudy Badil di dalam acara konsolidasi mahasiswa tersebut.

Ia menawari ketiganya untuk mengisi acara radio Prambors. “Mau nggak isi acara di Prambors,” tanya Temmy.

Ketiganya setuju. Namun mereka masih bingung apa nama acara itu. Setelah berdiskusi panjang, akhirnya mereka temukan nama acara itu: ‘Obrolan Santai di Warung Kopi’.

September 1973, mereka mulai siaran. Jam siaran setiap hari kamis malam pada jam 20.30 sampai 21.15. Tak ada persiapan apa pun. Ide guyonan selalu ditemukan ketika akan siaran. Dan ceritanya seenaknya saja.

Nama warung kopi disematkan sebagai tempat yang paling demokratis untuk membicarakan hal-hal hangat di negeri ini.

Konsep siaran bergaya komunikatif dan berkesan orang kampung memang menjadi cara menarik minat orang untuk mendengarkan siaran mereka. Untuk itu, masing-masing punya aksen suara yang berbeda.

Kasino menirukan logat China dan Padang. Nanu dengan logat Batak, dan Rudy Badil dengan aksen Jawa. Tahun 1974, Dono direkrut untuk bergabung di acara itu. Ia dikenal sebagai salah satu aktivis UI. Mahasiswa Fakultas Ilmu Sosial (FIS, sekarang FISIP) itu dikenal tak banyak bicara.

Namun sekali berbicara, banyak orang tertawa. Apalagi aksen Jawa-nya kental. “Dari materinya, acara ini sering nyinggung juga tentang anti modal asing. Tapi, sentilannya tidak kentara. Halus banget. Kita tahu, arahnya ke masalah hangat juga,” tutur Indro.

15 Februari 1974. Saat itu Tanaka tiba di Jakarta. Mahasiswa melangsungkan aksi unjuk rasa di Bandar Udara Halim Perdanakusuma.

Tiga pokok tuntutan mahasiswa dalam aksi itu; pertama, pemberantasan korupsi, perubahan kebijakan ekonomi yang berkaitan dengan modal asing yang didominasi Jepang, dan pembubaran lembaga yang tidak konstitusional.

Aksi kedatangan Tanaka kemudian meluas di beberapa tempat lainnya di Jakarta. Ironinya, terjadi kerusuhan, pembakaran, dan penjarahan. Mobil dan motor buatan Negeri Sakura itu, dibakar massa. Asap mengepul di segala penjuru. Peristiwa itu, akhirnya dikenal dengan ‘Malari 74’, kependekan dari Malapetaka Lima Belas Januari 1974.

Saat berlangsung unjuk rasa anti Tanaka, Wahjoe Sardono alias Dono berada di antara kerumunan massa di kampus UI, Salemba, Jakarta Pusat. Dengan membawa kamera, ia berupaya mendekati podium. Dono meraih mikrofon, lantas menyorongkannya kepada Rektor UI Prof. Mahar Mardjono untuk berorasi di hadapan massa.

Dono tidak hanya ikut aksi demo. Ia juga sibuk memotret semua peristiwa aksi. Banyak wartawan yang sudah mengenalnya sebagai pelawak di Radio Prambors. Kepada salah satu media di Jakarta, Dono mengatakan dengan berkelakar,”Tadinya saya punya niat untuk ikut demonstrasi yang dibayar.” “Saya kan terkenal. Jadi kalau demonstrasi bisa cepet ngumpulin banyak orang. Kan, lagi krisis, wajar kalau orang nyari duit,” kelakar Dono kepada wartawan.

Bergabungnya Indro Warkop

Usai peristiwa Malari 1974, Warkop Prambors tetap mengudara dengan guyonan lucunya. Tahun 1976, barulah Indro bergabung. Ia sudah mengenal empat anggota Warkop Prambors. Maklum, rumahnya dekat dengan studio. Jika ada yang siaran sendiri, ia yang menemaninya. Saat itu, Indro masih kelas 3 di SMA 4 Jakarta.

Kasino yang mengajak Indro untuk mulai permanen di acaranya. Saat itu, sedang ada pertandingan softball. Indro menjadi pemain sekaligus tukang soraknya. “Ndro, nanti malam elu mulai permanen. Mau nggak?” tanya Kasino seusainya.

Indro langsung menerima ajakannya. Tak hanya di acara itu, Indro mulai diajak show Warkop.

Formasi acara obrolan di warung kopi menjadi lima orang. Kasino, Nanu, Rudy Badil, Dono, dan Indro.

Tak ayal, acara ini kian ramai. Masing-masing punya perannya sendiri. Kasino kadang berganti nama menjadi Acing dan Acong dengan logat China. Nanu menjadi Poltak yang beraksen Batak. Rudy Badil berganti nama menjadi Mr James dan Bang Kholil.

“Gue berperan sebagai Mastowi, Ubai dan Ashori dengan aksen Purbalingga. Sedangkan Dono sebagai Mas Slamet,” kata Indro.

“Pokoknya, semua isi obrolan bebas banget. Tentang apa aja,” kata Indro. Nama kelompok mereka disebut dengan julukan Warkop Prambors.

Pentas kali pertama tahun bulan September 1976, saat pesta perpisahan SMP 9 Jakarta di Hotel Indonesia. Hasilnya dikatakan belum berhasil.

Tak lama kemudian, Warkop diundang di acara IDI (Ikatan Dokter Indonesia). Mereka bertemu dengan Mus Mualim, seorang pemain musik ‘Indonesia Lima’. Mus berencana membuat acara untuk tahun baru 1977 di TVRI.

Warkop ditawarin untuk nyanyi bareng oleh Mus Mualim. Nama acaranya Terminal Musikal, tempat anak muda yang mangkal di TVRI .

“Mentas cuma bertiga. Gue, Dono, ama Kasino. Dono aja masih gugup. Jadi tinggal gue ama Kasino yang peran abis-abisan.”

Dari situlah, Warkop Prambors mulai dibesarkan. Semua media di Indonesia, banyak membicarakan kelompok lawakan ini. Guyonan Warkop akhirnya dikasetkan. Ada sembilan kaset. Kaset pertamanya berjudul cangkir kopi. Direkam langsung saat pementasan di Palembang. Di kaset kelima berjudul Pingin Melek Hukum. Indro berperan sebagai mahasiswa penyuluh hukum, sedangkan Kasino dan Dono sebagai warganya. (*)

Artikel ini telah tayang di Kompas.com dengan judul "Rudy Badil Pendiri Warkop DKI Meninggal Dunia"

Sumber: Kompas.com
Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved