Renungan Harian Kristen Protestan

Renungan Harian Kristen Protestan Sabtu 6 Juli 2019 ''Melihat Lebih Dalam''

Renungan Harian Kristen Protestan Sabtu 6 Juli 2019 ''Melihat Lebih Dalam''

Editor: maria anitoda
DOK Pribadi
Renungan Harian Kristen Protestan Sabtu 6 Juli 2019 ''Melihat Lebih Dalam'' 

Renungan Harian Kristen Protestan

Sabtu 6 Juli 2019

Oleh Pdt. Dina Dethan Penpada, MTh

Pembacaan:  I Samuel 16:1-13

''Melihat Lebih Dalam''

 Hidup kita terbentuk oleh pilihan-pilihan.

Pilihan-pilihan itu mulai dari hal-hal sederhana seperti mau bangun jam berapa? Pakai baju apa sampai pada hal-hal yang prinsip, seperti menikah dengan siapa? Bagaimana masa depanku? Dll.

Banyak kali pilihan kita dipengaruhi oleh hal-hal fisik yang tampak dari luar.

Karena umumnya kalau kita baru bertemu seseorang yang pertama-tama kita lihat adalah "penampilannya, raut muknya, pakaiannya, matanya, postur tubuhnya, warna kulitnya, gaya bicaranya, dll".

Jikalau kita melihat apa yang didepan mata, lalu menilainya, maka sesungguhnya kita belum mengenal orang itu.

Apalagi kalau yang kita lihat hanya fotonya.

Ada ceritera: Seorang pemuda berkenalan dengan seorang gadis melalui facebook.

Perkenalan mereka berlanjut ke hubungan cinta bahkan serius untuk menikah.

Namun sangat menyedihkan, ketika mereka berjumpa muka dengan muka, betapa kecewanya sang pemuda, karena ternyata wajah asli dari gadis itu sangat berbeda dengan wajah yang dipasang di akun fbnya.

Gadis itu ternyata seorang ibu yang sudah berusia 50 tahun dengan postur tubuh lemari 3 pintu.

Selain  ceritera ini, ada banyak pengalaman membuktikan bahwa kita lebih tertarik pada penampilan seseorang.

Padahal yang tampak dari luar belum tentu memancarkan kebaikan hati atau keaslian dari orang tsb.

Tapi itulah manusia. Kita sering terpikat pada hal-hal yang tampak dari luar.   

Bacaan kita hari ini juga menceriterakan tentang pilihan Tuhan terhadap Daud sebagai Raja kedua Israel, dengan cara yang berbeda.

Sebagaimana kita ketahui, bahwa sebelum Daud, Israel telah memiliki seorang Raja (raja I), yaitu Saul. Saul dipilih oleh Samuel berdasarkan apa yang nampak dari luar.

Saul dicatat sebagai pemuda berwajah paling ganteng dan bertubuh paling tinggi di Israel.

Walaupun ia seorang pemalu, ia adalah seorang yang sempurna secara fisik dan penampilan.

Tidak ada yang meragukan kemampuannya untuk menjadi raja atas Israel.

Namun ternyata dalam kepemimpinannya, Saul mengecewakan hati Tuhan.

Israel telah mengalami hidup di bawah pimpinan seorang raja yang mengagumkan secara fisik, tetapi begitu memperoleh kekuasaan ternyata lebih mementingkan diri sendiri daripada Tuhan.

Kini dengan Daud, Tuhan akan membawa Israel kepada babak berikutnya dalam kehidupan bersama-Nya.

Dalam bacaan kita, Tuhan Allah memerintahkan Samuel menuju ke Betlehem (tepatnya, di Efrata) untuk mengurapi seorang raja di sana.

Dalam perjalanan ke sana, nampaknya pikiran Samuel dihinggapi pertanyaan: “mengapa ke Betlehem Efrata?” Orang pada masa itu tahu bahwa kaum yang tinggal di sana adalah kaum yang terkecil dari suku Yehuda (bdk. Mikha 5:1).

Jelas bahwa Allah mengarahkan Samuel ke tempat kaum terkecil untuk mengurapi orang terbesar di Israel. Ini merupakan suatu hal yang diluar dugaan.

Dari kaum yang terkecil ini, Allah menunjuk satu keluarga, yaitu keluarga Isai.

Apakah keluarga Isai juga menyadari siapa orang yang akan Allah pilih? Rupanya tidak!. Keluarga Isai tidak satupun menyadari siapa orang yang Allah pilih itu.

Isai hanya menyiapkan ketujuh anaknya laki-laki, meski ia punya delapan.

Tidak pernah terlintas dalam pikiran Isai bahwa Daud mungkin orang pilihan itu.

Sekali lagi, tidak pernah terlintas. Karena itu, Daud disuruh menggembalakan domba, ketika ada peristiwa penting di keluarganya itu.

Apakah ketujuh anak Isai menyadarinya? Semua anak menduga bahwa yang terpilih adalah Eliab.

Hal ini wajar karena Eliab adalah anak sulung dan juga seorang prajurit berpengalaman. Bahkan, Samuel sendiri berpikir bahwa Eliab-lah orang yang dipilih Allah itu.

Ketika Eliab ditolak Allah, pandangan mata orang pada waktu itu tertuju kepada Abinadab. Ketika Abinadab ditolak, pandangan tertuju kepada Syama. Demikian seterusnya, dan tidak ada satupun dari ketujuh anak ini yang Allah pilih.

Tujuh anak yang dipandang terbaik yang dipunyai Isai telah ditolak Allah dan akhirnya, Daudlah yang terpilih sebagai raja yang diurapi Allah.

Allah memilih Daud sebagai orang yang terkecil di keluarga Isai, yang merupakan kaum yang terkecil di Yehuda.

Daud adalah yang terkecil dari yang terkecil, tetapi dipilih Allah.

Meskipun ia yang terkecil dari yang terkecil, namun ia memiliki hati yang lebih besar dari semuanya.

Hati Daud inilah yang Allah lihat, sehingga Ia memilih Daud.  Memang, hati yang besar akan menuntun seseorang melakukan hal-hal yang besar.

Tetapi bukan berarti semua orang besar serta merta memiliki hati yang besar.

Tuhan memilih Daud, oleh karena Ia melihat hati Daud. Dan itu terbukti melalui beberapa tindakan:

Pertama: Daud selalu mencari Kehendak Tuhan.

Kedua: Percaya Kepada Tuhan. Hati Daud yang dengan sederhana bersandar dan yakin pada Tuhan ini sudah terlihat jelas sejak masa mudanya.

Kejadian paling terkenal adalah ketika ia berhadapan dengan Goliat.

Ketiga: Setiap kali Daud menyadari bahwa dirinya telah berdosa, Daud akan langsung berdoa memohon pengampunan Tuhan atau meralat situasinya.

Dia tidak pernah berusaha menutup-nutupinya, membenarkan diri sendiri, atau menyalahkan orang lain.

Sebaliknya, dengan rendah hati dan berani ia menerima akibat dari perbuatannya.

Ketika Nabi Natan menegur Daud karena telah melakukan perzinahan dan pembunuhan, Daud langsung berkata, “Aku sudah berdosa terhadap Tuhan” (2Sam. 12:13).

Sungguh bertolak belakang dengan reaksi Saul ketika ditegur! Daud tidak mencari-cari alasan – tidak ada kata-kata seandainya, dan, atau tetapi.

Daud sekadar mengakui bahwa ia telah berdosa, dan setelah itu, ia tidak pernah melakukan dosa yang sama lagi. Itulah pertobatan yangsesungguhnya.

Beberapa hal dapat kita renungkan bersama:

1. Berhati-hati dalam menentukan pilihan agar tidak terjebak dengan penampilan luar karena yang baik menurut pandangan mata belum tentu hatinya baik.

2. Tuhan memiliki ukuran yang berbeda dari ukuran manusia.

Oleh karena itu kita tidak perlu kecewa ketika pilihan kita berbeda dengan pilihan Tuhan, sebab Tuhan tahu yang terbaik.

Tuhan melihat pada hati manusia, oleh karena hati adalah inti dan totalitas hidup manusia.

Ketika Tuhan melihat hati, itu berarti Tuhan melihat inti hidup Kristen di mana dari hati keluar pikiran, perkataan, dan tindakan.

Amsal 4:23mengatakan: “Jagalah hatimu dengan segala kewaspadaan, karena dari situlah terpancar kehidupan.” Seorang yang hatinya tulus, tidak ada kemunafikan. Apa yang dipikirkan, dikatakan, dan dilakukannya sesuai dengan hatinya.

3. Agar kita dapat menentukan pilihan yang sesuai pilihan Tuhan.

Maka kita perlu berkomunikasi dengan Tuhan melalui doa , agar Tuhan memberi hikmat.

Kita dapat membaca Alkitab dan peraturan-peraturan Gereja sebagai penuntun serta orang-orang di sekitar kita untuk memberikan nasihat, bimbingan dan arahan, agar kita dapat memilih yang terbaik menurut pilihan Tuhan. Amin.

Sumber: Pos Kupang
Berita Terkait
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved