Renungan Harian Kristen Protestan
Renungan Harian Kristen Protestan, Kamis 4 Juli 2019: Karunia Roh dan Akal Sehat Sangat Berkaitan
Persoalan tentang bahasa Roh atau karunia Roh menjadi salah satu topik penting dalam 1 Korintus 14:1- 40.
Renungan Harian Protestan, Kamis 4 Juli 2019
Oleh Pdt. Dr. Mesakh A.P. Dethan, MTh, MA
Karunia Roh dan Akal Sehat Sangat Berkaitan
SEORANG pemuda mengeluh kepada ibunya bahwa ia mungkin tidak akan pernah menjadi Worship Leader (WL), semacam pemimpin atau orang yang mengatur berlangsungnya ibadah di gereja mereka.
"Mengapa begitu" tanya ibunya.
"Pak Pendeta yang mensyaratkan demikian. Seorang calon WL harus bisa berbahasa Roh baru boleh diijinkan menjadi WL", kata pemuda itu.
"Lalu bagaimana caranya orang bisa tahu kalau seseorang sudah fasih berbahasa Roh"?, tanya ibunya lagi penasaran.
"Nanti pak Pendeta sendiri yang akan test secara langsung. Kalau tidak lulus test, maka yang bersangkutan diwajibkan kursus bahasa Roh". Kata pemuda itu menjelaskan.
"Lalu tunggu apalagi, coba test bahasa Rohmu pada pendeta atau ikut kursus bahasa Roh dulu sebelum ditest oleh pendeta", ibunya menyarankan.
"Iya bu, sebetulnya saya mau test atau ikut kursus bahasa Roh, Cuma saya masih ragu-ragu.
Karena saya tanya yang sudah lulus kursus bahasa Roh dan minta dia berbicara bahasa Roh panjang lebar, tetapi ketika saya tanyakan apa artinya yang dia bicarakan, ia sendiri sama sekali tidak tahu.
Yang bersangkutan sendiri juga bilang dia hanya secara acak mengucapkan kata-kata tanpa arti dalam bahasa manapun di dunia.
Dan sebetulnya dia bilang dia asal-asalan ucapkan dan seolah-olah itu bahasa Roh supaya bisa lulus kursus dan bisa diberi kesempatan menjadi WL", kata pemuda itu.
"Wah kok seperti itu ya", sambung ibunya.
"Iya bu, saya sangat ragu, lagi pula saya tidak bisa berbohong bahwa saya sudah bisa berbahasa Roh dengan mengucapkan "kalimat-kalimat sembarangan" dan yang tidak ada artinya.
Jadi saya tentu tidak akan pernah bisa menjadi WL di ibadah gereja, kata pemuda itu mengeluh kepada ibunya.
Percakapan ibu dan anak ini menarik karena ini berbicara tentang kemampuan orang berbicara dalam bahasa Roh atau karunia Roh.
Persoalan tentang bahasa Roh atau karunia Roh menjadi salah satu topik penting dalam 1 Korintus 14:1- 40.
Sebelumnya dalam pasal 12 dan 13 Rasul berbicara karunia-karunia Roh kudus yang ada dalam jemaat, namun Paulus menegaskan bahwa semua karunia itu memang penting dalam jemaat, tetapi yang terpenting adalah kasih.
Karunia apapun menurut Rasul Paulus harus berguna bagi gereja dan landasan utamanya adalah Kasih yang mengacu kepada kasih dan pengorbanan Kristus di salib.
Dalam 1 Korintus 14:18 dan 19 Rasul Paulus menulis "Aku mengucap syukur kepada Allah, bahwa aku berkata-kata dengan bahasa roh lebih dari pada kamu semua.
Tetapi dalam pertemuan Jemaat aku lebih suka mengucapkan lima kata yang dapat dimengerti untuk mengajar orang lain juga, dari pada beribu-ribu kata dengan bahasa roh.
Ini artinya apa? Artinya bagi Paulus bahasa Roh itu harus bermanfaat dan ada faedahnya bagi gereja.
Percuma orang mengklaim dan nampaknya berbicara dalam bahasa roh, tetapi ia sendiri tidak mengerti dan merasakan manfaatnya, apalagi jemaat yang lebih luas.
Paulus memperingatkan jemaat untuk berhati-hati terhadap hal ini, jika tidak mau disebut gila. Karena antara karunia roh dan akal sehat sangat berkaitan.
Paulus menurut Norman Hillyer (lihat Norman Hillyer, 1 Corinthians dalam New Bible Commentary, Third Edition, Guthrie, dkk, Inter Varsity Press, Leicester-England, 1970, hlm., 1069)
dalam 1 Korintus 14:14 dan 15 menekankan pentingnya pikiran atau hikmat akal budi dalam ibadah gereja.
Ibadah juga harus bersifat "intelegent". "14 Sebab jika aku berdoa dengan bahasa roh, maka rohkulah yang berdoa, tetapi akal budiku tidak turut berdoa.
15 Jadi, apakah yang harus kubuat? Aku akan berdoa dengan rohku, tetapi aku akan berdoa juga dengan akal budiku;
aku akan menyanyi dan memuji dengan rohku, tetapi aku akan menyanyi dan memuji juga dengan akal budiku." (1 Korintus 14:14 dan 15.
Jika hanya roh saja dan tanpa pikiran maka sungguh tidak intelegent. 23 Jadi, kalau seluruh Jemaat berkumpul bersama-sama
dan tiap-tiap orang berkata-kata dengan bahasa roh, lalu masuklah orang-orang luar atau orang-orang yang tidak beriman, tidakkah akan mereka katakan, bahwa kamu gila?
24 Tetapi kalau semua bernubuat, lalu masuk orang yang tidak beriman atau orang baru, ia akan diyakinkan oleh semua dan diselidiki oleh semua;
25 segala rahasia yang terkandung di dalam hatinya akan menjadi nyata, sehingga ia akan sujud menyembah Allah dan mengaku: "Sungguh, Allah ada di tengah-tengah kamu." (1 Korintus `4:23-25).
Andreas Sudarsono dalam bukunya (lihat Andreas Sudarsono, 12 Ilustrasi Rohani, Lembaga Literatur Baptis, Bandung 1993, hal., 75) "suatu pidato yang terkenal, bukan berarti harus memakan waktu berjam-jam.
Presiden Abraham Lincoln pernah berpidato hanya dua menit lamanya. Sedangkan sebelum dia, seorang yang bernama Edward Everett menyampaikan pidatonya selama dua jam.
Beberapa waktu kemudian pidato Presiden Lincoln itulah yang terkenal sampai sekarang. Pidato itu disampaikan pada saat peresmian Taman Makam Pahlawan dari perang Gattysburg, pada tgl. 19 Nopember 1863.
Kata-katanya yang terakhir ialah Dari Rakyat oleh rakyat dan untuk rakyat."
Sudarsono menambahkan "untuk menyatakan kasih Kristus, tidak selalu perlu dengan cara bertele-tele, tetapi cukup dengan pernyataan yang langsung dapat dinikmati orang lain, yaitu melalui kesaksian hidup kita".
Jadi bahasa Roh bukan untuk yang aneh-aneh atau untuk pamer dan menyombongkan diri.
Kita semua tentu saja pada satu pihak tidak dilarang untuk berdoa atau bernyanyi di bawah dorongan ilahi,
atau apabila kita mendapat ilham untuk berdoa dan bernyanyi sebagai bagian dari karunia Roh, tetapi di pihak lain hendaknya ketika kita berdoa dan bernyanyi dalam bahasa Roh hendaknya disampaikan dengan akal sehat,
sehingga orang lain pun dapat memahami apa yang diucapkan. Intinya bahasa Roh yang sesungguhnya adalah kata-kata yang dapat dimengerti untuk mengajar orang lain dan dapat dimengerti. (*)