Renungan Harian Kristen Protestan
Renungan Harian Kristen Protestan Sabtu 22 Juni 2019 “Allah Menyesal dan Pilu HatiNya''
Renungan Harian Kristen Protestan Sabtu 22 Juni 2019 “Allah Menyesal dan Pilu HatiNya'
Renungan Harian Kristen Protestan
Sabtu 22 Juni 2019
Oleh Pdt. Dina Dethan Penpada, MTh
Kejadian 6:1-8
“Allah Menyesal dan Pilu HatiNya”
Ketika manusia jatuh dalam dosa (kejadian 3) tidak disebutkan bahwa Allah menyesal telah menciptakan manusia.
Tetapi dalam bacaan kita hari ini khususnya di ayat 5, disebutkan bahwa Allah menyesal telah menciptakan manusia di bumi dan hal itu memilukan hatiNya.
Allah menyesal dan hatiNya pilu.
Apa yang menyebabkan Allah menyesal dan hatiNya pilu?
Karena Ia melihat melihat kejahatan manusia makin besar dan segala kecenderungan hatinya selalu membuahkan kejahatan semata-mata.
Ini bukan hanya kejahatan yang nampak melalui perbuatan (bisa saja spontan), tetapi kata kecenderungan hatinya (yeser) sudah meliputi pikiran dan hatinya.
Membuat dia akan melakukannya berulang-ulang.
Penggunaan kata "menyesal" dalam Kej 6:6 bukan karena Allah telah melakukan kesalahan dalam penciptaan, karena semua ciptaan Allah itu baik adanya. Kej 1:31 "Maka Allah melihat segala yang dijadikan-Nya itu, sungguh amat baik.."
Tuhan Allah menyesal karena manusia telah memilih untuk melakukan kejahatan dan tidak mengikuti kehendakNya.
Dikatakan dalam ayat 5 kejahatan manusia makin bertambah besar dan kecenderungan hatinya membuahkan kejahatan semata-mata.
Pertanyaannya, kejahatan seperti apa sehingga Allah begitu kecewa?
Bahkan ayat 7 mengatakan Allah tidak hanya menghapuskan manusia yang telah diciptakanNya, tetapi juga hewan.
Bintang-binatang melata dan burung-burung di udara juga akan dimusnahkan.
Persoalan pertama ialah: Populasi manusia bertambah banyak.
Memang kalau kita melihat di pasal 3 setelah manusia dihalau dari Taman Eden, pekerjaan pertama dari Adam dan Hawa di pasal 4:1 adalah bersetubuh.
Bahkan masih disebutkan 2 kali di ayat 17 dan 25. Gerit Singgih mengatakan: Itu bukan berarti di Taman Eden Adam dan Hawa belum bersetubuh, tetapi bersetubuh di sini untuk memperoleh keturunan.
Namun apa yang terjadi setelah anak-anak itu lahir? Kain membunuh Habel, (Ps 4:8).
Pembunuhan ini juga ada hubungan dengan hasil alam yang tidak dipersembahkan dengan hati yang ikhlas dan iri hati karena persembahannya tidak diterima oleh Tuhan.
Ini ada hubungan dengan kecenderungan hati yang jahat.
Kedua: Berlanjut pada keturunan berikutnya, Lamek juga menjadi pembunuh (4:23) karena perkawinan.
Selanjutnya kejadian 6:2 menjelaskan tentang perkawinan antara anak-anak Allah dan anak-anakmanusia.
Tidak banyak penafsir yang dapat menjelaskan secara rinci tentang apa yang dimaksud dengan anak-anak Allah.
Tetapi beberapa penafsir mengatakan bahwa Anak-anak Allah ialah (orang-orang dari keturunan Zet).
Jadi dosanya ialah menikah dengan anak-anak Kain. Sedangkan Alkitab Edisi studi menjelaskan bahwa bahwa anak-anak Allah mungkin menunjuk pada malaikat atau makhluk surgawi lainnya.
Tetapi pada prinsipnya ada yang salah dalam hubungan kawin-mawin itu.
Itu berarti kejahatan makin mengalami peningkatan secara signifikan.
Kalau dalam kejadian 3 Hawa memetik buah pohon dalam taman karena buahnya sedap kelihatannya, menarik hati, maka perkawinan diantara anak-anak manusia dan anak-anak Allah juga terjadi karena daya tarik secara lahiriah, yaitu: karena kecantikan dan siapa saja yang disukai. (ayat 2).
Kejatuhan manusia menunjuk pada kecenderungan hati mereka terhadap hal-hal yang lahiriah, yang tampak menarik dari penampilan luar.
Kehidupan moral mereka sudah melukai hati Tuhan dan itulah puncak dimana Allah menyesal dan pilu hatiNya.
Akhirnya di ayat 7 Allah memutuskan untuk menghapus manusia dari muka bumi.
Menghapuskan (Ibrani: mahâ; atau menghancurkan).
Kata kerja ini menunjuk kepada suatu gerakan yang memusnahkan secara menyeluruh. Tindakan ini dirancang untuk menghancurkan setiap makhluk hidup yang menghalangi.
Penghancuran menyeluruh akan dilaksanakan. Tidak ada yang akan dikecualikan.
Padahal dalam Kej 1:26-27 dikatakan bahwa manusia tidak saja diciptakan berdasarkan prakarsa Allah, tetapi sesuai dengan gambar dan rupa Allah (Imago Dei).
Yang menyedihkan, manusia yang berbuat kejahatan, tetapi berdampak bagi ciptaan lain. Di ayat 7 disebutkan hewan, binatang melata dan di udara juga turut dimusnahkan.
Mereka yang tidak bersalah, ikut terhukum.
Saya juga bertanya: Mengapa bukan hanya manusia tetapi termasuk makhluk hidup yang lain?
Tindakan Allah ini Ini hendak menunjukkan bahwa betapa fatalnya kalau manusia melakukan kejahatan, lingkungan di sekitarnyapun terhukum.
Beberapa hal yang dapat kita renungkan :
1. Menjaga hati dari segala kecenderungan yang jahat menjadi sangat penting, oleh karena segala hal yang jahat bersumber dari hati. 'Hati adalah pusat aktifitas pikiran manusia.
Jadi, kalau hati yang merupakan sumber itu rusak, maka seluruh kehidupan menjadi rusak.
Kalau kecenderungan hati sudah jahat, maka praktek-praktek kejahatan akan mengalir dari sana.
2. Kejatuhan Hawa, sampai pada ceritera kejadian 6 memperlihatkan bahwa kecenderungan manusia pada hal-hal yang nampak menarik dari luar banyak kali tanpa pertimbangan yang matang dan mendalam.
Dan yang menarik dari luar atau pandangan mata selalu saja menjadi godaan terbesar.
3. Ketika alam hanya dilihat dari sebagai objek yang menarik dan dapat mendatangkan keuntungan sebesar-besarnya bagi manusia, maka alam akan diekspolitasi sejadi-jadinya.
Karena sesungguhnya Kerusakan lingkungan berakar dalam keserakahan dan kerakusan manusia. Itu sebabnya manusia yang dikuasai dosa keserakahan dan kerakusan itu cenderung sangat konsumtif.
Secara teologis, dapat dikatakan bahwa dosa telah menyebabkan krisis moral/krisis etika dan krisis moral ini menyebabkan krisis ekologis, krisis lingkungan.
Dengan demikian, setiap perilaku yang merusak lingkungan adalah pencerminan krisis moral yang berarti tindakan dosa.
Dalam arti itu, maka upaya pelestarian lingkungan hidup harus dilihat sebagai tindakan pertobatan dan pengendalian diri.
Dilihat dari sudut pandang Kristen, maka tugas pelestarian lingkungan hidup yang pertama dan utama adalah mempraktikkan pola hidup baru, hidup yang penuh pertobatan dan pengendalian diri, sehingga hidup kita tidak dikendalikan dosa dan keinginannya, tetapi dikendalikan oleh cinta kasih.
Kristus mengingatkan bahaya mamonisme (cinta uang/harta) yang dapat disamakan dengan sikap rakus terhadap sumber-sumber alam (Mat. 6:19-24 ; 1 Tim. 6:6-10). Karena mencintai materi, alam dieksploitasi guna mendapatkan keuntungan material.
Maka supaya alam dapat dipelihara dan dijaga kelestariannya, manusia harus berubah (bertobat) dan mengendalikan dirinya.
Manusia harus menyembah Allah dan bukan materi. Dalam arti itulah maka usaha pelestarian alam harus dilihat sebagai ibadah kepada Allah melawan penyembahan alam, khususnya penyembahan alam modern alias materialisme/mamonisme.
Pelestarian alam juga harus dilihat sebagai wujud kecintaan kita kepada sesama sesuai ajaran Yesus Kristus, di mana salah satu penjabarannya adalah terhadap seluruh ciptaan Allah sebagai sesama ciptaan.
4. Dalam Kejadian pasal 6 disebutkan bahwa umur yang dimiliki manusia pun diperpendek oleh Allah menjadi seratus dua puluh tahun (6:3). Ini berarti bahwa dalam kehidupan manusia,kematian semakin mendekat kepada dirinya, bahkan dalam Mazmur 90:10, Musa menyebutkanbahwa masa hidup manusia tujuh puluh tahun dan jika ia kuat akan mencapai delapan puluh tahun.
Peristiwa air bah dalam Kejadian 6:9-9:17 menunjukkan bahwa manusia mengalami kematian karena kejahatan mereka makin bertambah di bumi, segala kecenderungan hati mereka selalu membuahkan kejahatan (Kej. 6:5), dan bumi menjadi rusak oleh kejahatan manusia (Kej.6:11-12).
Hanya Nuh dan keluarganya yang mendapat kasih karunia dari TUHAN (Kej. 6:8;7:7), karena Nuh adalah orang benar, tidak bercela, dan hidup bergaul dengan Allah (Kej. 6:9),tetapi pada akhirnya, Nuh pun mengalami kematian (Kej. 9:28-29).
Setiap hari kita dikejutkan dengan kematian-kematian yang tidak wajar, bahkan kematian dalam usia yang relative muda. Ini juga akibat dari alam yang telah tercemar.
5. Marilah kita membangun hubungan solider dengan alam. Hubungan solider berarti alam mestinya diperlakukan dengan penuh belas kasihan.
Manusia harus merasakan penderitaan alam sebagai penderitaannya dan kerusakan alam sebagai kerusakannya juga.
Saya ingat sekitar tahun 1990-an, pemerintah TTS mengeluarkan surat ijin untuk menambang marmer di sebuah bukit batu yang bernama Fatu Naususu–Anjaf di Fatukoto Mollo-TTS.
Rakyat, khususnya kaum perempuan di bawah pimpinan Ibu Aleta Baun, melakukan penolakan dengan berbagai cara.
13 tahun mereka berjuang untuk mengusir para investor. Satu hal yang membuat mereka terus berjuang, yaitu karena pemahaman mereka terhadap alam.
Dalam salah satu pidato Ibu Aleta, dikatakan: “Nenek moyang kami mengajarkan kami hidup bersama alam, karena tubuh alam bagaikan tubuh manusia.
Fatu, nasi, noel, afu amsan a’fatif neu monit mansian. Artinya; batu, hutan, air dan tanah bagai tubuh manusia. Karena itu ketika batu itu dipotong, mereka merasakan seperti tubuh mereka yang terpotong-potong.
Saudara….Hanya dengan memahami bahwa alam adalah bagian dari kehidupan kita, maka kita akan dengan sungguh-sungguh merawatnya.
6. Ketika kita dimurkai, alampun turut mengambil bagian dalam penderitaan kita. Hewan-hewanpun turut musnah.
Sebaliknya melalui pertobatan manusia, alampun akan ikut dipulihkan.
Melalui Nuh, seorang anak manusia yang taat, Ia mendapat kasih karunia Allah dan karena itu ia tidak ikut dimusnahkan.
Bahkan melalui ketataan Nuh, alam dipulihkan kembali. Manusia dimungkinkan kembali untuk ada di muka bumi.
Kiranya hubungan kita yang harmonis dengan Allah tercermin melalui hubungan kita dengan alam. Tuhan memberkati kita semua. Amin