Jenderal Soenarko Ditangguhkan, Kivlan Zen Tetap Ditahan, Kasus Dua Jenderal Purnawiran TNI
Jenderal Soenarko Ditangguhkan, Kivlan Zen Tetap Ditahan, Kasus Dua Jenderal Purnawiran TNI
Jenderal Soenarko Ditangguhkan, Kivlan Zen Tetap Ditahan, Kasus Dua Jenderal Purnawiran TNI
POS-KUPANG.COM - Eks Danjen Kopassus Mayjend TNI (Purn) Soenarko dikabulkan penangguhan penahanannya oleh Polri.
Namun tidak demikian dengan penangguhan penahanan yang diajukan oleh Mayjend TNI (Purn) Kivlan Zen.
Karopenmas Divisi Humas Polri Brigjen Pol Dedi Prasetyo pun mengungkap alasan tidak dikabulkannya penangguhan penahanankepada Kivlan Zen.
"Untuk pak KZ, ada pertimbangan penyidik juga, baik secara objektif maupun secara subjektif," ujar Dedi, di Mabes Polri, Jl Trunojoyo, Kebayoran Baru, Jakarta Selatan, Jumat (21/6/2019).
Mantan Wakapolda Kalimantan Tengah itu menyebut salah satu pertimbangan penyidik adalah tidak kooperatifnya eks Kepala Staf Kostrad tersebut.
"Salah satunya ada hal yang tidak kooperatif terkait menyangkut masalah pokok perkara yang saat ini sedang didalami oleh penyidik. Hal itu yang menjadi pertimbangan penyidik, kenapa sampai hari ini penyidik belum mengabulkan permohonan penangguhan kepada pak KZ. Semua masih berproses," ucapnya.
Jenderal bintang satu itu juga menegaskan Kivlan Zen tidak ditangguhkan penahanannya bukan karena siapa yang menjadi penjaminnya.
Diketahui, Soenarko sendiri dijamin oleh Panglima TNI Marsekal Hadi Tjahjanto dan Menko Kemaritiman Luhut Binsar Pandjaitan.
Dalam kasus Soenarko, ia menyebut penyidik memiliki pertimbangan bahwa dalam proses pemeriksaan yang dilakukan yang bersangkutan dinilai cukup kooperatif.
• Muhammad Yuntri: Kivlan Zen Terima Uang dari Habil Marati, Tapi Hanya untuk Demo
• Kevin Pernah Dililit Utang Rp17 Miliar dan Ditinggalkan, Wanita Cantik ini yang Setia Mendampinginya
• Panglima TNI dan Luhut Jadi Penjamin, Polri Kabulkan Penangguhan Penahanan Soenarko
Eks Danjen Kopassus, Mayjend (Purn) Soenarko. (Tribunnews.com/Vincentius Jyestha)
"Bukan (karena siapa yang menjamin, - red), tapi pertimbangan-pertimbangan objektif dan subjektif itu merupakan dasar dari dari penyidik untuk menanguhkan penahanan seseorang dalam proses tindak pidana seseorang," tandasnya.
Bertemu Kivlan Zen
Ferry Firman Nurwahyu, kuasa hukum mantan Danjen Kopassus Mayjen TNI (Purn) Soenarko menyebut, sebelum meninggalkan Rutan Guntur, kliennya tersebut sempat bertemu dengan Kivlan Zen.
"Tadi Pak Soenarko sempat menerima beberapa tamu, tadi juga ketemu Pak Kivlan. Kebetulan satu rutan hanya beda kamar," ucapnya, Jumat (21/6/2019).
Dijelaskan Ferry, pertemuan antar keduanya membahas soal kehati-hatian dalam berbicara.
"Intinya ya untuk lebih berhati-hari dalam berbicara, supaya tidak menimbulkan pro dan kontra di masyarakat," ujarnya di Rutan Guntur, Setiabudi, Jakarta Selatan.
Terlebih, ditambahkan Ferry, saat ini banyak orang yang sering kali memancing seseorang berbicara kemudian memviralkannya.
"Kemarin Pak Soenarko juga enggak tahu kalau ada yang merekam dan memviralkan karena ada yang bertanya, nah beliau spontan saja menjawab," kata Ferry.
Ferry Firman Nurwahyu, kuasa hukum mantan Danjen Kopassus Mayjen TNI (Purn) Soenarko memperlihatkan draf nama 102 purnawirawan yang menjadi penjamin penangguhan penahanan kliennya di Rutan Guntur, Pasar Manggis, Setiabudi, Jakarta Selatan, Jumat (21/6/2019).
Seperti diketahui, mantan Danjen Koppasus tersebut ditetapkan pihak kepolisian sebagai tersangka atas kepemilikan senjata api ilegal sejak Mei 2019 lalu.
Ia dianggap atas tuduhan dugaan penyelundupan senjata dari Aceh dan berpotensi mengancam keamanan nasional.
Senjata itu diduga diselundupkan untuk digunakan dalam kerusuhan 22 Mei 2019 lalu.
Ia pun kini bisa menghirup udara bebas setelah pihak kepolisian mengabulkan permohonan penangguhan penahanan terhadap Soenarko.
Mayor Jenderal TNI Purn Kivlan Zen tiba di gedung Bareskrim Polri untuk menjalani pemeriksaan di Jakarta, Rabu (29/5/2019). Kivlan Zein diperiksa sebagai tersangka dalam kasus dugaan makar. TRIBUNNEWS/IRWAN RISMAWAN
Ferry menyebut, penangguhan penahanan terhadap mantan Danjen Kopassus ke-22 ini sendiri sudah dilakukan sebanyak dua kali.
"Pertama penangguhan kami ajukan tanggal 21 Mei dengan jaminan istri dan anaknya, kemudian tanggal 20 Juni oleh 102 purnawiran TNI," kata Ferry.
Menhan dan Panglima Diminta Jangan Intervensi Polri
Menteri Pertahanan (Menhan) RI dan Panglima TNI diminta tidak boleh mengintervensi tugas Polri dalam penuntasan dan penegakan hukum terhadap dua jenderal purnawiran TNI, masing-masing Mayjen TNI (Purn) Soenarko dan Mayjen TNI (Purn) Kivlan Zen.
Permintaan ini disampaikan Anggota Forum Advokat Pengawal Pancasila (FAPP), Petrus Selestinus kepada POS-KUPANG.COM, Jumat (21/6/2019).
Menurut Petrus, Menhan RI dan Panglima TNI tidak boleh melakukan intervensi tugas kepolisian dalam penegakan hukum kasus yang melibatkan Mayjen TNI (Purn). Soenarko dan Mayjen TNI (Purn). Kivlan Zen.
"FAPP sangan menyesalkan sikap Panglima TNI ,Marsekal .Hadi Tjahjanto, yang meminta Polri menangguhkan penahanan atas tersangka Mayjen TNI ,(Purn) .Soenarko. Sementara Letjen TNI (Purn) . Ryamizard Ryacudu selaku Menhan RI meminta penangguhan penahan atas tersangka Meyjen TNI (Purn).Kivlan Zen," kata Petrus.
Dijelaskan, Panglima TNI bahkan menyatakan, bersedia bertindak sebagai penjamin. Sebagai Panglima TNI, maka Marsekal TNI.Hadi Tjahjanto adalah alat negara terikat oleh Kode Etik Jabatan dan Peraturan Perundang-undangan yang melarang mengitervensi kekuasaan lembaga negara lainnya.
Koordinator Tim Pembela Demokrasi (TPDI) Petrus Selestinus
Bahkan, lanjut Petrus, begitu pula dengan Letjen TNI (Purn) .Ryamizard Ryacudu sebagai Menhan dan dalam posisi sebagi Pejabat Tinggi Negara meminta penanggguhan penahanan atas tersangka Mayjen (Purn). Soenarko dan Mayjen TNI (Purn) Kivlan Zen.
"Jelas ini merupakan bagian dari intervensi kekuasaan dan sebagai bentuk penyalahgunaan kekuasaan dan wewenang oleh seorang Menhan terhadap kekuasaan Institusi Polri Cq. Penyidik yang juga pejabat negara dalam tugasnya kenegakan hukum apalagi dalam kasus dugaan makar," tegasnya.
Koordinator Tim Pembela Demokrasi Indonesia (TPDI) ini mengatakan, sesuai Pasal 31 ayat (1) KUHAP, menegaskan bahwa : "Atas permintaan tersangka atau terdakwa, Penyidik atau Penuntut Umum atau Hakim sesuai dengan kewenangan masing-masing, dapat mengadakan penangguhan penahanan dengan atau tanpa jaminan uang atau jaminan orang berdasarkan syarat yang ditentukan,"katanya.
Menurut Petrus, Jaminan orang di sini bisa Penasihat Hukum atau Keluarga tersangka.
"Karena itu, sangat tidak etis dan menjadi kontra produktif kalau seorang Menhan dan Panglima TNI atas nama jabatannya memohon penangguhan penahanan dan sebagai penjamin bagi tersangka kasus yang mengganggu keamanan negara atau makar," katanya.
Dikatakan, KUHAP sudah cukup menjamin hak tersangka untuk mendapatkan penanguhan penahanan.
Bahkan, lanjutnya, KUHAP juga memberikan kewenangan kepada Penyidik, Jaksa Penuntut Umum dan Hakim untuk menangguhkan penahanan terhadap tersangka/terdakwa. Karena itu terlalu sederhana bagi tugas Kuasa Hukum dan keluarga.
"Jika tugas ini diambialih oleh Pejabat Negara, maka ini juga menyinggung Profesi Advokat selaku Penegak Hukum yang mendapat mandat dari KUHAP untuk menangani soal ini. Jika saatnya tiba dan syarat-syarat penangguhan terpenuhi, maka Penyidik pasti memberikan penangguhan penahanan terhadap Mayjen TNI (Purn) Soenarko maupun Mayjen TNI (Purn). Kivlan Zen tanpa harus ada intervensi dari pejabat tinggi negara yang meinimbulkan kegaduhan," ujarnya.
Oleh karena itu,Petrus mengatakan, FAPP "menyampakan PROTES KERAS" atas sikap Menhan dan Panglima TNI, karena mengintervensi kekuasaan Polri dalam menegakan hukum (sesuatu yang tidak diperkenankan oleh Presiden Jokowi).
"Jangan korbankan kepentingan negara yang lebih besar semata-mata hanya mengurusi penangguhan penahanan yang menjadi domainnya Penasehat Hukum dan Keluarga Tersangka," ujarnya.
Dikatakan, jika kebutuhan pemeriksaan sudah selesai dan tidak ada lagi keraguan sedikitpun dari Penyidik bahwa tersangka akan melarikan diri dan lain sebagainya., maka Penyidik secara profesional akan menangguhkan penahanan tersebut dengan syarat yang biasa dan tidak perlu diistimewakan.
Dia mengakui, kedua petinggi negara dengan jabatan Menhandan Panglima TNI, membuat publik jadi bingung, apalagi publik masih trauma dan merasa belum nyaman betul dengan kondisi keamanan Ibukota akibat aksi kerusuhan 21-22 Mei 2019 yang belum usai.
"Jika saja Panglima TNI Marsekal TNI Hadi Tjahjanto dan Menteri Pertahanan Letjen TNI (Purn) Ryamizard Ryacudu merasa lebih penting mengurus penangguhan penahanan dan menjadi penjamin atas kedua tersangka, maka lebih baik mundur saja dulu dari jabatan negara yang sangat strategis itu, agar tidak terjadi intervensi kekuasaan dan ada sikap diskriminasi terhadap warga negara lain yang juga ditahan dalam kasus yang sama," paparnya. (*)