Jenderal Soenarko Ditangguhkan, Kivlan Zen Tetap Ditahan, Kasus Dua Jenderal Purnawiran TNI

Jenderal Soenarko Ditangguhkan, Kivlan Zen Tetap Ditahan, Kasus Dua Jenderal Purnawiran TNI

Editor: Bebet I Hidayat
Kolase/Tribunnews
Jenderal Purnawirawan TNI Soenarko dan Kivlan Zen 

Menhan dan Panglima Diminta Jangan Intervensi Polri

Menteri Pertahanan (Menhan) RI dan Panglima TNI diminta tidak boleh mengintervensi tugas Polri dalam penuntasan dan penegakan hukum terhadap dua jenderal purnawiran TNI, masing-masing Mayjen TNI (Purn) Soenarko dan Mayjen TNI (Purn) Kivlan Zen.

Permintaan ini disampaikan Anggota Forum Advokat Pengawal Pancasila (FAPP), Petrus Selestinus kepada POS-KUPANG.COM, Jumat (21/6/2019).

Menurut Petrus, Menhan RI dan Panglima TNI tidak boleh melakukan intervensi tugas kepolisian dalam penegakan hukum kasus yang melibatkan Mayjen TNI (Purn). Soenarko dan Mayjen TNI (Purn). Kivlan Zen.

"FAPP sangan menyesalkan sikap Panglima TNI ,Marsekal .Hadi Tjahjanto, yang meminta Polri menangguhkan penahanan atas tersangka Mayjen TNI ,(Purn) .Soenarko. Sementara Letjen TNI (Purn) . Ryamizard Ryacudu selaku Menhan RI meminta penangguhan penahan atas tersangka Meyjen TNI (Purn).Kivlan Zen," kata Petrus.

Dijelaskan, Panglima TNI bahkan menyatakan, bersedia bertindak sebagai penjamin. Sebagai Panglima TNI, maka Marsekal TNI.Hadi Tjahjanto adalah alat negara terikat oleh Kode Etik Jabatan dan Peraturan Perundang-undangan yang melarang mengitervensi kekuasaan lembaga negara lainnya.

Koordinator Tim Pembela Demokrasi (TPDI) Petrus Selestinus

Bahkan, lanjut Petrus, begitu pula dengan Letjen TNI (Purn) .Ryamizard Ryacudu sebagai Menhan dan dalam posisi sebagi Pejabat Tinggi Negara meminta penanggguhan penahanan atas tersangka Mayjen (Purn). Soenarko dan Mayjen TNI (Purn) Kivlan Zen.

"Jelas ini merupakan bagian dari intervensi kekuasaan dan sebagai bentuk penyalahgunaan kekuasaan dan wewenang oleh seorang Menhan terhadap kekuasaan Institusi Polri Cq. Penyidik yang juga pejabat negara dalam tugasnya kenegakan hukum apalagi dalam kasus dugaan makar," tegasnya.

Koordinator Tim Pembela Demokrasi Indonesia (TPDI) ini mengatakan, sesuai Pasal 31 ayat (1) KUHAP, menegaskan bahwa : "Atas permintaan tersangka atau terdakwa, Penyidik atau Penuntut Umum atau Hakim sesuai dengan kewenangan masing-masing, dapat mengadakan penangguhan penahanan dengan atau tanpa jaminan uang atau jaminan orang berdasarkan syarat yang ditentukan,"katanya.

Menurut Petrus, Jaminan orang di sini bisa Penasihat Hukum atau Keluarga tersangka.

"Karena itu, sangat tidak etis dan menjadi kontra produktif kalau seorang Menhan dan Panglima TNI atas nama jabatannya memohon penangguhan penahanan dan sebagai penjamin bagi tersangka kasus yang mengganggu keamanan negara atau makar," katanya.

Dikatakan, KUHAP sudah cukup menjamin hak tersangka untuk mendapatkan penanguhan penahanan.

Bahkan, lanjutnya, KUHAP juga memberikan kewenangan kepada Penyidik, Jaksa Penuntut Umum dan Hakim untuk menangguhkan penahanan terhadap tersangka/terdakwa. Karena itu terlalu sederhana bagi tugas Kuasa Hukum dan keluarga.

Sumber: Tribunnews
Halaman 3 dari 4
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved