Renungan Harian Kristen Protestan
Renungan Harian Kristen Protestan, 12 Juni 2019, Setiap Hari Kita Butuh Pengampunan Tuhan
Tak ada manusia yang sempurna, walaupun kadang memuji pasangan kita atau seseorang dengan mengatakan:"Kamu Sempurna...".
Renungan Harian Kristen Protestan, 12 Juni 2019
Oleh : Pdt. Dina Dethan Penpada, MTh
Setiap Hari Kita Butuh Pengampunan Tuhan
Yohanes 8:2-11
Saudara..
Tak ada manusia yang sempurna, walaupun kadang memuji pasangan kita atau seseorang dengan mengatakan:
"Kamu Sempurna...". Tapi sesungguhnya tidak ada manusia yang sempurna.
Bahkan Achilles, manusia setengah dewa dalam mitologi Yunani yang konon sangat hebat, sempurna dan tidak mungkin akan mati,
pada akhirnya mati juga dalam sebuah peperangan di Troya. Karena Achilles memiliki satu kelemahan pada tumitnya.
Konon, saat mamanya mau menghilangkan sifat ketidakabadian Achilles yang diturunkan oleh ayahnya. Achilles dicelupkan ke sungai keramat Styx.
Tapi tumitnya tidak sempat dicelupkan ke air sungai, sehingga ketika panah Apollo musuhnya tertancap di kaki Achilles, maka matilah Achilles yang konon dikatakan tidak memiliki kelemahan apapun.
Ceritera ini mau menegaskan bahwa semua manusia punya kelemahan, punya kekurangan, siapa pun dia entah pejabat tinggi negara atau rakyat jelata, pejabat tinggi agama hingga umat biasa.
Dalam bacaan kita, ahli-ahliTaurat dan orang-orang Farisi menempatkan diri sebagai orang-orang suci dan membawa seorang perempuan yang kedapatan berzinah (sementara laki-laki tidak dibawa serta)
dan meminta Yesus berpendapat tentang hal ini dengan niat yang tidak tulus, yakni ingin mencobai Yesus.
Mereka mengatakan bahwa menurut hukum Musa/Taurat, kalau seorang perempuan yang kedapatan berzinah harus dilempari dengan batu.
Jika Yesus menyetujui pendapat mereka, makaYesus akan disalahkan, oleh karena menurut hukum pemerintahan sipil Romawi
(mereka dijajah Roma, jadi hukum pemerintahan Roma harus diberlakukan), tidak memperkenankan adanya hukum rajam sampai mati terhadap orang-orang yang melakukan perzinahan.
Sebaliknya kalauYesus menolak agar perempuan itu tidak dihukum, makaYesus akan dituduh berkompromi dengan dosa, atau ada sesuatu dengan perempuan itu.
Tetapi dugaan mereka ternyata keliru. Yesus tidak menjawab sesuai harapan mereka.
Yesus malah balik dan bertanya kepada mereka, siapa di antara mereka yang tidak bersalah, dialah yang pertama mengambil batu dan melempari perempuan itu.
Ternyata tidak ada yang dapat memenuhi permintaan itu. Malah mereka satu persatu angkat kaki dan hanya perempuan itu bersamaYesus.
Yesus memahami perasaan malu yang dialami oleh perempuan itu. Diadili di Bait Allah (di tengah kerumunan banyak orang).
Memang benar bahwa dia kedapatan berzinah, tetapi mengapa hanya dia yang dibawa, sedangkan laki-lakinya tidak kelihatan?
Padahal perbuatan zinah dilakukan oleh laki-laki dan perempuan.
Di sini Yesus tidak berkompromi dengan dosa atau pun perempuan itu, tetapi agar perempuan itu diberi kesempatan untuk mengalami keadilan dan pertobatan.
Agar orang-orang Farisi dan ahli-ahli Taurat tidak semena-mena memperlakukan aturan atau memakai kelemahan perempuan yang bersalah untuk menjebakYesus.
Agar mereka menyadari bahwa kehidupan keagamaan mereka tidak lebih baik dari perempuan itu.
Mereka hanya melihat kesalahan perempuan itu tapi tidak melihat kehidupan mereka sendiri. Itu hal yang biasa terjadi dimana-mana.
Yesus ingin persoalan itu ditempatkan pada porsi yang sebenarnya.
Perempuan itu akhirnya tidak juga dihukum oleh Yesus, tetapi Yesus menyuruhnya pergi dengan sebuah peringatan keras, pergi dan jangan berbuat dosa lagi.
Peringatan Yesus ini tidak hanya untuk dosa zinah, tetapi agar hidupnya mengalami pembaharuan secara total dari dosa. (dosa apapun).
Yesus memberinya kesempatan untuk mengubah kehidupannya menjadi lebih baik.
Ada beberapa hal yang dapat kita renungkan bersama:
Pertama: Mari kita merenungkan bersama-sama, bahwa semua kita adalah orang-orang berdosa yang karena anugerah Allah, kita diselamatkan.
Biasakan diri untuk tidak cepat melihat kesalahan orang lain, tetapi melihat pada diri sendiri dan berusaha memperbaiki.
Kalaupun kita melihat sesama kita yang bersalah, hendaknya kita menegurnya, menolongnya dengan kasih dan bukan dengan cara mempermalukan dirinya, membesar-besarkan masalahnya agar kita terlihat suci.
Calvin sang Reformator mengingatkan kita bahwa Gereja di samping sebagai persekutuan orang-orang kudus,
juga terdiri dari orang-orang berdosa yang setiap hari berjuang melawan dosa, dan setiap hari membutuhkan pengampunan dari Allah.
Itu berarti baik diri kita maupun orang lain dalam persekutuan sebagai gereja, masih terus berjuang melawan dosa dan membutuhkan pengampunan dari Allah.
Kita semua hidup dari anugerah dan belas kasihan Allah. Paulus bilang: semua manusia telah kehilangan kemuliaan Allah. Tapi karena anugerahnya, kita diselamatkan.
Kedua: Banyak kali kita berlaku tidak adil terhadap perempuan.
Kesalahan yang dilakukan baik laki-laki maupun perempuan kita timpakan kesalahannya pada perempuan saja.
Bahkan ukura nuntuk menilai perempuan kita pakai ukuran laki-laki.
Suami/istri yang tidak memiliki anak yang dipersalahkan justru perempuan. Perempuan diperkosa, yang disalahkan perempuan dan bukan laki-laki.
Pertanyaan yang diajukan sangat memojokkan korban. Misalnya: Mengapa jalan malam, mengapa pakai rok mini.
Otak laki-laki yang kotor tidak dipersoalkan. Kalau nenek diperkosa, memangnya nenek bisa cukup seksi?
Ketiga: Mari kita belajar untuk memperbaiki diri menjadi lebih baik. Jangan menikmati dosa.
Hanya mereka yang menyadari bahwa dirinya bersalah, akan memperbaikinya dan menerima pengampunan dari Tuhan.
Anugerah Tuhan mesti disambut dengan merubah diri.
Setiap orang bisa saja berbuat dosa, tetapi orang yang bertanggung jawab atas apa yang ia buat dan mau mengubahnya, akan menerima anugerah pengampunan dari Tuhan.
Bukan sebaliknya melegalkan dosa dan mengatakan "Saya sudah begini dan tidak bisa berubah".
Pergi dan jangan berbuat dosa, adalah pintu anugerah yang Tuhan bukau ntuk merubah diri. Amin (*)