Game of Thrones
Game of Thrones, Lebih dari 100 Karakter Muncul Lalu "Dibunuh", Mati Bersama Harapan Para Fans
Game of Thrones, Sejak Tayang Perdana, Lebih dari 100 Karakter Muncul Lalu "Dibunuh", Mati Bersama Harapan Fans
Cersei pun mengakomodasi Faith Militant sebagai alat politik untuk menjatuhkan House Tyrell. Dengan kematian Tywin, Tyrion pun harus kabur ke Benua Essos, yang pada akhirnya mempertemukannya dengan Daenerys Targaryen. Sebagai tangan kanan Daenerys, Tyrion memberikan masukan manuver politik yang mumpuni.

Infografik: Kompas.id/Syahla Rana Eka Novianti, Hans Kristian, Novan Nugrahadi
Stannis Baratheon
Stannis Baratheon tewas dalam pertempuran menghadapi Ramsay Bolton dalam Battle of Winterfell. Stannis saat itu membantu Jon Snow untuk mengambil kembali rumahnya dengan harapan Jon akan membantunya berperang melawan Lannister untuk merebut takhta Iron Throne.
Saat itu, Stannis didampingi sang ”Red Woman” Melisandre sebagai penasihat spiritual. Melisandre memilih untuk membantu Stannis karena ia menganggap Stannis sebagai pangeran yang dijanjikan untuk menyelamatkan umat manusia dari ancaman kematian (White Walkers).
Namun, kematian Stannis menyadarkan Melisandre bahwa pemimpin House Baratheon tersebut bukanlah pangeran yang disebut dalam ramalan. Melisandre pun menemukan Jon Snow dan akhirnya ia berperan penting dalam membangkitkan Jon dari kematian.
Ramsay Bolton
Lord Ramsay Bolton, sebelumnya dikenal sebagai Ramsay Snow, adalah haram jadah dari keluarga Bolton. Ia tewas dimakan anjing peliharaannya setelah kalah dalam Battle of the Bastards. Anjing yang sengaja tidak diberi makan selama tujuh hari itu mulanya disiapkan untuk mengeksekusi Jon Snow, pemimpin perang dari klan Stark. Perang di antara kedua anak haram tersebut berlangsung untuk memperebutkan Winterfell dan wilayah Utara yang selama ratusan tahun sebelumnya merupakan daerah kekuasaan keluarga Stark.
Kematian Ramsay menjadi titik balik bagi keluarga Stark untuk kembali memimpin Winterfell dan menyatukan seluruh klan besar di Utara di bawah kepemimpinan Jon. Koalisi yang dipimpin Jon, ”King in the North”, itu pun semakin kuat untuk bersiap menghadapi peperangan melawan Night King dengan ribuan pasukan mayat hidup.

High Sparrow, Margaery Tyrell, dan Tommen Baratheon
Pengeboman kuil Great Sept of Baelor yang didalangi Cersei Lannister berhasil membunuh sejumlah orang yang berpotensi menghilangkan kekuasaannya di King’s Landing. Salah satunya High Sparrow, pemimpin kelompok Faith Militant, gerakan ekstremis Faith of the Seven. Kelompok tersebut telah memaksa Cersei untuk melakukan penebusan dosa di hadapan masyarakat atas hubungan insesnya dengan sang saudara kembar, Jaime Lannister.
Margaery Tyrell, istri dari kedua anak Cersei, yaitu Joffrey dan Tommen Baratheon, juga tewas dalam peristiwa tersebut. Permaisuri dari raja muda yang tewas mengenaskan sebelumnya itu sukses merebut simpati rakyat dan berpeluang memimpin Seven Kingdoms. Setelah kematian Margaery, Tommen yang merasa bersalah karena tidak bisa menggunakan kekuasaan untuk menyelamatkan sang istri pun mati bunuh diri.
Kematian High Sparrow, Margaery, dan Tommen akhirnya mengantarkan Cersei pada kekuasaan yang absolut. Sejak saat itu, ia mengklaim diri sebagai ratu yang sah di Seven Kingdoms, baik secara de facto maupun de jure.
REUTERS/ PHIL NOBLE
“Senjata” yang digunakan dalam serial televisi Game of Thrones. Properti ini dipamerkan di Titanic Quarter, Belfast, Irlandia Utara. Foto diambil 24 Juni 2014.
Jorah Mormont
Ser Jorah Mormont, kesatria pelindung atau queensguard Daenerys Targaryen memilih akhir hidup dengan cara yang selalu ia inginkan, yaitu melindungi orang tercinta. Jorah tewas saat menyelamatkan Daenerys dari kepungan pasukan mayat hidup (wights) dalam Battle of Ice and Fire.
Peristiwa itu merupakan pukulan berat bagi Daenerys. Hubungan dan kesetiaan Jorah dibangun sejak ia dan Viserys, kakaknya, masih berada di pengasingan di Essos. Selama itu pula, Jorah mencintai Daenerys tanpa syarat, tetapi tak pernah terbalaskan.
Jorah merupakan orang pertama yang mengakui dan bersumpah setia pada kepemimpinan Daenerys sebagai khaleesi kaum Dothraki kemudian menjadi ratu bagi seluruh bangsa di Essos. Kematian Jorah menjelang akhir serial pun memastikan Daenerys untuk terus melanjutkan misi merebut kembali takhtanya di Seven Kingdoms.
REUTERS/ TOBY MELVILLE
Para penggemar menanti kehadiran para tamu undangan saat pemutaran perdana serial televisi Game of Thrones musim kelima di Tower of London, Inggris, 18 Maret 2015.
Beric Dondarrion
Beric Dondarrion, pemimpin Brotherhood without Banners, kelompok penganut kepercayaan kepada Lord of Light, mengorbankan dirinya untuk melindungi Arya Stark dari kepungan pasukan mayat hidup (wights) pada Battle of Ice and Fire. Penyelamatan itu memungkinkan Arya untuk melanjutkan peperangan dan menjadi kunci kemenangan dalam perang antara manusia dan kematian dengan menusuk Night King menggunakan pisau baja Valyria tepat pada jantungnya.
Kematian pada malam tersebut juga menjadi momen pemenuhan takdir Beric. Sebelumnya, ia telah mati enam kali dan enam kali pula dibangkitkan oleh Thoros of Myr, pendeta merah (red priest) dari kepercayaan Lord of Light. Perannya pada kehidupan dan kematian ketujuh mengafirmasi ramalan bahwa kebangkitan berulang dari maut bertujuan untuk membantu misi penyelamatan umat manusia dari Night King, White Walkers, dan pasukan mayat hidup.
Melisandre
Melisandre ”The Red Woman” merupakan orang terakhir yang mati dalam malam panjang Battle of Ice and Fire. Pendeta kepercayaan Lord of Light itu musnah setelah menanggalkan kalung bertuahnya di hamparan es Winterfell.
Kemenangan manusia melawan Night King, White Walkers, dan pasukan mayat hidup meyakinkan Melisandre bahwa tugasnya sudah paripurna: memberikan petunjuk mengenai kekuatan besar yang mengancam kehidupan manusia dan bagaimana cara untuk melawannya. ”The night is dark and full of terror”, yang selalu ia katakan telah usai.
Mereka memang sudah mati dan musnah. Namun, lewat darah mereka yang tertumpah, mereka telah melukiskan sejarah, seperti dalam lirik lagu Jenny of Oldstones yang dinyanyikan Podrick sebelum pertempuran melawan Night King dalam Battle of Ice and Fire.
The ones she had lost and the ones she had found,
And the ones who had loved her the most,
The ones who had been gone for so very long,
She couldn’t remember their names.
(Kompas.id/Kurnia Yunita Rahaya/Pandu Pradipta Mustika/Satrio Pangarso Wisanggeni)
Artikel ini sebelumnya tayang di Kompas.id dengan judul Mengenang Para Pahlawan “Game of Thrones”
:quality(30):format(webp):focal(0.5x0.5:0.5x0.5)/kupang/foto/bank/originals/game-of-thrones.jpg)